Kementan Klaim Sukses Kembangkan Lahan Kering di Banten

Kompas.com - 03/09/2018, 06:26 WIB
Kurniasih Budi

Editor

BANTEN, KOMPAS.com - Potensi pengembangan lahan kering menjadi area pertanian produktif terus didorong guna menopang target swasembada pangan

Salah satu upaya untuk mendorong hal tersebut Kementerian Pertanian (Kementan) mengembangkan lahan kering melalui program Sistem Usaha Pertanian (SUP) Inovatif, seperti yang berhasil di kembangkan di Banten.

Melalui Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian (BBP2TP), Kementan terus menggali potensi ini dan telah mengidentifikasi beberapa wilayah Banten yang potensial untuk dikembangkan.

Saat ini, provinsi yang merupakan penyangga pangan ibukota ini memiliki lahan kering seluas potensial seluas 157.546 hektar.

Baca juga: Tekan Dampak Kemarau, Kementan Turunkan Tim Mitigasi Kekeringan

"Kita sudah berhasil mengembangkan pemanfaatan lahan kering di Kecamatan Cikeusal Kabupaten Serang. Sebagai target utama di wilayah Banten, kecamatan ini memiliki total lahan kering seluas 2.683 hektar. Kita dorong melalui Sistem Usaha Pertanian Inovatif," kata Kepala BBP2TP, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (Balitbangtan), Kementan Haris Syahbuddin dalam pernyataan tertulis, Senin (3/9/2018).

Haris menyatakan, SUP Inovatif adalah sistem usaha pertanian yang berbasis teknologi, yakni penerapan mekanisasi pertanian sesuai kebutuhan dan mudah diterapkan.

Selain itu, pengelolaan lahan dan air yang inovatif dan adaptif terhadap perubahan iklim, serta dirancang dengan sistem yang dinamis.

Desa Cilayang merupakan satu dari lima belas desa di Kecamatan Cikeusal yang menjadi fokus pengembangan SUP Inovatif dengan sasaran utama adalah Kelompok Tani Tunas Harapan I.

Baca juga: Belasan Pemuda Tani Ini Sulap Lahan Kering menjadi Produktif

"SUP Inovatif yang dikembangkan di lokasi tersebut sarat dengan pengenalan teknologi, antara lain teknologi embung, pompanisasi dan geo-membran, dan teknologi budidaya khususnya budidaya tanaman hortikultura. Selain itu dilakukan pula pendampingan dan bimbingan teknis, hingga bagaimana membangun jaringan bisnis," kata Haris.

Distribusi hasil produksi

Pedagang Pasar Induk Kramat JatiKOMPAS.com/ACHMAD FAUZI Pedagang Pasar Induk Kramat Jati

Kurniawan (26), salah satu anggota kelompok tani Tunas Harapan I mengaku, telah merasakan berbagai manfaat dari kegiatan ini.

Pria yang telah mengikuti program SUP Inovatif sejak 2017 ini menambahkan, budi daya sayuran yang digelutinya bersama dengan anggota kelompok tani lainnya telah ada saluran pemasarannya.

Produksi anggota kelompok tani itu ditampung dan kemudian dipasarkan ke beberapa tempat, bahkan tembus ke Pasar Induk Kramat Jati Jakarta dan Pasar Induk Tanah Tinggi Tangerang.

"Lahan menjadi produktif, produk berkualitas, dan pemasaran produk juga mudah,” ujar Kurniawan.

Baca juga: Pengelolaan Irigasi dan Drainase Dukung Ketahanan Pangan

Haris selaku penanggung jawab kegiatan program berharap, SUP Inovatif dapat menjadi wadah interaksi yang lebih intensif antara Kementan selaku penyedia teknologi, penyuluh sebagai saluran diseminasi serta petani sebagai pengguna teknologi. 

Manfaat yang dirasakan masyarakat selain mewujudkan peningkatan produksi, juga menciptakan penumbuhan usaha kelompok tani serta pengembangan sumber daya manusia (SDM) di bidang pertanian

"Kami minta juga kepada kelompok tani agar selalu semangat untuk belajar mengimplementasikan teknologi dan menerapkannya secara berkelanjutan,” ujar Haris.

Potensi lahan kering di Indonesia

Gunung Fatuleu di Desa Nunsaen, Kecamatan Fatuleu Tengah, Kabupaten Kupang, Rabu (28/10/2015), tampak cerah tak berkabut. Bagi masyarakat sekitar yang umumnya petani lahan kering, gambaran itu pertanda musim hujan belum akan tiba. Itu juga sekaligus penanda agar para petani menunda kegiatan menanami ladang dengan benih padi, jagung, dan kacang-kacangan.
KOMPAS/FRANS SARONG Gunung Fatuleu di Desa Nunsaen, Kecamatan Fatuleu Tengah, Kabupaten Kupang, Rabu (28/10/2015), tampak cerah tak berkabut. Bagi masyarakat sekitar yang umumnya petani lahan kering, gambaran itu pertanda musim hujan belum akan tiba. Itu juga sekaligus penanda agar para petani menunda kegiatan menanami ladang dengan benih padi, jagung, dan kacang-kacangan.

Sebagai informasi, Kementan melalui Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian mengidentifikasi seluas 24 juta hektar lahan kering yang bisa dimanfaatkan untuk tanaman pangan.

Lahan kering seluas itu tersebar di seluruh Indonesia, termasuk di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, dan Papua.

Di Pulau Jawa yang dikenal subur pun terdapat beberapa daerah berlahan kering yang berpotensi untuk dimanfaatkan.

“Dengan adanya BPTP di tiap provinsi, maka diharapkan bisa bahu membahu bersama penyuluh setempat dalam mengedukasi serta mendampingi kelompok tani dalam penerapannya,” kata Haris.

Terkini Lainnya
Kementan Komitmen Jaga Stabilitas Harga dan Tingkatkan Produktivitas Petani, Pengamat Beri Respons Positif

Kementan Komitmen Jaga Stabilitas Harga dan Tingkatkan Produktivitas Petani, Pengamat Beri Respons Positif

Kementan
Pakar Pangan Universitas Andalas: Kepastian Harga Pemerintahan Prabowo Bikin Petani Senang

Pakar Pangan Universitas Andalas: Kepastian Harga Pemerintahan Prabowo Bikin Petani Senang

Kementan
DJBC Catat Tak Ada Impor Beras dan Jagung, Kinerja Bea Masuk Turun 5,1 Persen

DJBC Catat Tak Ada Impor Beras dan Jagung, Kinerja Bea Masuk Turun 5,1 Persen

Kementan
Kepuasan Petani terhadap Kinerja Kementan Capai 84 Persen

Kepuasan Petani terhadap Kinerja Kementan Capai 84 Persen

Kementan
Mentan: Jika Tidak Ada Aral Melintang, 3 Bulan Lagi Indonesia Swasembada Beras

Mentan: Jika Tidak Ada Aral Melintang, 3 Bulan Lagi Indonesia Swasembada Beras

Kementan
Respons Keluhan Petani Singkong di Lampung, Mentan Amran Siap Kawal Regulasi Tata Niaga

Respons Keluhan Petani Singkong di Lampung, Mentan Amran Siap Kawal Regulasi Tata Niaga

Kementan
Perkuat Ketahanan Pangan, Mentan Amran Gandeng 3 Bupati Sulsel Kembangkan Kopi dan Kakao

Perkuat Ketahanan Pangan, Mentan Amran Gandeng 3 Bupati Sulsel Kembangkan Kopi dan Kakao

Kementan
Beras Nasional Surplus 3,7 Juta Ton, Mentan Amran: Hasil Kerja Keras Petani

Beras Nasional Surplus 3,7 Juta Ton, Mentan Amran: Hasil Kerja Keras Petani

Kementan
Mendag : Ekspor Hortikultura Naik 49 Persen Semester I 2025, Indonesia Tekan Impor dan Tingkatkan Ekspor

Mendag : Ekspor Hortikultura Naik 49 Persen Semester I 2025, Indonesia Tekan Impor dan Tingkatkan Ekspor

Kementan
Sejalan dengan Prabowoisme, Wamentan Dukung Tani Merdeka Indonesia

Sejalan dengan Prabowoisme, Wamentan Dukung Tani Merdeka Indonesia

Kementan
Soal Framing Negatif Mentan Amran, PP KAMMI: Publik Harus Menilai sesuai Fakta dan Data

Soal Framing Negatif Mentan Amran, PP KAMMI: Publik Harus Menilai sesuai Fakta dan Data

Kementan
Lawan Mafia Pangan, Ini Upaya Mentan Jaga Kesejahteraan Petani

Lawan Mafia Pangan, Ini Upaya Mentan Jaga Kesejahteraan Petani

Kementan
Komisi IV DPR RI Apresiasi Mentan Amran, Produksi Pangan Naik hingga Serapan Bulog Capai 4 Juta Ton

Komisi IV DPR RI Apresiasi Mentan Amran, Produksi Pangan Naik hingga Serapan Bulog Capai 4 Juta Ton

Kementan
Harga Beras Turun di 13 Provinsi, Mentan Amran Yakin Stabilitas Berlanjut

Harga Beras Turun di 13 Provinsi, Mentan Amran Yakin Stabilitas Berlanjut

Kementan
Berkat Dukungan Kementan, Panen Padi Gadu di Lampung Timur Menguntungkan Petani

Berkat Dukungan Kementan, Panen Padi Gadu di Lampung Timur Menguntungkan Petani

Kementan
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Rp
Minimal apresiasi Rp 5.000
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com