JAKARTA, KOMPAS.com - Kelompok tani dan nelayan mengkhawatirkan terbitnya data baru produksi beras yang menggunakan metode Kerangka Sampling Area (KSA) yang dikeluarkan Badan Pusat Statistik (BPS).
Ketua Umum Nasional Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA) Winarno Tohir menjelaskan, kalangan petani khawatir data baru yang memprediksi jumlah produksi beras sepanjang 2018 itu akan membuat pemerintah kembali melakukan impor beras.
“Saya ditanya, mengganggu enggak? Kalau menganggu enggak, cuma saya keserempet. Kalau data begini kan harus segera impor, itu yang kami keberatan,” ujar Winarno dalam siaran pers, Sabtu (3/11/2018).
Baca juga: Metode Penghitungan Data Produksi Beras Tak Akurat Sejak 1997
Menurut Winarno, para petani hanya ingin bertani dan mendapat untung dari usaha pertaniannya.
“Jadi begini, petani itu maunya berusaha tani dengan tenang dan menguntungkan. Sudah cuma segitu-gitunya. Waktu tanam butuh air ada air, butuh bibit ada bibit, butuh pupuk ada pupuk, kalau ada hama butuh pestisida ada pestisida, jadi kebutuhan petani itu ada. Berusaha dengan tenang dan menguntungkan. Saat jual, ada hasilnya. Kalau tidak ada hasilnya untuk apa?” jelas Winarno.
Dengan berbagai kebijakan yang kurang menguntungkan para petani, ia melanjutkan, anggota Kelompok Tani dan Nelayan Andalan sempat mencetuskan tak ingin lagi berproduksi demi kepentingan pasokan beras di perkotaan.
“Kita tanam untuk makan kita saja, orang kota mah enggak usah dikasih. Dia (petani) enggak pikir tuh, kalau begitu (tidak ada ketersediaan beras yang cukup) jadinya (pemerintah akan) impor. Saya katakan, jangan. Kita perkuat pertanian, agar tidak banyak impor beras. Supaya memberi keuntungan bagi petani,” ujarnya.
Baca juga: Data Produksi Beras BPS dan Kementan Berbeda, Ini Penjelasannya
Winarno yang berpengalaman memimpin kelompok tani sejak merampungkan studinya dari Sekolah Tinggi Pertanian ini menyampaikan, petani yang sedang semangat melakukan upaya-upaya dalam usaha pertaniannya, mendadak kecewa jika mendengar pemerintah mengimpor beras.
“Kalau bahasa pepatahnya, karena nila setitik, rusak susu sebelanga. Sudah dipupuk bagus, sampai (Kementan) membantu mesin panen dan lain-lain, pengering juga akan dikasih. Tapi kalau impor kayak gimana kecewanya,” ujar dia.
Kerja nyata Kementerian Pertanian
Kementerian Pertanian (Kementan) era Kabinet Bekerja, ia melanjutkan, sangat nyata mendukung dan membantu keperluan petani.
Selain membantu sarana dan prasarana pertanian, pemerintah juga mengupayakan luas lahan pertanian bertambah. Bahkan, Kementan menyampaikan pencapaian program Upaya Khusus (Upsus) mampu menambah luas tanam padi di Kabupaten Sragen, Jawa Tengah.
Pencapaian luas tambah tanam padi pada periode Oktober 2017 hingga September 2018 seluas 109.208 ha atau surplus 6.400 ha.
“Dengan capaian ini, Sragen meraih peringkat kedua se-Jawa Tengah,” kata Direktur Jenderal Hortikultura Dr. Suwandi selaku Penanggungjawab Upsus Pajale Tingkat Provinsi Jawa Tengah dalam keterangan tertulis, Sabtu.
Capaian itu, kata dia, berkat perluasan tanam padi gogo hingga 5.250 hektar. Ia berharap, capaian itu mampu ditularkan pada wilayah lain sehingga berdampak pada peningkatan produksi padi.
Strategi khusus
Suwandi juga memaparkan beberapa strategi untuk menggenjot produksi padi di Sragen, yakni:
1. Melakukan tanam benih langsung (tabela) padi gogo pada saat musim gadu dan di saat air terbatas.
2. Mengembangkan pola tumpangsari berbagai tanaman dan palawija.
3. Mempercepat tanam dengan sistem methuk.
4. Memanfaatkan pematang sawah untuk ditanam jagung, kacang, kedelai, refugia, dan lainnya.
Dengan upaya-upaya ini, ia berharap akan menambah produksi padi dan memperkuat ketersediaan beras nasional. Dengan demikian, petani tak perlu lagi khawatir harga hasil taninya anjlok tertekan beras impor.