JAKARTA, KOMPAS.com – Siapa bilang kegiatan mencari uang untuk menafkahi keluarga dan menjaga lingkungan tidak bisa dilakukan bersamaan. Hal ini dibuktikan oleh A’ak Abdullah al-Kudus.
Pria kelahiran Lumajang 12 Oktober 1974 ini mengatakan, kegiatannya menjaga lingkungan tidak berbenturan dengan usahanya dalam menafkahi keluarga.
Buktinya di tengah kesibukannya mencari nafkah, bapak dari 4 anak ini bersama warga sekitar berhasil mendirikan Laskar Hijau yang merupakan organisasi konservasi alam.
“Saya bersama warga secara swadaya pada 2015 berinisiatif membentuk Laskar Hijau akibat kondisi debit air di Danau Ranu Klakah mulai berkurang. Padahal danau masih berada di wilayah Gunung Lemongan yang banyak sumber mata air,” ujar A’ak dalam acara Curah Pendapat Implementasi Revolusi Mental yang diselenggarakan oleh Kementerian Koordinator (Kemenko) Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) di Jakarta, Sabtu (04/8/2018).
Baca juga: Kemenko PMK: Revolusi Mental adalah Aksi Nyata Bukan Sekedar Proyek
Menurut dia, hal ini terjadi karena di sekitar gunung tersebut ada pembalakan liar atau illegal logging yang berlangsung dari tahun 1998–2002.
Makanya, untuk mengatasi masalah itu para relawan Laskar Hijau pun melakukan gerakan menanam pohon atau penghijauan dengan konsep hutan setaman. Hal ini dilakukan untuk memperbaiki ekosistem alam di sekitar gunung.
Tak cuma di daerah Gunung Lemongan, Laskar Hijau melakukan pula konservasi di daerah lain.
Menurut A’ak, turut sertanya organisasi ini dalam menangani penghijauan di daerah lain karena ada permintaan.
Menurut dia, selain melakukan penghijauan, para relawan juga memulung sampah plastik untuk didaur ulang menjadi polybag atau kantong plastik. Mereka juga memulung biji-bijan untuk disemai.
Adapun terkait biaya operasional, A’ak mengatakan bahwa semua kegiatan organisasi ini dilakukan dengan swadaya atas dasar keikhlasan dari para relawan.
Atas dasar itulah A’ak pun percaya bahwa aktivitas gerakan Laskar Hijau ini sudah sesuai dengan nilai utama revolusi mental, yaitu integritas, etos kerja, dan gotong royong.
Baca juga: Jokowi Teken Inpres Gerakan Nasional Revolusi Mental
“Kami bergotong royong untuk membuat Indonesia menjadi lebih bersih dan lebih hijau. Gotong royong bagi kami adalah nilai kearifan lokal yang perlu terus tersosialisasi dan terpraktikkan agar tidak tergerus oleh perubahan zaman,” ucap dia.
Pengagum Gus Dur ini kemudian berpesan kepada masyarakat untuk mulai peduli lingkungan dari hal sederhana, yaitu mengontrol diri untuk tidak membuang sampah sembarangan.