KOMPAS.com – Musim kemarau tak menghalangi produktivitas panen jagung di Kabupaten Nganjuk. Pasalnya, kabupaten yang terletak di Provinsi Jawa Timur itu berhasil berproduksi jagung dengan luas tanam mencapai 31.000 hektar (ha) dan meraup Rp 1 triliun.
Direktur Jenderal (Dirjen) Tanaman Pangam, Kementerian Pertanian ( Kementan) Suwandi mentakan varietas jagung yang dipanen adalah Nakulaa Sadewa (Nasa) SinKembar Tongkol.
"Usaha tani jagung ini cukup menjanjikan, perputarannya bisa mencapai Rp 1 triliun. Hitungannya biaya produksi per ha mencapai Rp 15 juta dengan provitas 9 ton per ha," ujar Suwandi melalui keterangan tertulis, Jumat (6/9/2019).
Jadi, lanjutnya, bila 1 kilogram (kg) jagung butuh biaya produksi Rp 1.600, kemudian harga jualnya Rp 3.800, maka ada sisa keuntungan Rp 2.200 per kg.
Baca juga: Kementan: Perlu Penyediaan Informasi dalam Perluasan Lahan Pertanian
Suwandi menyatakan dengan pendapatan Rp 30 juta per ha ini bila dikalikan dengan luas 31.000 ha maka perputaran bisa mencapai hampir Rp 1 triliun dan keuntungan bersihnya Rp 700 miliar.
Menurut dia, ada sembilan jurus yang dilakukan petani setempat sebagai solusi permanen dalam mengatasi kenaikan harga input dan penurunan harga output (jual).
"Di sisi lain, kami apresiasi atas kerja keras yang telah dilakukan pemerintah daerah dan TNI selama ini," ujarnya.
Terkait harga jagung, Suwandi menuturkan ada solusi permanen dalam mengatasinya. Harga naik atau turun itu bukan penyebab, tetapi sebagai akibat sehingga petani disarankan tidak mempermasalahkan akibat.
"Pemerintah ingin petani menjadi mandiri dengan mencari faktor pembentuk harga sebagai penyebabnya,"ucapnya.
Adapun sembilan jurus solusi yang dilakukan adalah pertama efisiensi input. Caranya dengan menggunakan benih unggul, pupuk organik, pestisida nabati dan hayati buatan sendiri, dan mekanisasi sehingga input lebih murah serta saat harga output jatuh pun masih di atas Break Event Point (BEP).
"Kedua, kemitraan dengan Bulog, industri pakan, maupun peternak rumah tangga. Ketiga, perbaikan sistem logistik melalui tunda jual dan yang keempat melalui resi gudang," beber Suwandi.
Kelima, sebut Suwandi, melalui hilirisasi, serta usaha pasca panen dan olahan untuk meningkatkan nilai tambah.
Baca juga: Kementan Berharap Jabar Dapat Lakukan Percepatan Tanam
Keenam, kelembagaan petani harus naik kelas sehingga petani bersatu membentuk koperasi, Badan Usaha Milik Petani (BUMP), Badan Usaha Milik Rakyat (BUMR), ataupun korporasi.
"Nantinya, kebutuhan input produksi dilayani korporasi, bisa mitra dengan pabrikan, bisa melayani pasar, dan juga melayani kredit," terangnya.
Ketujuh, sambung Suwandi, manfaatkan asuransi. Kemudian kedelapan agar distribusi diperlancar dari petani ke konsumen.
"Terakhir kesembilan, perbaikan struktur tata niaga. Saatnya petani berubah dari price taker menjadi price maker. Memotong rantai pasok, buka pasar langsung, pasar lelang, startup dan lainnya. Kelola secara baik melalui kelembagaan tani dan kemitraan," ungkapnya.
Terkait kemarau, Suwandi menegaskan Kementan tidak tinggal diam dan telah melakukan gerakan sehingga tidak ada sejengkal tanah yang tidak ditanami. Bahkan galengan pun baiknya juga ditanami karena air setetes itu sangat bermanfaat.
"Lantas, bagaimana langkah menghadapi kemarau ini? Yakni jika di daerah kena kemarau tidak ditanam tapi ada sumber air, kami siapkan bahan bakar minyak (BBM), honor operator traktor, dan benihnya. Silakan cari lahannya," jelasnya.
Baca juga: Perbaiki Sistem, Kementan Yakin Angka Ekspor Pertanian Terus Meningkat
Kemudian, kata Suwandi, apabila ada potensi air tanah, manfaatkan dengan sumur dangkal atau sumur pantek. Ia mengatakan Kementan akan membiayai pompanya juga.
"Selanjutnya, apabila terjadi kekeringan yang tidak bisa diatasi dan puso, bisa klaim asuransi, kalau belum ikut segera daftar ke dinas pertanian untuk mendapat benihnya," jelas Suwandi.
Sementara itu, Bupati Nganjuk Novi Rahman berharap, dengan petani menerapkan jurus ini nantinya akan diikuti dengan harga yang bagus. Ia pun berharap Desa Joho digunakan sebagai lokasi uji coba varietas Nasa dan menjadi pilot project dalam mendongkrak produksi serta kesejahteraan petani.
"Kalau ini jadi, maka akan di bawa ke desa lain. Dari pengamatan selama ini hasilnya varietas Nasa bagus. Kelebihannya dibanding varietas hibrida lain, bijinya Nasa lebih banyak dan jika dipipil janggelnya lebih kecil. Tercatat hasil dari Nasa ini bisa mencapai 9 ton per ha. Lebih tinggi dibandingkan hibrida biasa yang sekitar 7-8 ton per ha," imbuhnya.
Di sisi lain, Novi mengingatkan kewaspadaan akan ancaman pertanian seperti menurunnya minat generasi muda, upah tenaga kerja makin mahal, lahan pertanian makin sempit, harga panen tidak stabil, sulitnya air dan menurunnya kualitas lahan.
Solusinya, yakni mengubah mindset menjadi sistem pertanian modern smart farming 4.0.
"Caranya, ada beberapa langkah yaitu dengan bersinergi memberikan varietas unggul, mengurangi obat kimiawi dengan menyehatkan kembali lahan, membuka jalur distribusi saat panen jagung untuk menjaga harga stabil, menyediakan kebutuhan industri, sistem tunda jual, dan terakhir mendorong petani bisa meningkatkan nilai tambah," pungkasnya.