KOMPAS.com - Kementerian Pertanian ( Kementan) melalui Direktorat Jenderal Perkebunan ( Ditjenbun) bergerak cepat untuk mengatasi dampak diberlakukannya European Union Deforestation and Forest Degradation ( EUDR) bagi pekebun Indonesia.
Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman meminta jajaranya untuk mendorong produksi maupun produktivitas, kemitraan melalui penguatan kelembagaan pekebun dengan industri pengolahan, serta modernisasi atau digitalisasi pendataan pertanian sebagai bagian dari perbaikan tata kelola perkebunan nasional yang harus segera dicapai.
Direktur Jenderal Perkebunan (Dirjenbun) Andi Nur Alam Syah mengatakan bahwa dampak EUDR makin terasa, karena sebagian besar produksi karet Indonesia masih berasal dari perkebunan rakyat, sehingga sulit untuk diregulasi.
“Tak dapat dipungkiri bahwa harga karet yang masih fluktuatif, tenaga kerja penyadap terbatas, hingga adanya konversi kebun karet ke tanaman lain. Ditambah dampak dengan diberlakukannya EUDR juga masih menjadi tantangan karet ke depannya,” kata Andi Nur.
Baca juga: Ditjenbun Tingkatkan Pertumbuhan Ekonomi Nasional melalui Program PASTI
Oleh karenanya, sebut dia, Ditjenbun terus berkolaborasi memperkuat produksi maupun produktivitas pekebun karet, salah satunya lewat pembinaan pekebun untuk melakukan pengendalian tanaman karet dari serangan penyakit gugur daun.
" Pekebun karet juga dibina untuk mendapatkan wawasan soal budi daya maupun pengolahan. Selain itu, ada juga pengawasan atau pengamatan kebun pekebun, sehingga hasil produksi maupun produktivitasnya tetap terjaga dan sesuai dengan persyaratan pasar global,” tambahnya.
Salah satu langkah penting yang telah diambil pemerintah untuk pekebun maupun pelaku usaha industri karet adalah memastikan penerbitan STD-B bagi pekebun karet.
STD-B merupakan keterangan yang memuat secara rinci data lengkap pekebun, mulai dari keterangan pemilik, asal benih, hingga produksi per tahun.
Baca juga: Raih Omzet Rp 1,1 Miliar Per Tahun, Co-Founder Minang Kakao: Ditjenbun Bantu Branding dan Pemasaran
Dengan adanya EUDR, industri akan berhadapan langsung dengan regulasi EU dan pasar ekspor. Karenanya, industri harus memiliki sistem informasi pemasok yang dapat ditelusuri.
"Sangat penting bagi pelaku industri untuk bermitra dengan kelembagaan pekebun karet agar asal usul pasokan bahan baku dapat terawasi dengan baik," tuturnya.
Peran pemerintah dalam hal itu pun dinilai krusial, karena bertugas melakukan percepatan pendataan, pemetaan, verifikasi, dan penerbitan STD-B sampai di tangan pekebun karet.
"Kemudian, petani karet bergabung dalam Unit Pengolahan dan Pemasaran Hasil Bokar (UPPB) yang memiliki fungsi saluran pemasaran produk bokar bersih ke industri pengolahan karet," lanjut Andi Nur.
Baca juga: Apresiasi Program Pasti Ditjenbun, Mentan SYL: Semoga Berikan Dampak Positif bagi Pekebun
Selain itu, pemerintah saat ini tengah mengupayakan pendataan geolokasi (titik koordinat atau polygon) perkebunan karet rakyat dengan penetapan metode ketertelusurannya, agar hasil produksi maupun produk turunan karet Indonesia tetap bisa diekspor ke wilayah Uni Eropa (EU).
Pendataan ini perlu cepat dilakukan sebelum implementasi regulasi EUDR pada 31 Desember 2024 mendatang.
Pasalnya, setiap produk karet, sawit, daging, kopi, kayu, kakao, kedelai, serta produk turunannya yang terbukti diproduksi di lahan yang mengalami deforestasi atau degradasi hutan, tidak diizinkan masuk pasar Uni Eropa (UE).
"Untuk itu mari bersama-sama saling menguatkan, mulai dari syarat geolokasi, ketertelusuran atau asal usul produk dan bahan bakunya, legalitas produksi mencakup legalitas tanah, perlindungan lingkungan, serta penjaminan hak tenaga kerja serta kepastian lahan deforestasi dan degradasi hutan sesuai ketentuan yang berlaku," papar Andi Nur.
Baca juga: Ditjenbun Kementan Apresiasi Inovasi OPTIMAL-IPB: Pendataan Sawit Rakyat Jadi Lebih Presisi