JAKARTA, KOMPAS.com – Kementerian Pertanian (Kementan) optimistis produksi padi pada semester II 2018 masih maksimal.
Kemarau yang terjadi saat ini memang dapat berdampak terhadap ancaman kekeringan pada pertanaman padi yang masih belum panen, bahkan berpotensi menyebabkan puso (gagal panen).
Namun demikian, lahan yang terkena dampak kekeringan relatif kecil jika dibandingkan dengan luas tanam padi yang ada.
Berdasarkan data Direktorat Jenderal Tanaman Pangan (Ditjen TP) Kementan, dampak kekeringan 1, 34 persen atau 135.226 hektar dibandingkan dengan luas tanam 2018 periode Januari-Agustus yakni 10.079.475 hektar.
Baca juga: Kementan Klaim Januari-Maret 2018 Indonesia Surplus Beras
“Itu sudah termasuk yang terkena puso atau gagal panen yang hanya 0,26 persen atau 26.438 hektar dari total luas tanam," ujar Direktur Jenderal Tanaman Pangan Kementan Sumarjo Gatot Irianto dalam pernyataan tertulis, Rabu (29/8/2018).
Angka Ramalan (ARAM) produktivitas padi dari realisasi tanam sepanjang Januari hingga Agustus 2018 seluas 10.079.475 ha, adalah 51,92 kuintal/ha. Maka, perkiraan produksi padi adalah sebanyak 49.471.434,37 ton.
Artinya, potensi kehilangan hasil (gabah) dengan luas terkena dampak kemarau 135.226 ha yang di dalamnya termasuk puso 26.438 ha atau hanya sebesar 0,63 persen dari perkiraan produksi atau sebesar 314.932,43 ton.
Dari angka di atas, bisa disimpulkan jika 49.471.434,37 ton (ARAM produksi Januari-Agustus 2018) dikurangi potensi kehilangan hasil gabah Januari-Agustus 2018 sebesar 314.932,43 ton, maka masih ada produksi sebesar 49.156.501,94 ton.
Baca juga: Musim Kemarau, Petani Karawang Berhasil Panen dan Kendalikan Puso
Jika dibandingkan dengan perkiraan konsumsi beras nasional sebesar 33,47 juta ton, ada selisih 13 juta ton lebih.
“Angka ini masih aman dan lebih tinggi dibandingkan realisasi pada Januari Agustus 2017 sebesar 46.816.003,91 ton. Dipastikan pangan tersedia, asal penimbun ditangkap. Merekalah yang mengguncang supply pangan sehingga menimbulkan panic buying dan over heating terhadap harga beras nasional,” jelas Gatot.
Tren produksi padi nasional
Optimisme produksi beras 2018 juga mengacu pada data Badan Pusat Statistik ( BPS) yang mencatat tren produksi padi nasional dalam 10 tahun terakhir terus bergerak naik.
Pada 2010-2017, berturut-turut data produksi padi nasional tercatat 66,47 juta ton Gabah Kering Giling (GKG), 65,75 juta ton GKG, 69,05 juta ton GKG, 71,28 juta ton GKG, 70,84 juta ton GKG, 75,39 juta ton GKG, 79,36 juta ton GKG, dan 81,38 juta ton GKG.
Dengan mengacu angka konversi gabah ke beras yang digunakan Kementan sebesar 58,13 persen, maka produksi beras nasional pada 2011-2017 masing-masing 38,22 juta ton pada 2011, pada 2012 sebanyak 40,14 juta ton, pada 2013 sebanyak 41,43 juta ton, pada 2014 sebanyak 41,18 juta ton, dan pada 2015 mencapai 43,82 juta ton.
Selanjutnya, produksi beras nasional pada 2016 dan 2017 masing-masing sebanyak 46,13 juta ton dan 47,30 juta ton.
Baca juga: Polemik Impor Beras dan Ketidakakuratan Data Produksi Beras Nasional
Data produksi yang digunakan Kementan merupakan hasil keputusan dalam rapat koordinasi dengan Badan Pusat Statistik (BPS).
“Kementan menjunjung tinggi prinsip satu peta satu data dan tidak berwenang mengeluarkan data secara sepihak,” ujar dia.
Maka, meski sejak 2015 BPS menyatakan tidak lagi merilis data produksi beras, BPS tetap menjadi lembaga yang sah mengeluarkan Angka Ramalan berdasarkan hasil rapat koordinasi BPS-Kementan.
Strategi hadapi kemarau panjang
Faktor utama yang menyebabkan kekeringan terjadi adalah berkurangnya curah hujan.
Berdasarkan data Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika ( BMKG) terjadi penurunan signifikan curah hujan pada Juni-Agustus 2018 dibandingkan curah hujan 2017 yang lebih fluktuatif.
Penurunan terbesar terjadi pada Agustus 2018 sebesar 32.21 (mm) sedangkan pada Agustus 2017 sebesar 138.47 (mm).
Menurut Gatot, potensi lahan yang terkena kekeringan seluas 135.226 ha masih bisa berkurang jika di lokasi tersebut masih memiliki air sedikit dan dilakukan pompanisasi.
Baca juga: Musim Kemarau, Ini 8 Wilayah yang Alami Kekeringan
Untuk memelihara optimisme produksi padi 2018, Kementan telah melakukan berbagai upaya menghadapi kekeringan.
Demi menjaga kecukupan ketersediaan air, Kementan membuat sumur pantek dan pompanisasi air sungai di wilayah potensial untuk jangka pendek.
Selain itu, Kementan menyediakan benih unggul tahan kekeringan, mengatur pola tanam, menekan risiko kekeringan, menyediakan asuransi usaha tani, serta menggenjot pertanaman di lahan rawa, lebak, dan pasang surut.
Kemarau merupakan fenomena iklim yang berulang setiap tahunnya. Untuk menanggulangi kekeringan jangka panjang, Kementan menjalankan berbagai strategi.
Program yang dilakukan Kementan seperti perbaikan irigasi, bantuan alsintan, pembangunan embung, pengembangan tata air mikro di lahan rawa dan pasang-surut, memberi bantuan benih tahan kekeringan untuk mengantisipasi potensi kekeringan dan menghindari penurunan hasil produksi petani.
Puluhan infrastruktur besar berupa bendungan juga tengah dibangun di berbagai daerah.
“Kekeringan sangat kecil dampaknya, bahkan sebaliknya kekeringan menjadi peluang kita karena lahan rawa yang biasanya terendam justru berproduksi dengan sempurna,” kata dia.