KOMPAS.com - Kementerian Pertanian ( Kementan) terus menggencarkan program-program yang membantu produktivitas petani.
Salah satunya adalah program pengembangan Pertanian Korporasi Berbasis Mekanisasi (PKBM).
Direktur Alat Mesin Pertanian (Alsintan) Andi Nur Alam Syah mengatakan, salah satu bagian PKBM, yakni aplikasi Usaha Pelayanan Jasa Alsintan (UPJA) Smart Mobile yang sudah diluncurkan tahun lalu di Jawa Tengah.
Dengan adanya aplikasi tersebut, petani akan lebih mudah untuk menyewa alsintan dengan sistem online, baik traktor ataupun combine harvester.
"Kami sudah uji coba di lima lokasi untuk pengembangan mekanisasi berbasis korporasi. Nantinya tiap UPJA difasilitasi Smart Mobile. Jadi ke depan ada Go-Jek Alsintan. Saat ini kami terus berupaya memperbaiki sistemnya," tutur Andi di Jakarta, sesuai rilis yang Kompas.com terima, Senin (3/6/2019).
Sementara itu, Dirjen Prasarana dan Sarana Pertanian (PSP) Sarwo Edhy menjelaskan, PKBM tak hanya memiliki satu program, melainkan meliputi pembuatan gudang alsintan, legalisasi struktur organisasi, pelatihan manajemen, dan penetapan petugas pendamping lapangan.
"Kegiatan ini sudah ada percontohannya di lima lokasi, seperti di Kabupaten Tuban (Jawa Timur), Sukoharjo (Jawa Tengah), Konawe Selatan (Sulawesi Utara), Barito Kuala (Kalimantan Selatan), dan Kabupaten Ogan Komering Ilir (Sumatera Selatan)," kata Sarwo.
Sampai saat ini, menurutnya Ditjen PSP telah menyalurkan bantuan alsintan tidak kurang dari 350.000 unit.
Bantuan tersebut terdiri dari traktor roda dua, traktor roda empat, pompa air, rice transplanter, cooper, cultivator, ekskavator, hand sprayer, implemen alat tanam jagung, dan alat tanam jagung semi manual.
Sebagai informasi, pada 2015 alsintan yang disalurkan sebanyak 54.083 unit, pada 2016 sebesar 148.832 unit, 2017 sekitar 82.560 unit, dan 2018 sebanyak 112.525 unit.
Alsintan tersebut telah diberikan kepada kelompok tani atau gabungan kelompok tani, UPJA, dan brigade alsintan.
"Bantuan alsintan itu merupakan yang terbesar sepanjang sejarah Indonesia," ujarnya.
Sarwo menjelaskan, ada beberapa alasan pemerintah mendorong mekanisasi pertanian, di antaranya luas lahan pertanian makin menyusut.
Diperkirakan, konversi lahan mencapai 110.000 hektar (ha) per tahun, usaha tani belum efisien, dan kehilangan hasil masih cukup tinggi.
Selain itu, menurutnya tenaga kerja petani juga makin berkurang. Apalagi, di sisi lain generasi muda banyak yang tidak mau terjun ke usaha tani karena alasan kotor dan panas.
"Karena faktor-faktor itu kami ingin dengan alsintan mengubah mindset petani, dari bertani secara tradisional ke modern. Kami juga ingin usaha tani menjadi lebih efisien," katanya.
Sarwo mencontohkan, jika pengolahan lahan menggunakan tenaga manusia (cangkul), maka dalam 1 ha sawah diperlukan 30 - 40 orang, lama pengerjaannya 240 - 400 jam per ha, sedangkan biayanya mencapai Rp 2 juta - Rp 2,5 juta per ha.
Sementara itu, dengan alsintan (traktor tangan) hanya diperlukan tenaga kerja 2 orang, jumlah jam kerja hanya 16 jam per ha dan biayanya Rp 900.000 - Rp 1,2 juta per ha.
Hal tersebut juga berlaku saat panen. Jika menggunakan alsintan hanya perlu 3 jam sudah selesai, sedangkan jika menggunakan tenaga manusia perlu waktu 1 minggu.
"Keuntungan lainnya adalah saat tanam bisa serentak, karena pengolahan lahan bisa cepat sehingga petani bisa tanam 3 kali setahun," tutup Sarwo.