KOMPAS.com – Kementerian Pertanian (Kementan) melalui Direktorat Jenderal Perkebunan (Ditjenbun) terus berupaya meningkatkan produktivitas sekaligus memaksimalkan potensi pengembangan lahan tebu.
Upaya itu dilakukan untuk mendukung program percepatan swasembada gula nasional sehingga kedaulatan pangan dapat terwujud dan kesejahteraan petani kian meningkat.
Ditjen Perkebunan mencatat produksi gula kristal putih (GKP) pada 2022 sebanyak 2.405.907 ton yang diperoleh dari luas area 488.982 hektar (ha).
Produksi tersebut naik sekitar 2,34 persen dibandingkan produksi GKP pada 2021. Kenaikan jumlah ini disebabkan oleh meningkatnya luas areal dan produktivitas jika dibandingkan dengan 2021. Kini, jumlah tebu digiling meningkat menjadi 9,29 persen dan produktivitas meningkat 3,08 persen.
Direktur Tanaman Semusim dan Tahunan Muhammad Rizal mengatakan, Badan Pusat Statistik (BPS) dan Pusat Data Informasi Kementan telah menyusun estimasi terkait produksi gula pada Rapat Koordinasi Terbatas (Rakortas) Gula pada 2022.
Baca juga: Sejalan dengan Program Kementan, Susi Pudjiastuti Ajak Pemuda Indonesia untuk Bertani
“Disepakati dalam Rakortas Gula pada 2022, untuk Neraca Komoditi Gula Tahun 2023 diperkirakan angka produksi pada 2023 adalah sebesar 2,6 juta ton," ujarnya dalam Pertemuan Taksasi Produksi Awal Giling, Jumat (28/4/2023).
Rizal menjelaskan, pada saat taksasi awal giling saat ini diharapkan sudah dapat ditetapkan angka Taksasi Produksi Awal Giling tahun 2023 yang sudah disepakati seluruh pabrik gula (PG).
Lebih lanjut, Rizal mengatakan, sebanyak 59 PG akan melakukan penggilingan dengan rata-rata musim giling 2023 pada Mei hingga Juni 2023. Namun, beberapa PG sudah melakukan giling sebelum mulai Mei.
Direktur Jenderal Perkebunan Andi Nur Alam Syah menuturkan, tujuan kegiatan Taksasi Produksi Gula Awal Giling untuk mendapatkan data dan informasi yang lengkap, akurat, dan menyeluruh terkait produksi GKP dari pabrik gula (PG) di seluruh Indonesia.
Baca juga: Lewat Pasar Mitra Tani, Kementan Kendalikan Lonjakan Harga Bapok di Medan
Kemudian, kata Andi, pihaknya memperoleh data produksi GKP mulai dari taksasi awal, tengah, dan evaluasi produksi akhir giling dari masing-masing PG Badan Usaha Milik Negara (BUMN) maupun swasta.
“Data tersebut sebagai bahan penyusunan Neraca Komoditas Gula dan sebagai bahan pimpinan dalam pengambilan kebijakan tentang pergulaan nasional pada 2023," jelasnya dalam siaran pers yang diterima Kompas.com.
Berdasarkan perkiraan iklim dari Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), tahun 2023 masih ada sisa dampak la nina, gangguan iklim global akan netral (tidak ada el nino maupun la nina), sehingga diprediksi musim kemarau akan netral atau sama dengan normalnya.
Lebih lanjut, Andi menyampaikan, terdapat beberapa pencegahan melalui early warning yang dapat dilakukan demi menghadapi tantangan tersebut.
Beberapa di antaranya langkah mitigasi dalam pengelolaan dan pengembangan tebu nasional, adaptasi pada penangan pengendali organisme pengganggu tumbuhan (POPT) dan hama penyakit tanaman yang akan berpotensi muncul karena kondisi iklim yang relatif basah pada tiga tahun terakhir.
Baca juga: Tingkatkan Indeks Pertanaman dan Luas Tanam, Kementan Bangun Dam Parit di Banjaran Brebes
Andi berharap ,kegiatan Taksasi Produksi Awal Giling Tahun 2023 berjalan dengan lancar dan semua data terkait dengan produksi tebu dan gula dari masing-masing perusahaan dapat disampaikan kepada Ditjenbun untuk dapat dikompilasikan sehingga tersedia data yang jelas, menyeluruh, dan akurat.
Sementara itu, Sekretaris Ditjenbun Heru Tri Widarto menginginkan agar perkiraan peningkatan angka produksi gula nasional pada 2023 terjadi.
"Arahan Dirjen Perkebunan untuk membentuk gugus tugas investasi gula menjadi bukti keseriusan Kementan untuk meningkatkan angka produksi gula sehingga bisa terjadi swasembada gula," ujar Heru.