KOMPAS.com - Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna H Laoly menjelaskan bahwa isu martabat manusia dapat dilihat dari berbagai konteks yang berbeda karena keragaman budaya.
Namun, kata dia, isu tersebut tidak menghapuskan persamaan bahwa setiap manusia berhak mendapatkan perlakuan yang terhormat tanpa dibeda-bedakan.
“Persepsi yang berbeda tentang martabat manusia tidak menghapuskan fakta bahwa semua individu berhak diperlakukan secara terhormat, terlepas dari latar belakang, ras, jenis kelamin, atau status sosial seseorang,” ujar Yasonna dalam siaran pers yang diterima Kompas.com, Kamis (27/7/2023).
Pernyataan tersebut disampaikan Yasonna saat menjadi pembicara utama dalam konferensi bertajuk “Perspektif Peradaban mengenai Martabat Manusia (Civilizational Perspectives on Human Dignity).” Kegiatan ini dihadiri oleh sekitar 150 peserta yang merupakan ahli hukum internasional dan pejuang HAM dari berbagai negara.
Baca juga: Komnas HAM Minta Bawaslu Awasi Peluang Terlanggarnya Hak Pilih Kelompok Rentan di Pemilu 2024
Adapun konferensi itu diselenggarakan oleh Pusat Internasional untuk Studi Hukum dan Agama, Universitas Brigham Young dengan menggandeng Sekolah Hukum Notre Dame dan Universitas Oxford.
Tujuan dari konferensi tersebut adalah menggalang dukungan global untuk menetapkan Hari Martabat Manusia melalui Resolusi Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Resolusi PBB ini akan memberikan pengakuan atas martabat manusia sebagai HAM yang paling fundamental.
Dalam kesempatan tersebut, Yasonna mengungkapkan bahwa martabat manusia memiliki keterkaitan dengan keadilan sosial dan perlakuan yang adil.
“Konsep martabat manusia sangat terkait dengan HAM, karena HAM menciptakan tatanan yang menjunjung martabat setiap manusia,” ucapnya.
Baca juga: Kasus Guru Cabuli 7 Siswanya, Wabup Ende: Mencoreng Martabat
Selain membahas martabat manusia, Yasonna menjelaskan bahwa pemerintah Indonesia telah menetapkan prioritas pelindungan HAM kepada kelompok paling rentan dan terpinggirkan.
Kelompok rentan yang dimaksud, termasuk orang lanjut usia (lansia), anak-anak, perempuan, fakir miskin, dan penyandang disabilitas.
“Salah satu program yang diluncurkan oleh pemerintah Indonesia adalah pemberian bantuan hukum gratis bagi masyarakat tidak mampu sebagai bentuk akses terhadap keadilan yang merata bagi semua masyarakat,” ujar Yasonna.
Tak hanya pelindungan HAM, ia mengatakan, pemerintah Indonesia juga menjamin kebebasan beragama bagi segenap masyarakat Indonesia.
Kebebasan beragama itu tercermin dalam Pancasila sebagai dasar dan falsafah resmi negara Republik Indonesia (RI), Undang-undang Dasar (UUD) Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dan Undang-undang (UU) Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.
Sebagai tindak lanjut dari konferensi Oxford, Indonesia akan menjadi tuan rumah “Konferensi Internasional tentang Literasi Agama Lintas Budaya” di Jakarta pada 13-14 November 2023.
Dalam konferensi tersebut, Indonesia akan bekerja sama dengan Brigham Young University Law School, Sekretariat Internasional Kebebasan Beragama, dan Templeton Religion Trust.
Adapun konferensi itu diselenggarakan dalam rangka memperingati 75 tahun Deklarasi Universal HAM dengan tema “Martabat Manusia dan Aturan Hukum untuk Masyarakat yang Damai dan Inklusif.”
Baca juga: Alasan Pindah Kewarganegaraan: Dari Politik, Rasisme, hingga Ekonomi
Usai menghadiri konferensi, Yasonna menyempatkan diri bertemu dengan 100 mahasiswa dari beragam universitas yang tergabung dalam Perkumpulan Pelajar Indonesia (PPI) Oxford serta diaspora Indonesia yang tinggal di Inggris.
Di sela kunjungan kerjanya ke Universitas Oxford, ia mendiskusikan berbagai isu, terutama yang berkaitan dengan tugas fungsi Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham), seperti keimigrasian dan kewarganegaraan.
Dalam isu imigrasi, Yasonna menjelaskan bahwa pemerintah Indonesia saat ini memberikan fasilitas keimigrasian bagi diaspora dan repatriasi eks warga negara Indonesia (WNI) melalui Izin Tinggal Keimigrasian (ITK).
Selain itu, pemerintah Indonesia akan mengeluarkan kebijakan baru mengenai Golden Visa atau Visa Rumah Kedua.
Baca juga: Pengertian Visa: Cara Membuat dan Fungsinya
Kebijakan tersebut diberlakukan sebagai upaya untuk menarik tenaga profesional dan pebisnis agar tinggal di Indonesia dalam waktu yang lama sesuai ketentuan yang berlaku.
“Kebijakan terbaru adalah Visa Rumah Kedua. Indonesia mengincar pelintas-pelintas berkualitas untuk berinvestasi dan memberikan keuntungan kepada Indonesia,” ujar Yasonna.
Untuk eks Mahasiswa Indonesia Ikatan Dinas (Mahid), pemerintah telah menetapkan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 2 Tahun 2023 tentang Pelaksanaan Rekomendasi Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran Hak Asasi Manusia yang Berat.
Melalui kebijakan tersebut, Kemenkumham dapat memberikan kemudahan fasilitas keimigrasian bagi eks Mahid yang ingin kembali ke Indonesia.
Sementara itu, mengenai isu kewarganegaraan, Yasonna menyampaikan kepastian hukum bagi anak-anak berkewarganegaraan ganda.
Baca juga: Dampak Pekerja Migran, 38 Anak di Blitar dan Tulungagung Berkewarganegaraan Ganda
Untuk memberikan kepastian hukum, Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) pada 31 Mei 2022 telah mengeluarkan Peraturan Presiden (PP) Nomor 21 Tahun 2022 tentang Kewarganegaraan.
“Dengan PP Nomor 21 Tahun 2022, anak-anak hasil perkawinan campur yang lahir sebelum berlakunya UU Nomor 12 tahun 2006 tentang Kewarganegaraan RI, dan anak yang lahir di negara Ius Soli, dapat memperoleh Kewarganegaraan RI melalui mekanisme permohonan kewarganegaraan kepada presiden paling lambat dua tahun setelah PP diresmikan, yaitu 31 Mei 2024 nanti,” jelas Yasonna.
Tak lupa, Yasonna berpesan kepada para pelajar Indonesia di Oxford untuk memanfaatkan kesempatan belajar dengan baik sehingga dapat meningkatkan kemampuan akademik maupun interaksi dengan lingkungan sekitar.
Baca juga: Heru Budi Sebut Ada Dua Kasus Pencabutan KJP Pelajar yang Terlibat Tawuran
Hal itu, kata dia, akan menjadi bekal untuk masa depan sehingga dapat berkontribusi terhadap pembangunan Indonesia.
Dalam lawatan ke Inggris, Yasonna didampingi oleh Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kemenkumham Andap Budhi Revianto, Direktur Jenderal (Dirjen) Administrasi Hukum Umum (AHU) Kemenkumham Cahyo Muzhar, dan Staf Khusus (Stafsus) Bidang Hubungan Luar Negeri Kemenkumham Linggawati.