KOMPAS.com - Produksi komoditas hortikultura Indonesia dari tahun ke tahun terus meningkat.
Menurut catatan Badan Pusat Statistik (BPS), sepanjang 2018 produksi buah-buahan mencapai 21,5 juta ton, sayuran 13 juta ton, tanaman hias 870 juta tangkai, dan tanaman obat mencapai 676 ribu ton.
Sementara itu, kinerja volume ekspor hortikultura pada 2018 mencapai 435 ribu ton, naik 10,36 persen dibanding 2017 sebanyak 394 ribu ton.
Kendati demikian, Direktur Jenderal (Dirjen) Hortikultura Suwandi mengatakan peningkatan produksi tersebut harus diimbangi dengan penguatan sistem pemasarannya.
Baik untuk memenuhi kebutuhan domestik, maupun untuk memperluas ceruk pasar ekspor.
Baca juga: Ekspor Pertanian Ke Spanyol Naik, Hasil Positif Neraca Perdagangan Indonesia
“Butuh penguatan market intelligence dan diplomasi perdagangan internasional untuk bisa mendobrak pasar dunia. Harus lebih cerdik dan progresif, jangan terlalu konservatif dalam mendorong protokol ekspor,” imbuh Suwandi.
Ia juga menegaskan, saat ini produk hortikultura Indonesia tengah bersaing dengan negara-negara tetangga seperti Malaysia, Thailand, Filipina, dan Vietnam.
Beberapa komoditas ekspor Indonesia yang sudah banyak mengisi pasar ekspor antara lain nanas, pisang, jambu biji, mangga, manggis, durian, kobis, bawang merah, kunyit, kapulaga, dan berbagai jenis tanaman hias.
“Indonesia sudah ekspor lebih dari 113 negara. Tren ekspor juga meningkat," kata dia.
Khusus untuk pasar ekspor buah ke China, imbuh dia, masih perlu dipacu lagi.
Baca juga: Ekspor Pertanian Naik, Petani Makin Sejahtera
Pasalnya, Indonesia baru bisa memasukkan lima komoditas buah, yaitu pisang, salak, lengkeng, manggis, dan buah naga.
Sesuai arahan Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman, Kementerian Pertanian ( Kementan) terus memperbaiki sistem distribusi, logistik, dan pemasaran produk hortikultura.
Asal tahu saja, Direktorat Jenderal (Ditjen) Hortikultura sudah mengembangkan aplikasi bernama "Sartika" untuk menghubungkan produsen, pelaku, pemasar, hingga lembaga sertifikasi.
"Saat ini juga tengah dibangun pusat grosir hortikultura modern di Sidoarjo yang mengoneksikan antara hasil pertanian dan konsumen strategis seperti perhotelan, restoran, koki, perusahaan katering, tokoh buah modern, supermarket, grosir," kata Suwandi.
Bahkan, pusat grosir itu langsung terhubung dengan pasar ekspor dengan membangun warehouse dan wholesale produk Indonesia di Singapura, Malaysia, China, Hongkong, dan Jepang.
Sementara itu, Guru Besar Ekonomi Pertanian Institut Pertanian Bogor (IPB) M. Firdaus mengatakan, pemerintah harus tetap fokus menggarap komoditas hortikultura tertentu yang strategis.
Hal ini utamanya untuk menggebrak dan menguasai pasar ekspor.
"Permintaan dunia ke depan masih terus meningkat untuk produk pertanian primer dan hasil olahannya, khususnya hortikultura," ujar Firdaus dalam permyataan tertulis, Sabtu (13/7/2019).
Firdaus pun menekankan untuk lebih menguasai pasar global. Pengembangan buah dan sayur harus lebih fokus pada peningkatan kualitas dan persaingan harga.
Sementara itu, untuk tanaman hias dan obat fokus pada kuantitas dan kontinuitas produksi.
Baca juga: Pantau Sentra Hortikultura Boltim, Kementan Siap Bantu Fasilitas Petani
Namun demikian, sambungnya, persaingan dagang di tingkat global dan regional kini semakin ketat.
Selain penurunan tarif, pemenuhan tuntutan non-tarif serta blok dagang regional bisa mempengaruhi daya saing ekspor produk pertanian khusunya hortikultura.
"Jadi penting kita mengetahui karakteristik konsumen dan potensi TBT (Technical Barrier to Trade) negara tujuan,” ujar dia.
Oleh karena itu, Firdaus menyebutkan konsep kawasan buah Satu Desa Satu Varietas (One Village One Variety bagus dikembangkan supaya pengendalian mutu, harga, dan kuantitas bisa lebih mudah dilakukan.
Dengan konsep ini, pemerintah wajib menyiapkan benih yang berkualitas, kalau perlu dibagikan secara gratis kepada masyarakat dalam skala ekonomi tertentu.
"Sistem logistik hortikultura seperti yang sudah ada untuk beras dan jagung selayaknya juga dibangun," kata dia.
Direktur Government Relations and External Affair PT Great Giant Pineapple (GGP) Lampung Welly Soegiono mengatakan, pemetaan pasar dan kemitraan dalam pengembangan hortikultura nasional juga penting untuk dilakukan.
Ia menekankan, produksi hortikultura harus berorientasi pasar supaya petani mendapat kepastian harga dan pemasaran.
Perencanaan produksi hortikultura pun harus berbasis kebutuhan pasar, bukan sebaliknya.
"Kami di GGP sudah mengembangkan kemitraan berbasis corporate shared value dimana kami tidak hanya berperan sebagai off-taker," ujar Welly.
Namun, lanjut Welly, pihaknya selalu melakukan pendampingan bagi petani mulai dari penanaman, perawatan, panen, pengepakan, distribusi, hingga pemasarannya.