Soal Kualitas Produk Pangan, Jangan Pernah Lupa Cerita dari Plugia...

Kompas.com - 02/03/2017, 21:19 WIB
Josephus Primus

Penulis


KOMPAS.com -
Gubernur Puglia Michele Emiliano belum bisa melupakan kejadian pada 2013, tatkala pohon-pohon zaitun di wilayahnya itu mulai rusak daunnya. Lama kelamaan, sebagaimana tertulis di laman dailymail.co.uk, pohon-pohon itu meranggas dan mati.

Puglia, kawasan dataran rendah di Italia, adalah salah satu sentra pertanian pohon zaitun. Pada tahun itu, bakteri xylella fastidiosa menyerang pohon zaitun.

Jadilah, kejadian itu merusak mata pencarian petani, pemilik pembibitan, pedagang, dan pihak yang terkait dengan industri pengolahan minyak zaitun.

Cerita mengenai serangan bakteri tersebut muncul lagi di sini, kali ini disampaikan Kepala Badan Karantina Kementerian Pertanian Banun Harpini, Rabu (1/3/2017).

Dia mengangkat kisah itu sebelum memusnahkan berbagai komoditasi pertanian—berupa tumbuhan dan daging hewan—asal 20 negara. Produk-produk itu masuk ilegal ke Indonesia pada periode triwulan akhir 2016.

Pemusnahan dilakukan di Balai Besar Karantina Bandar Udara Soekarno-Hatta. Barang yang dimusnahkan merupakan hasil kerja sama antara Badan Karantina dengan balai dan pelabuhan Tanjung Priok serta Kantor Pos Besar Jakarta.

Dalam keterangan tertulis Badan Karantina, negara asal produk tanaman adalah Amerika Serikat, Spanyol, Ceko, Thailand, China, Belanda, Jerman, Korea Selatan, Singapura, Malaysia, Inggris, Perancis, Filipina, Rusia, Australia, Belgia, Brasil, Italia, Saudi Arabia, dan Selandia Baru.

Adapun asal produk daging ilegal berasal dari China, Uni Emirat Arab, Korea Selatan, Malaysia, dan Taiwan. Jumlah total daging yang dimusnahkan mencapai 242,55 kilogram, dengan 211 kilogram di antaranya berasal dari China.

Penting

Lebih lanjut, Banun mengatakan kerja Badan Karantina menjadi penting lantaran kesehatan tumbuhan adalah rantai dasar penciptaan pangan dan pakan. Tanpa produksi tumbuhan, tidak ada pangan bagi manusia dan hewan.

Lantaran itulah, wabah penyakit pada tumbuhan perlu diantisipasi agar tidak merugikan kesehatan manusia juga perekonomian bangsa.

Banun kembali memberi contoh saat industri kayu lokal di Portugal pada 1999 dihajar serangan bakteri nematoda, menghancurkan pohon-pohon pinus di negara itu.

Kemudian, Banun juga mengingatkan pula soal peningkatan perdagangan komoditas pertanian melalui teknologi dalam jaringan (daring) atau online. Badan Karantina mencatat bahwa data transaksi perdagangan online itu sepanjang 2016 mencapai angka Rp 319,8 triliun.

Terkait dengan peningkatan ini, menurut Banun diperlukan penguatan sistem pengawasan karantina. "Karena hal ini berpotensi bagi penyebaran penyakit tumbuhan dan hewan," tuturnya.

Badan Karantina, kata Banun, pun kini terus mengembangkan sistem layanan elektronik guna mengakselerasi layanan publik di bidang perkarantinaan, khususnya ekspor produk pertanian.

Salah satunya adalah PriokQ Klik. Sistem layanan ini memungkinkan pengguna jasa karantina pertanian di Pelabuhan Tanjung Priok. Nantinya, makin hari, pengguna dapat memproses, memonitor, dan mendapatkan layanan karantina pertanian secara mudah dan cepat.

"Tak perlu datang ke (Badan) Karantina (untuk dapat informasi itu), cukup melalui gawai pribadi," tuturnya. Terkini, PriokQ Klik telah diakses oleh 44.970 pengguna, dengan rata-rata 499 akses per hari.

Terkini Lainnya
Kementan Komitmen Jaga Stabilitas Harga dan Tingkatkan Produktivitas Petani, Pengamat Beri Respons Positif

Kementan Komitmen Jaga Stabilitas Harga dan Tingkatkan Produktivitas Petani, Pengamat Beri Respons Positif

Kementan
Pakar Pangan Universitas Andalas: Kepastian Harga Pemerintahan Prabowo Bikin Petani Senang

Pakar Pangan Universitas Andalas: Kepastian Harga Pemerintahan Prabowo Bikin Petani Senang

Kementan
DJBC Catat Tak Ada Impor Beras dan Jagung, Kinerja Bea Masuk Turun 5,1 Persen

DJBC Catat Tak Ada Impor Beras dan Jagung, Kinerja Bea Masuk Turun 5,1 Persen

Kementan
Kepuasan Petani terhadap Kinerja Kementan Capai 84 Persen

Kepuasan Petani terhadap Kinerja Kementan Capai 84 Persen

Kementan
Mentan: Jika Tidak Ada Aral Melintang, 3 Bulan Lagi Indonesia Swasembada Beras

Mentan: Jika Tidak Ada Aral Melintang, 3 Bulan Lagi Indonesia Swasembada Beras

Kementan
Respons Keluhan Petani Singkong di Lampung, Mentan Amran Siap Kawal Regulasi Tata Niaga

Respons Keluhan Petani Singkong di Lampung, Mentan Amran Siap Kawal Regulasi Tata Niaga

Kementan
Perkuat Ketahanan Pangan, Mentan Amran Gandeng 3 Bupati Sulsel Kembangkan Kopi dan Kakao

Perkuat Ketahanan Pangan, Mentan Amran Gandeng 3 Bupati Sulsel Kembangkan Kopi dan Kakao

Kementan
Beras Nasional Surplus 3,7 Juta Ton, Mentan Amran: Hasil Kerja Keras Petani

Beras Nasional Surplus 3,7 Juta Ton, Mentan Amran: Hasil Kerja Keras Petani

Kementan
Mendag : Ekspor Hortikultura Naik 49 Persen Semester I 2025, Indonesia Tekan Impor dan Tingkatkan Ekspor

Mendag : Ekspor Hortikultura Naik 49 Persen Semester I 2025, Indonesia Tekan Impor dan Tingkatkan Ekspor

Kementan
Sejalan dengan Prabowoisme, Wamentan Dukung Tani Merdeka Indonesia

Sejalan dengan Prabowoisme, Wamentan Dukung Tani Merdeka Indonesia

Kementan
Soal Framing Negatif Mentan Amran, PP KAMMI: Publik Harus Menilai sesuai Fakta dan Data

Soal Framing Negatif Mentan Amran, PP KAMMI: Publik Harus Menilai sesuai Fakta dan Data

Kementan
Lawan Mafia Pangan, Ini Upaya Mentan Jaga Kesejahteraan Petani

Lawan Mafia Pangan, Ini Upaya Mentan Jaga Kesejahteraan Petani

Kementan
Komisi IV DPR RI Apresiasi Mentan Amran, Produksi Pangan Naik hingga Serapan Bulog Capai 4 Juta Ton

Komisi IV DPR RI Apresiasi Mentan Amran, Produksi Pangan Naik hingga Serapan Bulog Capai 4 Juta Ton

Kementan
Harga Beras Turun di 13 Provinsi, Mentan Amran Yakin Stabilitas Berlanjut

Harga Beras Turun di 13 Provinsi, Mentan Amran Yakin Stabilitas Berlanjut

Kementan
Berkat Dukungan Kementan, Panen Padi Gadu di Lampung Timur Menguntungkan Petani

Berkat Dukungan Kementan, Panen Padi Gadu di Lampung Timur Menguntungkan Petani

Kementan
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com