KOMPAS.com - Pelaksana Tugas (Plt) Menteri Pertanian (Mentan) Arief Prasetyo Adi dan Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional ( BRIN) Laksana Tri Handoko sepakat mengembangkan teknologi pascapanen untuk meningkatkan efisiensi hasil pertanian di Indonesia.
Lewat kerja sama ini, BRIN dan Kementerian Pertanian ( Kementan) berusaha menciptakan inovasi di bidang pangan dari hulu ke hilir, salah satunya adalah masalah food loss and waste (FLW).
Food loss atau susut pangan adalah bahan pangan yang terbuang dari proses pasol dari petani ke pasar. Sementara itu, food waste atau limbah pangan adalah bahan pangan yang terbuang di pasar ke konsumen.
“Ini juga relate yang sekarang jadi big issue, food loss and waste. Jadi from farm to table. Teknologi pascapanen nanti dari panen sampai bisa terhidang di meja," papar Arief melalui keterangan persnya, Rabu (18/10/2023).
Baca juga: Kementan dan BRIN Akan Bangun Ekosistem Pangan untuk Tingkatkan Hasil Pertanian
Menurut Arief, Indonesia menjadi salah satu negara yang bisa mengembangkan teknologi pascapanen terbesar. Sebab, sebanyak 14 persen makanan hilang (food loss) setelah panen dan 17 persen hilang (food waste) di meja makan.
"Jadi total 31 persen itu hilang. Itu nilai sekitar Rp 550 triliun rupiah,” kata Arief dalam acara Penandatangan Kesepakatan Bersama di Kantor BRIN, Jakarta, Selasa (17/10/2023)
Menurut hasil penelitian Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) pada 2021, Indonesia membuang sampah makanan 23-48 juta ton per tahun pada periode 2000-2019 dengan kerugian mencapai Rp 213 hingga Rp 551 triliun per tahun atau setara dengan 4-5 persen PDB Indonesia per tahun.
“Tak hanya inovasi pertanian di hulu, tapi hilirnya juga. Beliau (Kepala BRIN) utang pada saya untuk teknologi iradiasi. Saya ingin menggunakan teknologi iradiasi untuk memperpanjang shelf life,” kata Arief Prasetyo.
Baca juga: Plt Mentan Sebut Ada 140 Importir yang Mendapatkan RIPH dari Kementan
Salah satu strategi pengurangan FLW adalah dengan mengembangkan teknologi iradiasi makanan yang saat ini sedang dikembangkan oleh BRIN.
Iradiasi makanan adalah metode penyinaran terhadap pangan baik dengan menggunakan zat radioaktif maupun akselerator untuk mencegah terjadinya pembusukan dan kerusakan pangan serta membebaskan dari jasad renik patogen.
“Penelitian ini tidak hanya fokus pada ekstensifikasi, tapi juga intensifikasi. Termasuk sampai pascapanen tadi supaya setelah dihasilkan bisa tahan lama. Contohnya, bawang merah bisa tahan 2-3 bulan, sehingga bisa didistribusikan ke berbagai lokasi tanpa harus jatuh harganya,” tambah Kepala BRIN Laksana Tri Handoko.
Beberapa contoh bahan pangan yang akan menggunakan iradiasi makanan adalah 12 komoditas pangan, di antaranya cabai, bawang merah, hingga telur.
Baca juga: KPK Panggil Stafsus Eks Mentan Syahrul dan Sespri Sekjen Kementan
“Kita harus perbaiki itu semua. Sehingga ke depan kita (Kementan) bersama BRIN bisa menjadi lebih baik,” tutur Arief.
Sebagai informasi, terdapat sejumlah poin penting dalam Perjanjian Kesinergian Penyelenggaran Riset dan Inovasi dalam Mendukung Pembangunan Pertanian, di antaranya: