KOMPAS.com - Kementerian Pertanian ( Kementan) menganggarkan Rp 163,2 miliar untuk asuransi pertanian tahun 2019.
Anggaran tersebut dikucurkan untuk Asuransi Usaha Tani Padi (AUTP) Rp 144 miliar dan Asuransi Usaha Ternak Sapi (AUTS) atau Kerbau (AUTK) Rp 19,2 miliar.
Dirjen Prasarana dan Sarana Pertanian (PSP) Kementan Sarwo Edhy mengatakan, program asuransi ini dimulai sejak tahun 2015 dengan besaran premi Rp 180.000 per hektar (ha).
Dari jumlah premi itu, petani hanya bayar 20 persen atau Rp 36.000 per ha, sedangkan 80 persen sisanya dibayarkan pemerintah (subsidi).
“Adapun nilai pertanggungannya sebesar Rp 6 juta per ha. Program ini untuk melindungi petani dari gagal panen,” kata Sarwo Edhy di Jakarta, Jumat (21/6/2019), seperti dalam keterangan tertulisnya.
Dasar hukum pemerintah meluncurkan program asuransi pertanian adalah Undang-undang (UU) Nomor 19 Tahun 2013 tentang Perlindungan Petani.
Dalam UU itu, penerima manfaat AUTP adalah petani atau penggarap dengan lahan maksimal 2 ha.
"Lokasinya diprioritaskan di daerah sentra produksi padi, ungkap Sarwo.
Sementara itu, AUTS adalah perlindungan bagi peternak sapi indukan produktif, dengan jangkauan ganti rugi atas sapi yang mati maupun hilang.
Untuk AUTS dan AUTK, pada saat dimulai tahun 2016, besaran premi ditetapkan Rp 200.000 per ekor.
Jumlah tersebut terdiri atas premi swadaya sebesar 20 persen atau Rp40.000 per ekor. Sedangkan 80 persen sisanya atau Rp 160.000 per ekor merupakan premi subsidi. Nilai pertanggungan ditetapkan sebesar Rp 10 juta per ekor.
Target AUTP tahun 2015 adalah 1 juta ha dan terealisasi 233.500 ha dengan klaim 3.482 ha. Sedangkan tahun 2016, dengan target 500.000 ha, terealisasi 307.217 ha dan klaim 11.107 ha.
Pada 2017, target dibidik 1 juta ha, terealisasi 997.961 ha dengan klaim 25.028 ha. Kemudian tahun 2018, target dipatok 1 juta ha, terealisasi 806.200 ha dan klaim 10.754 ha.
Adapun untuk AUTS dan AUTK, pada 2016 ditargetkan menjangkau 120.000 ekor. Namun terealisasi 20.000 ekor dan jumlah klaim 697 ekor.
Kemudian tahun 2017 target mencapai120.000 ekor, dan yang terealisasi 92.176 ekor dengan klaim 3.470 ekor.
Lalu, pada 2018, ditargetkan sebanyak 120.000 ekor, terealisasi 88.673 ekor, dengan klaim mencapai 1.736 ekor.
“Untuk tahun 2019, kami targetkan AUTP menjangkau 1 juta ha," kata Sarwo
Hingga Mei 2019, Sarwo mengatakan yang telah terealisasi sudah 7,67 persen atau 76.702,12 ha. Dengan realisasi bantuan premi 80 persen mencapai Rp 2.820.761.280 atau 19.588,62 ha.
Meski demikian, Sarwo memprediksi target 1 juta ha tersebut akan tercapai. Pasalnya, sekarang pendaftaran sudah online dengan Sistem Informasi Asuransi Pertanian (SIAP).
"Sistem dalam jaringan ini mempermudah petani untuk ikut program asuransi usaha tani maupun usaha ternak,” katanya.
Sementara itu, untuk AUTS dan AUTK pada 2019, ditargetkan menjangkau 120.000 ekor. Dari target itu yang terealisasi baru 7.553 ekor, dengan bantuan subsidi 80 persen dari premi telah mencapai Rp1.118.480.000.
Sarwo Edhy juga mengatakan, sejak program AUTP dan AUTS atau AUTK diluncurkan minat petani ikut asuransi terus meningkat.
Namun demikian, Kementan terus berupaya memperbaiki kendala yang ada.
Salah satu kendala yang ditemukan soal Nomor Induk Kependudukan (NIK).Pasalnya, satu NIK digunakan untuk beberapa nama petani.
Di samping itu, masih ada pula petani yang mendaftar lebih dari dua hektar per musim tanam.
"Hal ini mengakibatkan pendaftaran target asuransi tidak tercapai," tegas Sarwo.
Dia mencontohkan, untuk AUTS dan AUTK target tahun 2019 sebanyak 120.000 ekor. Namun yang sudah terealisasi 65.472 ekor.
Demikian juga AUTP baru mencapai sekitar 276.450,5 ha dari target 1 juta ha.
Untuk itu, Kementan memberikan rangsangan kepada petugas lapangan berupa hadiah sepeti, sepeda motor, handphone, bahkan kompensasi umroh bagi mereka yang dapat merealisasikan pendaftaran 10.000 ha AUTP.
Selain kendala di atas, masih banyak petugas lapangan yang belum memahami pendaftaran melalui aplikasi SIAP.
Tidak sedikit pula petugas dinas kabupaten yang belum dapat mengunggah SK DPD ke aplikasi SIAP.
Dirjen PSP berharap, Kelompok Kerja (Pokja) asuransi pertanian dapat kerja maksimal, sehingga dapat memberikan rumusan lebih baik untuk dijadikan kebijakan dalam program asuransi.
“Hal penting dari Pokja adalah kebijakan yang membantu petani untuk mengatasi kerugian akibat gagal panen,” tegas Sarwo.