KOMPAS.com - Pengairan menjadi persoalan utama dalam mengelola lahan rawa. Pasalnya, saat musim hujan air kadang berlebih. Sebaliknya saat musim kemarau lahan rawa menjadi kering.
Akibatnya para petani di lahan rawa hanya menanam padi satu kali dalam setahun untuk menghindari musim penghujan. Hal ini dibenarkan Dirjen Prasarana dan Sarana Pertanian (PSP), Kementerian Pertanian, Sarwo Edhy.
"Selama ini petani di lahan rawa cukup puas hanya melakukan pertanaman padi satu kali dalam setahun. Alasan utamanya adalah saat musim hujan (rendeng), areal pertanian selalu tergenang air," kata dia seperti dalam keterangan tertulisnya, Senin (29/4/2019).
Sarwo sendiri mengatakan itu saat Diskusi Program Serasi, Solusi Meningkatkan Produksi Pangan yang digelar Forum Wartawan Pertanian (Forwatan) di Jakarta, Rabu (24/4/2019).
Karena itu, menurut Sarwo, prinsip dalam pengelolaan lahan rawa adalah tata kelola irigasi. Dengan prinsip tersebut, maka petani dapat mengatasi kekurangan air (air baku pertanian) pada saat musim kemarau.
Begitu juga saat musim hujan bisa membuang kelebihan air, sehingga mampu memproteksi lahan dari genangan banjir saat musim hujan.
“Jadi secara operasional bisa melakukan sirkulasi untuk mengatasi masalah kualitas air,” kata Sarwo.
Untuk mengatasi permasalahan pengairan, pemerintah pun melakukan survei investigasi desain (SID) sederhana terhadap potensi lahan rawa dan rehabilitasi jaringan irigasi.
“Kami lebih banyak bergerak di jaringan tersier, karena untuk irigasi sekunder dan primer ada Kementerian PUPR. Kami di jalur seusai peraturan yang ada seperti diamanatkan Kementan,” katanya.
Untuk tata kelola air ini, ungkap Sarwo, pemerintah melakukan perbaikan dan pembangunan polder melalui upaya penambahan tinggi polder atau tanggul besar, sedangkan tanggul kecil membuat pembatas lahan.
“Kami pun merehabilitasi dan normalisasi saluran irigasi tersier, saluran pembagi, storage atau kolektor, dan saluran pembuang (drainase),” ujarnya.
Pemerintah juga memberikan bantuan pompa air, pengadaan pipa/gorong gorong, pengolahan lahan, dan bantuan alat dan mesin pertanian.
“Melalui tanaman pangan, kami bantu sarana produksi, benih, pupuk, dolomit dan herbisida,” tambah Sarwo.
Sementara itu, Setditjen Tanaman Pangan, Bambang Pamudji mengatakan, pihaknya lebih banyak pada kegiatan bantuan saran produksi seperti benih, pupuk dan dolomit herbisida. Tiap hektar lahan rawa mendapatkan bantuan benih 80 kilogram(kg) per hektar (ha).
Jumlah tersebut lebih banyak dari budidaya di lahan irigasi, karena pola tanamnya sistem tebar. Sedangkan untuk bantuan dolomit sebanyak 1.000 kg per ha dan herbisiada 5 liter per ha.
“Benih yang kami berikan sesuai jenis dengan kondisi rawanya. Dolomit yang memiliki kekasaran 80, sedangkan herbisida yang biasa di lahan rawa,” pungkasnya.