KOMPAS.com – Kementerian Pertanian ( Kementan) melalui Direktorat Jenderal Perkebunan (Ditjenbun) melakukan sosialisasi Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang ( Perppu) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja dan Perizinan Berusaha Subsektor Perkebunan.
Sosialisasi itu bertujuan agar seluruh stakeholder memiliki pandangan dan pemahaman yang sama terhadap seluruh peraturan subsektor perkebunan yang terdampak dengan terbitnya Perppu.
Sebagai informasi, Perppu Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja mengubah beberapa norma dalam Undang-undang (UU) Nomor 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan.
Perubahan ini dilakukan karena memberikan dampak yang cukup signifikan terhadap peraturan-peraturan di lingkup subsektor perkebunan.
Baca juga: Pupuk Subsidi Terbatas, Kementan Ajak Masyarakat Manfaatkan 2 Program Ini
Sekretariat Direktorat Jenderal (Ditjen) Perkebunan Heru Tri Widarto mengatakan, perppu tersebut bertujuan untuk memberikan kemudahan perizinan berusaha pada budi daya pertanian skala tertentu.
Menurutnya, perubahan ini sebagai penyederhanaan dalam pertimbangan penetapan batasan luas lahan untuk usaha perkebunan, fasilitasi pembangunan kebun masyarakat sekitar, dan pelepasan varietas perbenihan perkebunan.
“Perppu ini adalah pengganti UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja yang telah mengamanatkan mekanisme penetapan jenis perizinan berusaha di Indonesia dengan menggunakan pendekatan berbasis risiko sebagai solusi penyederhanaan proses perizinan dengan tetap menggunakan sistem online single submission (OSS),” ungkap Heru melalui keterangan persnya, Kamis (9/3/2023).
Hal itu disampaikan Heru saat memberikan sambutan dalam Sosialisasi Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 2 Tahun 2022 di Yogyakarta, Rabu (8/3/2023).
Baca juga: Kementan Beri Skema Kredit Usaha Alsintan dengan Bunga Rendah
Heru menjelaskan, Kementan telah memangkas sejumlah perizinan berusaha, menerapkan konsep kemudahan berusaha, dan memberi perlakuan khusus kepada pelaku usaha mikro kecil menengah (UMKM).
“Namun, kemudahan perizinan berusaha ini akan diimbangi dengan penguatan pengawasan di lapangan, sehingga pelaku usaha dalam menjalankan usahanya tidak melakukan tindakan diluar aturan yang ada,” jelas Heru dalam keterangan pers yang diterima Kompas.com, Kamis (9/3/2023).
“Selanjutnya, sosialisasi ini dilakukan untuk menumbuhkan peran aktif dan partisipasi seluruh stakeholder perkebunan terhadap proses penerbitan regulasi baru subsektor perkebunan,” tambahnya.
Koordinator Organisasi Kepegawaian Hukum dan Hubungan Masyarakat (Humas) Ditjenbum Hadi Dafenta menyampaikan, dalam UU Nomor 39 Tahun 2014, ada 33 pasal dari total 118 pasal yang terdampak UU Cipta Kerja. Salah satunya adalah Pasal 58 yang membahas tentang fasilitas pembangunan kebun masyarakat.
“Pada dasarnya UU Cipta Kerja ini hadir untuk mengatur kemudahan penerbitan perizinan berusaha dan menguatkan pengawasan,” ujar Hadi.
Baca juga: Kementan Gandeng Ombudsman Optimalkan Pengawasan Distribusi Pupuk Bersubsidi
Direktur Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perkebunan Prayudi Syamsuri mengatakan, pengawasan dalam perppu itu dilakukan sesuai dengan kewenangan peraturan perundang-undangan.
“Adapun salah satu kewenangan tersebut adalah bentuk pengawasan pemerintah dalam penilaian usaha perkebunan dan kedepannya perlu memperkuat sistem pengawasan,” ujar Prayudi.
Hal yang sama juga disampaikan Kepala Biro Hukum Kementan Edy Purnomo. Ia mengatakan, Perppu Cipta Kerja merupakan pengganti UU Cipta Kerja yang bertujuan untuk melakukan kemudahan dalam berusaha.
“Selain itu, Perppu Cipta Kerja ini juga memberikan perlindungan usaha pertanian, memberikan kesempatan kerja, meningkatkan devisa negara, dan peningkatan kesejahteraan dengan penyerapan produksi dan pembuatan pasar baru,” kata Edy.