KOMPAS.com – Kementerian Pertanian (Kementan) menerima tiga penghargaan internasional. Rinciannya dua penghargaan dari Badan Pangan Dunia atau Food and Agriculture Organization (FAO) dan satu penghargaan dari Badan Kesehatan Hewan Dunia atau World Organisation for Animal Health (WOAH).
Terkait dua penghargaan dari FAO, Kementan mendapatkan itu pada puncak peringatan Bulan Bhakti Peternakan dan Kesehatan Hewan Ke-187 di Asrama Haji Donohudan, Boyolali, Jawa Tengah, Jumat (22/9/2023).
Penghargaan pertama diberikan atas kontribusi serta upaya Kementan dalam konservasi dan pengembangan Plasma Nutfah Sapi Bali pada periode 2010-2022.
Adapun penghargaan kedua diberikan atas capaian kinerja Kementan dalam pengendalian Highly Pathogenic Avian Influenza (HPAI) di Indonesia selama lebih dari satu dekade.
Sementara itu, terkait penghargaan dari WOAH, Kementan mendapatkannya karena dinilai sukses mengendalikan penularan penyakit mulut dan kuku (PMK).
Baca juga: Tingkatkan Kesejahteraan Petani, Hilirisasi Pertanian oleh BSIP Didukung Komisi IV
Perwakilan FAO untuk Indonesia dan Timor Leste Rajendra Aryal mengatakan, Indonesia telah memberikan hasil serta kemajuan luar biasa dalam memperkuat sektor kesehatan hewan dan sistem pangan Indonesia.
“Kami berterima kasih kepada Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo (SYL) yang telah menunjukkan kepemimpinan luar biasa,” ujar Rajendra dalam siaran pers yang diterima Kompas.com, Sabtu (23/9/2023)
Rajendra melanjutkan, keberhasilan pengembangan peternakan yang dilakukan Kementan telah membawa sapi Bali menjadi primadona ternak potong di Tanah Air. Begitupun dalam pengendalian penyakit flu burung.
“Indonesia berhasil mendemonstrasikan good practices. Dengan praktik itu, Indonesia memiliki peran besar di kancah global. Praktik yang dijalankan Indonesia perlu dikenalkan secara global,” ucap Rajendra.
Pada kesempatan itu, dia juga menyoroti keberhasilan Indonesia dalam pengendalian penyebaran PMK. Menurutnya, pengendalian PMK tidak mudah. Rajendra bahkan mengibaratkan PMK seperti halnya Covid-19 pada manusia.
Sementara itu, Mentan SYL menyebutkan bahwa keberhasilan Indonesia dalam bidang peternakan tak lepas dari peran berbagai pihak, mulai dari petani dan peternak, petugas, akademisi, hingga pemangku kepentingan lintas sektoral.
Baca juga: Bantu Regenerasi Petani Kopi, CEO Garut Indonesian Coffee Gelar Sekolah Acarya
Lebih lanjut, Mentan SYL mengatakan bahwa dunia, termasuk Indonesia, tengah dihadapkan pada ancaman El Nino dan perubahan iklim yang berdampak pada ketahanan pangan.
“Untuk itu, diperlukan program-program terobosan yang harus dilakukan oleh masyarakat global, termasuk Indonesia,” tegas SYL.
Guna mengantisipasi hal tersebut, Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementan Nasrullah menilai bahwa Indonesia harus menerapkan sistem pertanian terintegrasi dari hulu-hilir, melalui sinergi dengan berbagai pelaku usaha.
Kementan sendiri telah menyusun sejumlah strategi dalam menghadapi krisis pangan dunia.
Pertama, strategi peningkatan kapasitas produksi pangan untuk komoditas daging sapi, kerbau, ayam ras, ayam buras, dan babi.
Kedua, strategi pengembangan pangan substitusi impor, yakni mengganti daging sapi dengan daging domba, kambing, atau itik. Ketiga, strategi peningkatan ekspor, seperti sarang burung walet, ayam, dan telur.
“Kami memberikan perhatian serius pada program peningkatan pangan asal ternak untuk memenuhi kebutuhan pangan masyarakat Indonesia dan dunia,“ imbuh Nasrullah