KOMPAS.com – Direktur Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian (PSP), Sarwo Edhy mengatakan, kegiatan cetak sawah seluas 1 juta hektar (ha) saat ini telah terwujud, bahkan berlebih menjadi 1,16 juta ha.
Perlu diketahui, kegiatan cetak sawah ini sesuai nawacita Presiden Joko Widodo dan persiapan Indonesia menuju lumbung pangan dunia pada 2045.
“Saat ini, perluasan areal luas lahan sudah mencapai 900.000 ha. Kami lebih banyak membuka lahan rawa. Perluasan areal sawah yang 1 juta ha tersebut 90 persennya dari optimasi rawa. Untuk saat ini, kegiatan cetak sawah sudah hampir 200.000 ha. Jadi, sudah lebih dari 1 juta ha,” ujar Sarwo Edhy melalui rilis tertulis, Kamis (7/11/2019).
Baca juga: Rayakan HPS 2019, Kementan Beri Bantuan Alsintan Senilai Rp 25 Miliar
Sebagai informasi, kegiatan cetak sawah Kementan terbagi dua bagian.
Pertama, cetak sawah dengan mengubah lahan tidur menjadi sawah. Kedua, optimalisasi lahan, yakni menambah areal luas tanam melalui optimalisasi lahan yang tidak produktif.
Cetak sawah baru dilakukan atas kerja sama dengan TNI di lahan-lahan tidur di luar Jawa, di antaranya Lampung, Sumatera Selatan (Sumsel), Pulau Kalimatan, dan Papua.
Tahun 2015, Direktorat Perluasan dan Perlindungan Lahan, Ditjen PSP telah membuka sawah baru seluas 20.070 ha. Kemudian pada 2016 berhasil mencetak sawah seluas 132.129 ha dan 2017 seluas 60.243 ha.
Tahun 2018, targetnya hanya sekitar 12.000 ha. Sebagai gantinya, Kementan menggarap rawa pasang surut. Lahan pasang surut seperti di Sumatera Selatan dan Kalimantan sudah dioptimalkan sehingga dapat menambah produksi pangan nasional.
Dengan demikian, Kementan melalui Ditjen PSP, dalam kurun waktu tiga tahun, telah berhasil mencetak sawah baru seluas 212.442 ha. Sedangkan, target cetak sawah tahun anggaran (TA) 2018 seluas 12.000 ha.
"Cetak sawah seluas 212.442 ha yang telah berhasil dicetak itu menambah luas baku lahan sawah di tanah air. Minimal akan mampu menambah produksi beras nasional sebanyak 673.326 ton per tahun dengan rata-rata produksi 3 ton per ha.,” jelas Sarwo Edhy.
Secara berkesinambungan, lanjutnya, produksi dan produktivitas tersebut akan bertambah.
Menurut dia, hal ini tidak terlepas dari upaya memberdayakan masyarakat agraris atau bisa disebut juga masyarakat pedesaan di Indonesia sebagai masyarakat yang paling rentan terhadap perubahan budaya.
Baca juga: Kementerian ATR-Kementan Sepakat Perbaiki Data Lahan Baku Persawahan
Sumber daya manusia (SDM) pedesaan umumnya memiliki kemampuan adaptasi terhadap lingkungan yang rendaa sehingga rentan terhadap dampak lingkungan.
“Mereka memang penghasil produk pertanian, tapi segi kualitas dan kuantitas masih sangat terbatas. Hal ini akibat sistem pertanian yang masih subsisten dan daya beli masyarakat pedesaan yang rendah,” ucap Sarwo Edhy
Di tengah semua keterbatasan itu, perlu ada upaya untuk mendorong pengembangan cetak sawah baru yang lebih modern serta memanfaatkan penggunaan alat mesin pertanian ( Alsintan) canggih dalam bercocok tanam.
Pengembangan lahan cetak sawah baru juga harus memenuhi syarat teknis, misal dari sisi agroklimatnya, ketersediaan airnya, unsur hara dan ketersediaan SDM yang mengelola, serta ada sarana dan prasarana, termasuk jalan produksi dan jaringan irigasi.
"Secara hukum, lahan harus clean and clear sehingga perlu dilakukan verifikasi lapangan dalam penentuan kelayakan lahan," jelasnya.