JAKARTA, KOMPAS.com - Anjloknya harga ayam dalam beberapa waktu terakhir memicu aksi demonstrasi para peternak di depan Istana Presiden pada Selasa (5/3/2019). Perihal itu mendapat tanggapan langsung dari Kementerian Pertanian ( Kementan).
"Tidak ada oversupply Day Old Chicken (DOC). (Hal) ini terjadi semata-mata karena demand yang turun pada bulan ini," kata Direktur Jenderal (Dirjen) Peternakan Kementan I Ketut Diarmita, Rabu (6/3/2019).
Lagi pula, ditambahkan oleh Ketut, siklus penurunan ini biasa terjadi di bulan Maret dari tahun ke tahun.
Mengenai demand atau permintaan, Ketua Tim Analisa Penyediaan dan Kebutuhan Ayam Ras dan Telur Konsumsi Dr. drh. Trioso Purnawarman, M.Si, menuturkan ada banyak faktor yang mempengaruhi.
"Beberapa wilayah itu biasanya tergantung pada kegiatan-kegiatan keagamaan atau kegiatan yang lain. Semua itu (turut) mempengaruhi," tutur Trioso yang juga Wakil Dekan Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor (IPB).
Sementara itu, mengenai kaitannya dengan langkanya jagung seperti yang diberitakan beberapa media, Ketut secara tegas menampiknya.
"Tidak (benar), karena (sebetulnya) saat ini jagung sedang panen raya," ujarnya.
Ketut juga mengungkapkan terkait para peternak yang protes belakang ini adalah para peternak mandiri, bukan peternak mitra.
Peternak mandiri adalah mereka yang tidak memiliki kemitraan. Bagi peternak mandiri, kerugian akan ditanggung per orangan saat harga jatu.
Sebaliknya, berbeda dengan peternak kemitraan dimana harga sudah ditentukan, jadi meski terjadi penurunan tidak akan mempengaruhi harga asli di tingkat peternak.
Sementara itu, untuk mengatasi permasalahan tersebut, Ketut mengatakan bahwa pihaknya telah menyusun sepuluh rancangan hasil rapat internal dengan pejabat terkait di lingkungan Kementan.
Pertama adalah dengan memastikan masing-masing pelaku usaha atau integrator memaksimalkan kapasitas pemotongan di Rumah Potong Hewan Unggas (RPHU) dan kapasitas Cold Storage.
Ketut mengatakan bahwa pasar untuk komoditas unggas di Indonesia saat ini didominasi fresh commodity, sehingga produk mudah rusak.
Oleh karena itu ia berharap hasil usahanya agar tidak lagi dijual sebagai ayam segar melainkan ayam beku, ayam olahan, ataupun inovasi produk lainnya.
Selain itu, Dirjen PKH juga meminta kepada pihak integrator untuk tidak menjual ayam hidup ke pasar tradisonal.
“JIka hal ini dilaksanakan dengan baik, maka harga di peternak (Farm Gate) dapat segera kembali normal," ujarnya.
Kedua, Ditjen PKH menginstruksikan penundaan setting telur ayam tetas atau Hetching Egg (HE) selama satu sampai dua minggu untuk semua perusahaan Parent Stock.
Ketiga, menghimbau para pelaku usaha pembibit untuk meningkatkan kualitas DOC atau anak ayam umur sehari dengan menerapkan sertifikat Standar Nasional Indonesia (SNI).
Keempat, mengimbau para pelaku usaha, terutama integrator untuk memanfaatkan secara optimal peran duta ayam dan telur dalam rangka promosi konsumsi produk unggas serta menggalakkan kampanye konsumsi protein hewani guna mendongkrak konsumsi per kapita per tahun.
“Saya berharap semua pihak perunggasan terutama industri perunggasan terus meningkatkan kampanye tentang pentingnya konsumsi protein hewani," ujar Ketut.
Kelima, mengimbau kepada Pemerintah Daerah (Pemda) untuk melakukan pengaturan dan pengawasan terhadap budidaya ayam ras, mulai dari pendataan peternak hingga populasi di wilayahnya, baik peternak mandiri maupun milik integrator.
Keenam, mengimbau kepada para pelaku usaha (stake holders) agar di tahun berikutnya dapat mengukur jumlah chick-in ayam khususnya pada bulan Januari agar tidak terjadi kejadian yang sama seperti tahun ini dan demi menjaga keseimbangan produksi dan permintaan.
Ketujuh, mulai 1 Maret 2019 Ditjen PKH mewajibkan para integrator menyampaikan laporan produksi DOC setiap bulan melalui pelaporan online, termasuk tujuan pendistribusiannya.
"Dengan begitu nantinya kita akan mengetahui produksi DOC untuk budidaya internal integrator (on farm dan integrasi atau plasma) dan yang didistribusikan ke peternak mandiri," katanya.
Untuk itu pula ia berharap agar para asosiasi peternak unggas untuk segera menyampaikan data peternak mandiri yang menjadi anggotanya, agar jelas yang mana peternak mandiri dan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM).
Kedelapan, Ketut mengatakan Pemerintah juga akan meningkatkan pengawasan terhadap pelaksanaan Permentan No. 32 Tahun 2017 tentang penyediaan, peredaran, dan pengawasan ayam ras.
Mengenai pengawasan, Ketut meminta peran Dinas Provinsi dan Kabupaten atau Kota, dan seluruh pejabat fungsional Pengawas Bibit Ternak, serta fungsional teknis lain untuk melakukan pengawasan di kandang-kandang yang ada.
“Jika diperlukan, kami akan bekali dengan tambahan ilmu sebagai Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS),” imbuh Ketut.
Kesembilan, mengoptimalkan tim analisa dan tim asistensi serta tim pengawasan dalam mendukung pelaksanaan Permentan 32 tahun 2017.
Terkait hal tersebut, Ditjen PKH akan secara periodik menganalisis supply-demand ayam ras dan secara rutin menyelenggarakan pertemuan antara peternak, pemerintah, serta dengan para stakeholders ayam ras terkait.
Selanjutnya, langkah kesepuluh, Kementan mengimbau agar para perusahaan integrator terus meningkatkan ekspornya.
Ketut menyebutkan bahwa saat ini kondisi produksi daging ayam nasional, baik dalam bentuk DOC maupun produk olahan sudah swasembada. Hal ini tentunya harus terus dipertahankan dan digenjot terus demi meningkatkan ekspor.
Selain itu ia juga meminta kepada para pedagang (bakul) untuk ikut menjaga kestabilan harga.
“Saya juga meminta kepada Satgas Pangan untuk mengawasi perilaku para broker dan bakul agar harga secepatnya stabil. Saya berharap mulai Senin tidak ada lagi harga ayam hidup di bawah harga acuan Kemendag," pungkasnya.