KOMPAS.com – Wakil Menteri Pertanian (Wamentan) Sudaryono menegaskan bahwa kemandirian pangan hanya dapat terwujud melalui kolaborasi lintas lembaga yang transparan dan berlandaskan tata kelola pemerintahan yang baik (good governance).
“Ketahanan pangan bukan sekadar urusan teknis, tetapi pilar utama pembangunan nasional yang menentukan martabat bangsa,” ujar pria yang akrab disapa Mas Dar itu dalam kegiatan Hands-On Audit Training in Cross-Cutting Issues of Food Security yang diselenggarakan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI di Bali, Senin (10/11/2025).
Ia menekankan pentingnya sinergi antara pemerintah, lembaga audit, dan masyarakat dalam memperkuat sistem ketahanan pangan nasional yang akuntabel dan berpihak pada kesejahteraan petani.
“Presiden Prabowo Subianto selalu menegaskan bahwa pangan adalah kekuatan nasional. Bangsa yang mampu memberi makan rakyatnya adalah bangsa yang berdiri dengan kehormatan,” ucap Mas Dar.
Baca juga: Gates Foundation Gelontorkan 1,4 Miliar Dollar AS untuk Bantu Petani Adaptasi Iklim
Mas Dar mengungkapkan bahwa dirinya sering menerima puluhan ribu pesan langsung dari petani melalui media sosial, yang menggambarkan berbagai kebutuhan di lapangan, mulai dari benih unggul, pasokan air irigasi, hingga ketersediaan pupuk dan stabilitas harga hasil panen.
“Begitu laporan ini sampai ke Presiden, beliau langsung memerintahkan untuk bertindak cepat. Pemerintah menambah volume pupuk bersubsidi dari 4,7 juta ton menjadi 9,55 juta ton, menyederhanakan mekanisme distribusi, dan bahkan menurunkan harga pupuk bersubsidi sekitar 20 persen,” ungkapnya.
Pemerintah juga telah menetapkan harga pembelian pemerintah (HPP) untuk gabah dan jagung serta menugaskan badan usaha milik negara (BUMN) agar menyerap hasil panen petani sebagai langkah konkret menjaga stabilitas harga.
“Tahun ini Indonesia telah mencapai swasembada beras, jagung, dan gula untuk kebutuhan dalam negeri. Tidak ada lagi impor untuk konsumsi domestik,” tegas Mas Dar.
Ia menjelaskan bahwa peningkatan produksi pangan nasional ditempuh melalui dua strategi besar, yakni intensifikasi dan ekstensifikasi.
Baca juga: Polisi: Penembakan Pengacara di Tanah Abang Berawal dari Sengketa Lahan
Intensifikasi dilakukan dengan meningkatkan produktivitas lahan eksisting melalui penggunaan benih unggul, pupuk berkualitas, dan perbaikan jaringan irigasi.
Sementara itu, ekstensifikasi dilakukan dengan membuka lahan baru, terutama di wilayah rawa potensial seperti Kalimantan dan Papua.
“Presiden berpikir jauh ke depan. Untuk memberi makan generasi 100 tahun mendatang, kita harus mulai menyiapkan 1,5 hingga 3 juta hektar (ha) lahan baru sejak sekarang,” jelas Mas Dar.
Ia menekankan bahwa pertanian merupakan keunggulan alami Indonesia yang didukung oleh iklim tropis, tanah subur, dan sumber daya manusia (SDM) yang tangguh.
Mas Dar menilai, sektor tersebut berpotensi besar menjadi penggerak ekonomi sekaligus penyedia lapangan kerja berkelanjutan.
“Tidak banyak negara yang bisa menanam kelapa seperti Indonesia. Komoditas ini bisa menjadi kekuatan ekspor dan sumber nilai tambah yang besar bagi petani,” imbuhnya.
Baca juga: Ekspor Minyak Atsiri RI Tembus Rp 4,2 Triliun, Industri Dorong Kerja Sama Berkelanjutan
Dalam kesempatan itu, Mas Dar menyoroti pentingnya peran Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) sebagai mitra strategis dalam memastikan tata kelola program pangan yang transparan dan efisien.
“Kami di Kementerian Pertanian (Kementan) sangat terbuka terhadap proses audit. Auditor adalah mitra kami dalam memperbaiki kebijakan dan memastikan program berjalan tepat sasaran,” katanya.
Mas Dar menegaskan bahwa audit tidak hanya berfungsi sebagai alat pengawasan, tetapi juga sebagai sarana perbaikan kebijakan dan penguatan transparansi publik.
“Kadang kami merasa sudah melakukan hal yang benar, tapi auditor membantu menunjukkan apa yang bisa diperbaiki. Audit bukan alat mencari kesalahan, melainkan sarana mencari solusi,” tambahnya.
Baca juga: Bos Pertamina Sebut BBM Bobibos Bukan Pesaing, Tetapi Peluang Kolaborasi
Sementara itu, Ketua BPK RI Isma Yatun menekankan bahwa kolaborasi antarnegara dan antar-lembaga audit sangat penting dalam memperkuat akuntabilitas sektor pangan.
“Pelatihan ini menjadi wadah bagi para auditor dari berbagai negara untuk berbagi metodologi, pengalaman, dan inovasi dalam mengaudit isu ketahanan pangan. Melalui kerja sama lintas negara, kita dapat memastikan bahwa program pangan dijalankan secara efisien dan berkeadilan,” ujar Isma.
Ia menambahkan, auditor kini tidak hanya berperan dalam pengawasan keuangan publik, tetapi juga dalam memberikan rekomendasi strategis yang dapat memperkuat kebijakan pemerintah di sektor pangan dan pertanian.
“Kompleksitas isu pangan membutuhkan kolaborasi, kepercayaan, dan pembelajaran berkelanjutan antarnegara serta antar-institusi. Auditor berperan penting untuk memastikan kebijakan pangan berkelanjutan dan berpihak kepada masyarakat,” jelas Isma.
Baca juga: Kemandirian Pangan Indonesia, Perempuan Tani HKTI Dorong Inklusivitas Pertanian
Menutup sambutannya, Mas Dar mengutip kisah sederhana tentang seorang ayah dan anak yang berusaha menyenangkan semua orang, tetapi akhirnya kehilangan keledainya.
“Pesan dari kisah itu sederhana: kita tidak bisa menyenangkan semua pihak. Tugas pemerintah adalah menuntaskan misi, bukan menghindari kritik. Kami di Kementan berkomitmen menjadi bagian dari solusi, bukan bagian dari masalah,” tegasnya.
Mas Dar juga mengajak seluruh peserta pelatihan internasional untuk memperkuat kerja sama dan berbagi praktik terbaik dalam pengawasan serta tata kelola pangan.
“Mari bersama membangun dunia tanpa kelaparan, di mana petani sejahtera dan mandiri pangan,” pungkasnya.