KOMPAS.com - Pemerintah melalui Kementerian Pertanian ( Kementan) terus mendorong peningkatan daya saing daerah melalui peningkatan produktivitas komoditas unggulan daerah.
Direktur Jenderal Perkebunan Kementan, Kasdi Subagyono mengatakan peningkatan produktivitas dan kualitas komoditas tersebut bisa dicapai melalui pengembangan komoditas berbasis kawasan.
Kasdi Subagyono mengatakan hal tersebut saat memberikan paparannya pada Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Kabupaten Sarolangun di ruang Pola Utama Kantor Bupati Sarolangun, Jambi Senin (25/3/2019).
Menurut Kasdi, peningkatan daya saing komoditas unggulan tidak lepas dari seberapa efisien produk tersebut dihasilkan.
"Ketika bicara daya saing, kita sering terjebak hanya pada kualitas. Padahal kalau kita lihat kenapa produk-produk negara lain yang bisa bersaing di pasar global, kuncinya adalah mereka memproduksi produk-produk tersebut dengan sangat efisien," ungkapnya.
Efisiensi itulah, lanjut Kasdi, yang belum ada pada pembangunan pertanian di Indonesia. Hasil-hasil pertanian masih tersebar dan sulit untuk dihimpun.
"Dahulu, berapa pun daerah mengajukan, apakah 5 hektar (ha) atau 10 ha, itu langsung dipenuhi oleh pemerintah pusat. Dampaknya produk pertanian tersebar di seluruh Indonesia," tambah Kasdi.
Hal tersebut membuat pihak industri kesulitan untuk memenuhi kebutuhannya. Jika bisa pun, pihak industri harus mengeluarkan tambahan biaya transportasi yang membuat proses produksi menjadi tidak efisien dan serapan hasil pertanian juga rendah.
Untuk mengatasi masalah tersebut, Kementan, papar Kasdi, telah mengeluarkan peraturan Menteri Pertanian (Permentan) terkait pembangunan kawasan atau cluster pertanian berbasis korporasi.
"Dengan pengembangan pertanian berbasis cluster ini, kami akan fokus pada satu kawasan sehingga lebih mudah mengelolanya, mudah membinanya, dan lebih mudah mendapatkan hasil yang masif," tambahnya.
Pengelolaan pertanian berbasis kawasan juga akan menurunkan biaya produksi. Dampaknya, menurut Kasdi, produk yang dihasilkan bisa lebih murah sehingga bisa bersaing di pasar internasional.
Oleh karena itu, Kasdi juga mendorong Kabupaten Sarolangun untuk bisa mengembangkan petanian berbasis kawasan, sesuai dengan potensi daerah.
"Daerah Sarolangun ini memiliki potensi lahan perkebunan karet dan sawit yang cukup besar, sehingga kami harapkan ini bisa dikembangkan sesuai konsep pembangunan pertanian berbasis kawasan," ucapnya.
Baca juga: Di Jambi, Kementan Salurkan Bantuan untuk Petani Karet
Sebelumnya, Bupati Sarolangun, Cek Endra dalam sambutannya mengungkapkan bahwa pihaknya sengaja mengundang pejabat dari pusat untuk memberi masukan terhadap program yang direncanakan pemerintah daerah.
"Sengaja kami mengundang Direktur Jenderal Perkebunan untuk memberi masukan untuk mengembangkan potensi daerah yang kami miliki, salah satunya potensi perkebunan karet dan sawit rakyat. Kami mohon juga masukan bagaimana mengatasi harga karet yang saat ini harganya jatuh," papar Bupati.
Terkait upaya pemerintah untuk meningkatkan harga sawit, Kasdi mengungkapkan pemerintah telah mengupayakan peningkatan serapan karet rakyat dengan memanfaatkan karet sebagai campuran aspal untuk membangun jalan.
"Presiden Joko Widodo, waktu di Sumsel telah memerintahkan Kementerian PUPR untuk menggunakan karet sebagai campuran aspal untuk membangun jalan," jelasnya.
Kementerian Pertanian, tambah Kasdi, juga telah mengusulkan kepada Kementerian Dalam Negeri agar jalan provinsi dan kabupaten juga menggunakan karet sebagai campuran aspal.
"Kalau jalan nasional kan hanya 47.000 km, tapi kalau semua jalan, termasuk jalan provinsi dan kabupaten panjangnya mencapai 540.000 km, tentu serapan karet masyarakat lebih tinggi lagi,” ucapnya.
Melalui program ini, Kementerian PUPR dan PTPN membeli karet dari petani melalui Unit Pengolahan dan Pemasaran Bokar (Bahan Olahan Karet) atau UPPB dengan harga di atas Rp 9 ribu per kg. Harga tersebut berpotensi naik sesuai dengan kualitas karet yang dihasilkan.
Pemerintah juga terus mendorong peningkatan serapan karet oleh dunia Industri. Data dari Gabungan Perusahaan Karet Indonesia (Gapkindo) menyebutkan baru 60 persen dari kapasitas produksi crumb rubber yang dimanfaatkan.
“Jadi ada 40 persen kapasitas produksi yang iddle, jika bisa dimaksimalkan tentu serapan karet dalam negeri akan leboh banyak lagi,” tambah Kasdi.
Selain itu, pemerintah juga telah menginisiasi kerja sama dengan negara-negara penghasil karet dunia untuk melakukan pengendalian pasokan karet di dunia. Hal ini bertujuan agar ketersediaan karet dunia tidak berlebih yang menyebabkan harga terus jatuh.
Baca juga: Naikan Harga Karet, Indonesia Ajak Thailand dan Malaysia Kurangi Ekspor