KOMPAS.com - Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan (Disperta) Ponorogo mencatat hingga September 2019, total terdapat 1.671 hektar (ha) lahan pertanian yang mengalami kekeringan. Sebanyak 672 ha di antaranya dipastikan puso.
Rinciannya adalah 260 ha mengalami kekeringan berat, 308 ha kekeringan sedang, dan 390 ha kekeringan ringan.
Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian (Ditjen PSP) Kementerian Pertanian ( Kementan) pun memberikan solusi berupa pompanisasi dan pipanisasi didukung pembuatan embung untuk kebutuhan sumber air.
Tujuannya untuk menyelamatkan potensi lahan persawahan dari potensi kekeringan.
Baca juga: Tanggapan Kementan bagi Petani yang Belum Mendapatkan Pupuk Bersubsidi
Dirjen PSP Kementan Sarwo Edhy mengatakan Kementan membantu pompa air untuk daerah-daerah yang kekeringan seperti di Ponorogo. Permintaan untuk 2019 yang masuk ke Kementan mencapai 20.000 unit pompa.
Langkah serupa diterapkan Ditjen PSP Kementan pada daerah lain di seluruh Indonesia dalam tiga tahun terakhir sebanyak 100.000 mesin pompa air.
"Kami juga mendorong pengembangan embung yang akan diakomodir Kementan dengan syarat harus di lahan desa, lahan pemerintah, atau hibah dari masyarakat," jelas Sarwo Edhy melalui rilis tertulis, Kamis (3/10/2019).
Baca juga: Genjot Percepatan Investasi, Kementan Luncurkan Program Inovasi
Tujuannya, lanjutnya, agar pengembangan embung tidak sia-sia sehingga dapat dimanfaatkan oleh para petani.
"Anggarannya kita bantu melalui Dana Alokasi Khusus (DAK), asalkan lahan yang disiapkan minimal 25x25 meter, kedalaman dua metar di lahan yang aman dan bukan di atas lahan pribadi agar tidak dijual dan dibongkar," kata Sarwo Edhy.
Plt Kepala Disperta Ponorogo Andi Susetyo mengatakan, pompanisasi bisa diakomodir secara mandiri maupun melalui kelompok tani (poktan).
Andi juga turut mendorong sejumlah desa untuk memanfaatkan dana desa untuk membangun jaringan pompa air di lahan pertanian.
Dia menyebut jika mengandalkan bantuan dari pemerintah kabupaten (pemkab), jumlahnya juga terbatas. Solusi lain, kata Andi, petani bisa mengubah pola tanam.
"Jadi ketika kemarau bisa menanam palawija yang tidak sering membutuhkan air atau alternatif lain dengan menggunakan varietas padi yang lebih tahan air,” katanya.