Agar Petani Tak Ketergantungan Pupuk Anorganik

Kompas.com - 14/03/2019, 09:03 WIB
Sri Noviyanti

Editor

KOMPAS.com – Dampak penggunaan pupuk anorganik yang menjadikan kesuburan tanah terganggu mulai dirasakan banyak petani. Masalahnya, saat ini banyak petani yang sudah ketergantungan pupuk anorganik.

Melalui sensus Pertanian Badan Pusat Statistik (BPS) pada 2013, petani yang menggunakan pupuk anorganik mencapai 86,41 persen. Sementara, penggunaan pupuk berimbang (organik dan anorganik) hanya 13,5 persen dan organik 0,07 persen.

Hal itu menunjukkan bahwa petani di Indonesia lebih tertarik menggunakan pupuk anorganik. Padahal di balik itu, ancaman terhadap pertanian Indonesia  di depan mata.

Untuk ‘menyehatkan’ kembali lahan pertanian, satu-satunya cara adalah mendorong petani untuk memakai pupuk organik.

Guna mengatur pupuk organik, Kementerian Pertanian sudah megeluarkan Peraturan Menteria Pertanian (Permentan) No. 70 Tahun 2011 tentang Pupuk Organik, Pupuk Hayati dan Pembenah Tanah.

Upaya pemerintah mendorong penggunaan pupuk organik juga telah memacu tumbuhnya usaha pupuk organik. Sayangnya, di lapangan malah banyak produk pupuk organic yang tidak sesuai standar. Kemudian akhirnya banyak keluhan terhadap kualitas yang beredar di pasaran.

Direktur Pupuk dan Pestisida Kementerian pertanian Muhrizal Sarwani mengakui, selama ini terdapat beberapa kendala dalam pengembangan pupuk organik, baik di tingkat produsen maupun pengguna.

“Misalnya, mutunya masih kurang baik, bahan bakunya juga terbatas, kualitas yang dihasilkan tidak konsisten, banyak mengandung logam berat (terutama yang dari kota). Bahkan dosis penggunaannya yang relatif tinggi, sehingga sulit dalam transportasinya,” ujarnya seperti dalam rilis yang diterima Kompas.com, Rabu (13/3/2019).

Karenanya, untuk melindungi konsumen terhadap kualitas pupuk organik, pemerintah merevisi Permentan No. 70 Tahun 2011 dengan dikeluarkannya Permentan No. 01 Tahun 2019 tentang Pendaftaran Pupuk Organik, Pupuk Hayati dan Pembenah Tanah.

Dengan beleid tersebut, kualitas pupuk organik diharapkan terjamin kualitasnya.

Muhrizal mengatakan, tujuan diaturnya standar pupuk organik, hayati dan pembenah tanah tersebut untuk melindungi masyarakat dan lingkungan hidup.

Dia juga berharap dengan begitu ada peningkatan efektivitas penggunaan pupuk organik dan memberikan kepastian usaha juga kepastian formula pupuk yang beredar.

“Dengan demikian, pupuk (organik, hayati dan pembenah tanah) yang ada dipasaran terjamin mutu dan kualitasnya yang hasil akhirnya adalah meningkatkan produktivitas,” kata Muhrizal.

Untuk melengkapi Permentan No. 01 Tahun 2019, pemerintah saat ini menggodok Keputusan Menteri Pertanian (Kepmentan) mengenai standarisasi proses pembuatannya agar pupuk yang dihasilkan bermutu dan berkualitas.

Sebenarnya standarisasi pupuk organik, hayati dan pembenah tanah sudah tercantum pada tiga peraturan, yakni Permentan No. 01 Tahun 2019, Kepmentan mengenai Persyaratan Teknis, dan Kepmentan mengenai Penunjukan Lembaga Uji Mutu dan Efektivitas. 

“agar sesuai (pas), sekarang kami sedang menggodok Kepmentan mengenai standarisasi pembuatannya,”  kata Muhrizal.

Nah, untuk mendorong petani menggunakan pupuk organik, pemerintah sejak tahun 2017 memberikan bantuan pada petani berupa Unit Pengolahan Pupuk Organik (UPPO). 

“Bantuan UPPO sudah berlangsung sejak 2017 sebanyak 1.500 unit. Sedangkan 2018, alokasinya menjadi 1.000 unit dengan realisasi 987 unit. Adapun tahun 2019 sebanyak 500 unit,” ujar Direktur Perbenihan Tanaman Pangan Kementerian Pertanian M Takdir Mulyana.

Dalam paket bantuan UPPO tersebut, pemerintah memberikan fasilitas berupa rumah kompos, alat pengolahan pupuk organik, ternak dan obat-obatan, kandang komunal dan bak fermentasi, serta pakan ternak dan kendaraan roda tiga. 

“Penggunaan pupuk organik menjadi kewajiban karena mampu meningkatan Indeks Pertanaman (IP). Dengan pupuk organik, berarti memperbaiki unsur hara yang ada dalam tanah,” katanya.

Disambung oleh Direktur Teknik dan Pengembangan PT Petrokimia Gresik Arif Fauzan, pada dasarnya persoalannya bukan hanya masalah kesuburan tanah, melainkan penggunaan pupuk anorganik terutama N (Nitrogen) yang berlebihan juga menyebabkan perubahan iklim. 

Ia mengungkapkan bahwa N yang diserap tanah hanya 50 persen, sisanya menguap ke udara.

Arif menjelaskan, penggunaan pupuk anorganik yang berlebih tentu mempengaruhi kesuburan fisik, kesuburan biologi, dan kesuburan kimia. 

Padahal, idealnya kadar bahan organik di dalam tanah harus lebih dari 5 persen, populasi mikroba di dalamnya lebih dari 105 cfu/g bk, serta tersedianya unsur hara makro dan mikro. Dengan demikian kesuburan ideal akan didapatkan.

 “Sudah terbukti bahwa penggunaan pupuk anorganik terus-menerus dan berlebihan dapat mengurangi kesuburan tanah karena C-Organik di dalam tanah (menjadi) rendah,” katanya. 

Dia juga menilai, penggunaan pupuk anorganik hanya bermanfaat jangka pendek. Apalagi bahan baku pupuk tersebut berasal dari sumberdaya yang tidak dapat diperbarui. 

“Karena itu pengembangan pupuk organik sangat mendesak baik dalam jangka pendek, menengah, dan panjang,” katanya.

 

Terkini Lainnya
Kementan Komitmen Jaga Stabilitas Harga dan Tingkatkan Produktivitas Petani, Pengamat Beri Respons Positif

Kementan Komitmen Jaga Stabilitas Harga dan Tingkatkan Produktivitas Petani, Pengamat Beri Respons Positif

Kementan
Pakar Pangan Universitas Andalas: Kepastian Harga Pemerintahan Prabowo Bikin Petani Senang

Pakar Pangan Universitas Andalas: Kepastian Harga Pemerintahan Prabowo Bikin Petani Senang

Kementan
DJBC Catat Tak Ada Impor Beras dan Jagung, Kinerja Bea Masuk Turun 5,1 Persen

DJBC Catat Tak Ada Impor Beras dan Jagung, Kinerja Bea Masuk Turun 5,1 Persen

Kementan
Kepuasan Petani terhadap Kinerja Kementan Capai 84 Persen

Kepuasan Petani terhadap Kinerja Kementan Capai 84 Persen

Kementan
Mentan: Jika Tidak Ada Aral Melintang, 3 Bulan Lagi Indonesia Swasembada Beras

Mentan: Jika Tidak Ada Aral Melintang, 3 Bulan Lagi Indonesia Swasembada Beras

Kementan
Respons Keluhan Petani Singkong di Lampung, Mentan Amran Siap Kawal Regulasi Tata Niaga

Respons Keluhan Petani Singkong di Lampung, Mentan Amran Siap Kawal Regulasi Tata Niaga

Kementan
Perkuat Ketahanan Pangan, Mentan Amran Gandeng 3 Bupati Sulsel Kembangkan Kopi dan Kakao

Perkuat Ketahanan Pangan, Mentan Amran Gandeng 3 Bupati Sulsel Kembangkan Kopi dan Kakao

Kementan
Beras Nasional Surplus 3,7 Juta Ton, Mentan Amran: Hasil Kerja Keras Petani

Beras Nasional Surplus 3,7 Juta Ton, Mentan Amran: Hasil Kerja Keras Petani

Kementan
Mendag : Ekspor Hortikultura Naik 49 Persen Semester I 2025, Indonesia Tekan Impor dan Tingkatkan Ekspor

Mendag : Ekspor Hortikultura Naik 49 Persen Semester I 2025, Indonesia Tekan Impor dan Tingkatkan Ekspor

Kementan
Sejalan dengan Prabowoisme, Wamentan Dukung Tani Merdeka Indonesia

Sejalan dengan Prabowoisme, Wamentan Dukung Tani Merdeka Indonesia

Kementan
Soal Framing Negatif Mentan Amran, PP KAMMI: Publik Harus Menilai sesuai Fakta dan Data

Soal Framing Negatif Mentan Amran, PP KAMMI: Publik Harus Menilai sesuai Fakta dan Data

Kementan
Lawan Mafia Pangan, Ini Upaya Mentan Jaga Kesejahteraan Petani

Lawan Mafia Pangan, Ini Upaya Mentan Jaga Kesejahteraan Petani

Kementan
Komisi IV DPR RI Apresiasi Mentan Amran, Produksi Pangan Naik hingga Serapan Bulog Capai 4 Juta Ton

Komisi IV DPR RI Apresiasi Mentan Amran, Produksi Pangan Naik hingga Serapan Bulog Capai 4 Juta Ton

Kementan
Harga Beras Turun di 13 Provinsi, Mentan Amran Yakin Stabilitas Berlanjut

Harga Beras Turun di 13 Provinsi, Mentan Amran Yakin Stabilitas Berlanjut

Kementan
Berkat Dukungan Kementan, Panen Padi Gadu di Lampung Timur Menguntungkan Petani

Berkat Dukungan Kementan, Panen Padi Gadu di Lampung Timur Menguntungkan Petani

Kementan
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Rp
Minimal apresiasi Rp 5.000
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com