KOMPAS.com - Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Rosan P. Roslani mengatakan kondisi pangan Indonesia saat ini tidak dapat dikategorikan sepenuhnya mengandalkan impor.
Beberapa produksi pangan nasional bahkan mampu surplus.
Rosan beranggapan, saat ini ancaman impor sebetulnya sudah mulai bisa dikurangi jika melihat pada hasil kerja sektor pertanian.
Ia menilai tampak tren sektor pertanian mulai mampu memiliki nilai tambah.
Baca juga: Kementan: Irigasi Perpompaan Punya Manfaat Besar untuk Petani
Misalnya, ekspor pangan Indonesia selama empat tahun terakhir mengalami lonjakan dahsyat seperti terakhir pada 2018, volume ekspor produk pangan menembus angka 42 juta ton.
"Beras nasional pada 2018 terbukti surplus sampai 2 juta ton lebih. Nah bila memang surplus kan tidak perlu impor," ungkap Rosan.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik ( BPS), tahun 2013 jumlah volume ekspor produk pertanian Indonesia adalah 33,5 juta ton.
Kemudian pada 2016 mengalami dua kali kenaikan mencapai 36,1 juta ton dan 40,4 juta ton.
Baca juga: Bappenas: Program Kementan Terbukti Memacu Pertumbuhan Ekonomi Daerah
Begitu juga 2017, ekspor produk pertanian bertambah lagi jumlahnya yakni 41,3 juta ton. Di 2018, ekspor produk pertanian mampu mengukuhkan jumlah sebesar 42,5 juta ton.
Selama periode 2014-2018, jumlah seluruh nilai ekspor produk pertanian Indonesia berhasil mencapai Rp 1.957,5 trilliun dengan akumulasi tambahan Rp 352,58 triliun.
BPS juga mencatat bahwa nilai Pendapatan Domestik Bruto (PDB) pertanian sejak 2014-2018 mengalami peningkatan.
Dari data BPS pada 2017 dan 2018, PDB sektor pertanian menyumbang 3,7 persen sehingga mampu melampaui target nasional yaitu 3,5 persen.
Melejitnya PDB sektor pertanian tersebut, menurut BPS disebabkan salah satunya capaian ekspor komoditas yang baik sehingga berpengaruh ke perekonomian negara.
Baca juga: Kekeringan Lahan, Petani Tak Risau Berkat Asuransi dari Kementan
Meskipun harus diakui, masih ada juga kebutuhan pangan nasional yang bergantung impor.
Namun, menurut Rosan, kebijakan tersebut harus dipahami tujuan penyebabnya.
"Jika memang stok pangan dalam negeri kurang, ketimbang menimbulkan gejolak di masyarakat, harga tinggi, membuat ekonomi tidak stabil, maka impor pangan tetap diperlukan," ujar Rosan.
Kendati, kata Rosan, impor pangan juga jangan sampai jumlahnya berlebihan, sebab harus ditambahkan juga dengan stok produksi pangan lokal yang ada.
"Juga tidak dilaksanakan di saat musim panen raya petani karena bakal merugikan petani, menggerus pendapatan hasil mereka," tutup Rosan.