KOMPAS.com - Kementerian Pertanian (Kementan) sebagai bagian dari pemerintah Republik Indonesia menorehkan prestasi tatkala berhasil menjaga stok dan harga pangan saat Ramadhan dan Idul Fitri tahun ini. Berangkat dari situlah, hal yang sama dilakukan menjelang Natal 2017 dan Tahun Baru 2018.
Terkait hal itu, Badan Ketahanan Pangan Kementan terus melakukan pemantauan ketersediaan stok sekaligus mengantisipasi gejolak harga pangan setiap hari.
"Masyarakat tidak perlu khawatir terhadap ketersediaan dan harga kebutuhan pokok menjelang Natal 2017 dan Tahun Baru 2018. Insya Allah semuanya aman," kata Agung Hendriadi Kepala Badan Ketahanan Pangan (BKP) Kementerian Pertanian di ruang kerjanya baru-baru ini.
Menurut Agung, berdasarkan prognosa kebutuhan 11 komoditas pangan pada November dan Desember, semuanya terlihat baik.
Produksi secara nasional, rata-rata melebihi kebutuhan nasional kecuali daging sapi. Misalnya beras, pada November produksi 2,6 juta ton, konsumsi 2,3 juta ton. Desember produksi 2,51 juta ton, konsumsi 2,50 juta ton.
Berikutnya, bawang merah. Pada November produksi 103 ribu ton, konsumsi 93 ribu ton. Pada Desember produksi 107 ribu ton, konsumsi 99 ribu ton.
Komoditas jagung, di November produksinya 1,49 juta ton, konsumsi 1,46 juta ton. Pada Desember, produksi 1,47 juta ton, konsumsi 1,43 juta ton.
"Untuk daging sapi, kami akui memang masih minus," jelas Agung.
Pada November dari produksi daging sapi 31 ribu ton, kebutuhannya 49 ribu ton. Desember produksi 32 ribu ton, kebutuhannya mencapai 50 ribu ton.
Untuk memenuhi kebutuhan sudah dilakukan impor sekitar 50 ribu ton. "Sehingga tidak perlu khawatir, karena stok tersedia," tutur Agung Hendriadi.
Distribusi
Agung juga menjelaskan masalah perdagangan dan rantai distribusi pangan yang masih terlalu panjang. "Distribusi menjadi persoalan besar, karena menyangkut jumlah rantai pasok yang terlalu panjang, dan barang sampai ke konsumen bisa melewati 10 titik," jelas Agung.
Untuk memotong rantai pasok, dilakukan berbagai upaya antara lain program e-Warung milik Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK) dan Rumah Pangan Kita (RPK) milik Bulog dan TTI.
"Kementan sendiri mendirikan dan membangun Toko Tani Indonesia (TTI) di seluruh Indonesia dan Toko Tani Indonesia Center (TTIC) di Jakarta, serta beberapa kota besar lainnya," tambah Agung.
Selain memotong rantai pasok distribusi pangan, juga diberlakukan Harga Eceran Tertinggi (HET) Beras. "Implementasi HET masih diperlukan pengawalan, kecuali jika sudah ada kesadaran tinggi dari pedagang," jelas Agung.
Untuk menjamin stok pangan dan stabilitasi harga, menurut Agung, pemerintah telah melakukan beberapa kali pertemuan yang dihadiri seluruh pemangku kepentingan, termasuk pedagang. "Kalau sudah ada jaminan dari pedagang, ini sangat membanggakan," kata Agung.
Namun demikian, ada beberapa provinsi yang perlu pengawasan secara khusus. "Daerah-daerah yang akan merayakan Natal perlu kita lakukan pemantauan, seperti Kalimantan Barat, Maluku, Maluku Utara, NTT, Papua, Papua Barat, Sulawesi Utara, dan Sumatera Utara," jelas Agung.
"Untuk daerah-daerah tersebut akan kita lakukan pemantauan harga secara harian. Walaupun sebetulnya masih, dibawah HET," kata Agung.
Menurut Agung, HET efektif menurunkan harga beras. Dengan HET konsumen diuntungkan. Alasannya, dengan menghilangkan disparitas harga beras yang tinggi dari produsen hingga konsumen akan tercipta perdagangan beras berkeadilan, dan konsumen membayar sesuai mutu beras yang dibeli. Sedangkan, pedagang tetap bisa mengambil keuntungan yang wajar.