KOMPAS.com – Krisis pangan kini menghantam jantung negeri adidaya, Amerika Serikat (AS). Negara yang selama ini dikenal sebagai raksasa ekonomi dunia itu menghadapi situasi memprihatinkan: ribuan warganya harus mengantre panjang di depan food bank yang mulai kehabisan stok.
Kondisi tersebut terjadi sejak dihentikannya Program Bantuan Nutrisi Tambahan atau Supplemental Nutrition Assistance Program (SNAP), program anti-kelaparan terbesar di Amerika Serikat yang selama ini menjadi penopang bagi jutaan rumah tangga berpenghasilan rendah.
Seiring berakhirnya program itu, banyak food bank di berbagai wilayah kini kewalahan menghadapi lonjakan permintaan.
Rak-rak penyimpanan mulai kosong, sementara pasokan dari toko kelontong menurun akibat tekanan inflasi dan kebijakan tarif yang memukul sektor perdagangan. Warga penerima bantuan pun mengaku kini hanya bisa bergantung pada sisa stok yang semakin menipis.
Baca juga: Trump Serukan Uji Nuklir, AS Langsung Luncurkan Rudal Kiamat Minuteman III
Berbanding terbalik dengan kondisi di AS, Indonesia justru mencatat capaian gemilang di sektor pangan.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), produksi beras nasional pada Januari–Desember 2025 diperkirakan mencapai 34,77 juta ton, naik 4,15 juta ton atau 13,54 persen dibanding periode yang sama pada 2024. Angka ini menjadi capaian tertinggi dalam satu dekade terakhir.
Bahkan, stok beras di gudang Bulog mencapai level tertinggi sepanjang sejarah, yakni 4,2 juta ton pada Juni 2025. Kondisi serupa juga terjadi pada produksi jagung nasional yang terus menunjukkan tren positif.
Hasil survei Kerangka Sampel Area (KSA) BPS mencatat, potensi produksi jagung pipilan kering kadar air 14 persen sepanjang Januari–Desember 2025 mencapai 16,55 juta ton, atau meningkat 1,41 juta ton (9,34 persen) dibandingkan tahun sebelumnya.
Baca juga: Kata Zulhas ke Petani: Sejarah Baru Era Prabowo, Harga Pupuk Turun
Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman menegaskan, capaian tersebut merupakan hasil kerja nyata seluruh pihak di sektor pertanian, mulai dari petani, penyuluh, hingga jajaran pemerintah daerah.
“Indonesia tidak hanya aman pangan, tapi juga surplus. Ini hasil gotong royong petani dan kerja keras seluruh pihak yang menjaga agar produksi terus meningkat,” ujar Amran dalam rilis pers yang diterima Kompas.com, Sabtu (8/11/2025).
Menurutnya, sejumlah program strategis seperti percepatan tanam serentak, bantuan alat dan mesin pertanian (alsintan), serta penguatan benih unggul menjadi fondasi penting dalam menjaga produktivitas di tengah tantangan perubahan iklim global.
Capaian ini menegaskan bahwa ketahanan pangan sejati tidak ditentukan oleh besarnya kekuatan ekonomi, melainkan oleh kemandirian dan keberpihakan terhadap petani.
Baca juga: Pemerintah Diminta Tinjau Ulang Data Satgas PKH agar Tak Rugikan Petani Sawit
Ketika banyak negara maju berjuang menghadapi kelangkaan pangan, Indonesia justru mampu menjaga stabilitas harga dan ketersediaan bahan pangan pokok. Inflasi pangan pun terjaga di level aman berkat pasokan yang melimpah.
“Kita harus bersyukur, karena di saat dunia resah karena pangan, Indonesia justru berjaya. Berkat gagasan Presiden RI Prabowo Subianto, kini produksi pangan kita naik, bahkan surplus. Kesejahteraan petani meningkat, dan yang paling penting, rakyat Indonesia tercukupi pangannya,” tutur Amran.