KOMPAS.com - Sejumlah pemuda lintas agama di Poso, Sulawesi Tengah, mengikuti kegiatan Kemah Kampung Damai Lokakarya Penggerak Perdamaian, pada 19-22 September lalu.
Adapun kegiatan itu diinisiasi oleh Paritas Institute bekerja sama dengan Sekretariat Revolusi Mental Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK).
Selama empat hari, para pelajar dari jenjang sekolah menengah atas (SMA) hingga mahasiswa itu berkumpul bersama dalam perkemahan. Mereka turut berbagi kisah mengenai hidup dalam perbedaan.
Dijelaskan tokoh agama setempat, Pendeta Budi Tarusu dari Gereja Kristen Sulawesi Tengah Klasis Poso Kota, pengalaman masa lalu konflik berlatar agama di Poso menjadi pelajaran penting dan tidak boleh terulang lagi.
“Mereka telah saling mengenal satu sama lain. Bila sebelumnya, ada berbagai prasangka terhadap teman yang berbeda, namun mereka membuktikan sendiri bahwa prasangka itu tak benar adanya. Mereka mampu bersahabat dengan semua perbedaan yang ada di dalamnya,” ujar Budi dalam keterangan tertulis yang diterima Kompas.com, Senin (24/9/2018).
Hal senada diutarakan Wakil Bupati Poso Samsuri. Sejatinya, ujar Samsuri, nilai dan semangat perdamaian sudah lama hidup dalam budaya Poso.
“Di Poso, ada semboyan Sintuwu Maroso yang artinya bersatu-padu dengan kuat. Saya berharap kegiatan ini mampu mengingatkan anak-anak muda agar tidak meninggalkan budaya dan semangat persatuan yang diwarisi nenek moyang kita di Poso,” ucap Samsuri.
Sementara itu, Rumadi Ahmad selaku anggota Gugus Tugas Nasional Revolusi Mental mengatakan, kegiatan itu sarat akan nilai Indonesia Bersatu.
Gerakan Indonesia Bersatu, imbuh Rumadi, dapat dilakukan apabila elemen masyarakat dengan latar belakang beragam bisa digabungkan tanpa sekat perbedaan.
“Apa yang terjadi di kegiatan Kemah Kampung Damai merupakan salah satu upaya untuk membangun Indonesia Bersatu. Keanekaragaman, kebinekaan, dan prularitas yang kita miliki itu sama-sama dijahit sebagai sebuah kekuatan bangsa,” tuntas Rumadi.