KOMPAS.com - Musim kemarau pada tahun ini diketahui datang lebih awal (April) dari biasanya. Hal ini juga bisa berdampak pada lebih panjangnya musim kemarau yang dirasakan di seluruh wilayah Indonesia.
Salah satunya di Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah. Petani di sana pun merasakan bahwa musim kemarau panjang ini bisa saja mengakibatkan gagal panen bagi tanamannya.
Untuk mengantisipasi hal itu terjadi, Pemerintah Daerah (Pemda) Boyolali pun punya cara khusus untuk mengantisipasinya, yakni dengan pembuatan sumur pantek dan sumur dalam.
Kepala Bidang Tanaman Pangan, Dinas Pertanian Kabupaten Boyolali Supardi mengatakan, petani bisa memanfaatkan sumur pantek dan sumur dalam yang sudah disiapkan di sejumlah kecamatan.
Baca juga: Cegah Kekeringan, Kementan Fokus Optimalisasi Pemanfaatan Sumber Air
"Padi yang ditanam pun harus tahan kekeringan seperti jenis Cibagendit,” katanya melalui rilis tertulis, Kamis (18/7/2019).
Selain itu, lanjut Supardi, petani bisa memanfaatkan pompa air kalau di daeranya memang ada potensi sumber air yang bisa dimanfaatkan untuk tanam padi atau palawija di musim kemarau tahun ini.
“Kalau ada waduk, airnya bisa disedot (seperti Waduk Cengklik) untuk mengairi sawah di sejumlah kecamatan, seperti di Nagasari,” papar Supardi.
Bahkan, air Waduk Cengklik ini masih bisa dimanfaatkan untuk mengisi air Waduk Tirtoyoso di Solo.
Menurut Supardi, sumur pantek yang kedalamannya 20 meter juga sudah disiapkan di setiap kawasan pertanian.
Baca juga: Atasi Dampak Kekeringan, Kementan Gandeng 200 Personel TNI
Begitu juga sumur dalam (kedalamannya 200 meter) pun sudah disiapkan di sejumlah kawasan pertanian di Kecamatan Nagasari, Simo, dan Sambi.
“Pada 2018 kami sudah siapkan pompa air di 19 kecamatan sebanyak 131 unit dan pada 2019 ada tambahan pompa air dari provinsi sebanyak 11 unit,” ujar Supardi.
Supardi juga mengatakan, sumur pompa yang disiapkan tersebut diharapkan mampu membantu petani mengantisipasi musim kemarau tahun ini.
“Jadi, jauh-jauh hari kami sudah lakukan antisipasi. Meskipun kami berharap segera turun hujan supaya dampak kekeringan tahun ini tak bertambah luas,” jelas Supardi.
Lebih lanjut, Supardi menuturkan dari sekitar 22.000 hektar (ha) lahan pertanian di Boyolali, per Juni 2019 sudah seluas 1.305 ha sawah terdampak kekeringan.
Baca juga: 100 Kabupaten dan Kota Alami Kekeringan, Kementan Lakukan Mitigasi
Jumlahnya terdiri dari 16 ha (kekeringan ringan), 350 ha (kekeringan berat), dan seluas 939 ha (lahan pertanian puso atau sama sekali tak bisa ditanami).
"Agar tak menambah lahan pertanian yang puso, kami imbau petani supaya tak menanam padi apabila memang sumber airnya sudah tak memungkinkan,” kata Supardi.
Sebagai informasi, belum lama ini tim Kementan sudah turun langsung ke sejumlah lokasi yang mengalami kekeringan di Boyolali.
Tim melihat langsung kondisi meluasnya kekeringan yang melanda sejumlah lahan pertanian di Boyolali.
Sejumlah daerah yang mengalami kekeringan berat umumnya berada di Boyolali bagian Utara. Di antaranya Kecamatan Kemusu, Ngandong, Klego, Simo, dan Wonosegoro.
Baca juga: Atasi Musim Kemarau, Kementan Terjunkan Tim Penanganan Kekeringan
Selain itu, terdapat pula sejumlah kecamatan di Boyolali yang sudah terdampak puso, seperti di Kecamatan Sambi, Klego dan Karanggede .
“Sejumlah kecamatan di Boyolali bagian utara ini tadah hujan. Meskipun lokasi sejumlah kecamatan di Boyolali bagian utara dekat dengan Waduk Kedung Ombo, tapi irigasinya tak sampai di sejumlah kecamatan tersebut,” papar Supardi.
Sedangkan beberapa kecamatan di Boyolali yang mengalami kekeringan ringan umumnya berada di Boyolali bagian selatan. Seperti, Kecamatan Ngemplak, Mojosongo, Sawit, Banyudono, Ngemplak, dan Nogosari.
Direktur Jenderal Prasarana Sarana Pertanian (PSP) Kementan, Sarwo Edhy mengatakan, pemasangan pompa dan pipanisasi merupakan langkah agar tidak ada lahan pertanian yang gagal panen untuk meminimalisasi kerugian petani.
Apalagi petani di Kabupaten Boyolali mayoritas menanam padi.
"Kekeringan tanaman padi di Boyolali ini disebabkan oleh kondisi iklim di mana musim kemarau maju dan masa tanam mundur," kata Sarwo Edhy.
Selama tiga tahun atau tepatnya sejak 2016 hingga 2019, irigasi perpompaan untuk tanaman pangan telah dibangun sebanyak 2.358 unit.
Sementara untuk kebutuhan tanaman hortikultura dan peternakan masing-masing telah dibangun 429 unit dan 322 unit.
Baca juga: Antisipasi Banjir, Pemkot Palembang Tambah Pompanisasi di Kolam Retensi
Sarwo Edhy mengatakan, dampak dari pembangunan irigasi perpompaan untuk mendukung tanaman pangan diharapkan dapat meningkatkan indeks pertanaman (IP) 0,5.
Dari 2.358 unit irigasi perpompaan yang telah dibangun, bila masing-masing unit dapat mengairi seluas 10 ha, maka luas lahan yang dapat diairi saat musim kemarau seluas 47.160 ha.
"Bila peningkatan IP 0,5 dapat dicapai, maka akan didapat penambahan luas tanam seluas 29.780 ha. Dampak selanjutnya diperoleh peningkatan produksi sebanyak 154.850 ton," tutup Sarwo Edhy.