KOMPAS.com - Presiden Joko Widodo ( Jokowi) didampingi Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman meninjau perkebunan kopi di Desa Kambahang, Kecamatan Batu Brak, Kabupaten Lampung Barat, Provinsi Lampung.
Kunjungan itu menjadi bagian dari upaya pemerintah untuk terus memperkuat komoditas kopi Indonesia sebagai kopi terbaik dan terbesar di dunia.
"Kita tahu, harga kopi sekarang ini terus naik, meskipun kadang turun, tapi secara tahunan naik terus,” kata Jokowi dalam siaran pers, Jumat (12/7/2024).
Dia mengatakan, kenaikan harga itu juga seiring dengan volume untuk permintaan ekspor yang terus meningkat.
“Inilah yang tadi saya sampaikan ke Pak Mentan agar memberi perhatian pada komoditas kopi," ujarnya.
Baca juga: Jokowi Tugaskan Mentan Tingkatkan Produksi Kopi Empat Kali Lipat
Saat ini, harga komoditas kopi mencapai Rp 70.000 rupiah per kilogram (kg) dalam bentuk kering atau green bean, sedangkan rata-rata produktivitas kopi petani mencapai 3-4 ton per hektar (ha).
Terkait hal itu, Jokowi ingin petani terus meningkat produksinya hingga menyentuh 8 ton per ha agar kesejahteraannya meningkat.
"Yang paling penting adalah produktivitas per ha harus naik. Yang masih 1 ha, 1 ton, 2 ton, harusnya bisa masuk ke 8 ton atau 9 ton,” ungakapnya.
Namun, dia mengingatkan, hal tersebut menjadi tugas semua pihak untuk membuat produktivitas per ha meningkat drastis.
Jokowi mengatakan, pemerintah telah menyiapkan alokasi pupuk subsidi yang kini naik dua kali lipat dari 4,5 juta menjadi 9,5 juta.
Baca juga: Pupuk Subsidi Sudah Ditambah, Jokowi Klaim Tak Ada Keluhan dari Petani
Kenaikan tersebut diharapkan menjadi pemicu produksi agar mampu memenuhi kebutuhan pasar domestik maupun mancanegara.
"Itu bisa terjadi kalau ada perawatan yang baik, ada pupuk yang baik, ada jarak tanam yang mungkin lebih rapat sehingga produktivitas perhatiannya bisa naik,” katanya.
Jokowi mengingatkan, Indonesia memiliki 1,2 juta ha kopi, baik robusta maupun arabica.
Kendati begitu, dia ingin produksi kopi yang dilakukan masuk pada tahap industri atau hilirisasi untuk meningkatkan nilai tambah atau pendapatan petani kopi itu sendiri.
Dia mengatakan, hilirisasi yang dilakukan tidak hanya dilakukan pada kopi, tetapi juga komoditas coklat, kakao, sawit dan komoditas perkebunan lainnya.
"Ya, harus seperti itu. Harusnya semuanya tidak dalam bentuk mentahan, bahkan tidak hanya kopi, tetapi coklat, sawit dan semua komoditas perkebunan lainya," katanya.
Baca juga: Masuk Musim Panen, Kementan Waspadai Anjloknya Harga Bawang Merah
Mentan Andi menambahkan, luas areal kopi nasional pada 2023 mencapai 1.268.905 ha dengan rata-rata produksinya mencapai 756.097 ton atau terbesar keempat dunia dan menyumbang 6 persen kopi dunia.
Andi mengatakan, Indonesia memproduksi 91 persen kopi robusta dan 9 persen kopi arabika.
Nilai ekspor kopi tersebut mengalami kenaikan sebesar 326.451 dollar Amerika Serikat (AS) atau 40 persen pada 2020-2022, dari sebelumnya 821.932 dollar AS menjadi 1.148.383 dollar AS.
Sementara itu, volume ekspor naik sebesar 58.201 ton atau 15 persen dari 379.354 ton menjadi 437.555 ton.
Andi menambahkan, Lampung sekarang menempati posisi kedua terbesar produksi kopi nasional dengan luas perkebunan mencapai 155.165 ha atau 108.069 ton dengan dominasi kopi robusta.
"Yang menarik adalah petani kopi Lampung Barat sebagian besar menerapkan teknologi sambung pucuk pada budi daya kopi robusta dan menghasilkan produktivitas 1,1 ton per ha atau di atas produktivitas rata-rata nasional 0,813 ton per hektar," jelasnya.