KOMPAS.com – Pemerintah beserta pemangku kepentingan terkait membentuk Satuan Tugas (Satgas) Jejaring Advokasi Inklusi Keuangan Digital Perempuan. Satgas ini bertugas untuk memperkuat dan sekaligus menyatukan inisiatif inklusi yang telah dilakukan tiap sektor agar lebih terarah dan berdampak.
Satgas tersebut diluncurkan dalam Seminar Nasional “Kolaborasi dan Inovasi untuk Keuangan Inklusif bagi Perempuan” di Jakarta, Rabu (13/11/2024).
Adapun cakupan kerja Satgas yang ditetapkan melalui Surat Keputusan Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Nomor 6 Tahun 2024 tersebut akan meliputi bidang kerja akses dan layanan keuangan, layanan keuangan digital dan teknologi informasi, serta pemanfaatan data terpilah berdasarkan jenis kelamin.
Dalam peluncuran tersebut, Kementerian Koordinator (Kemenko) Perekonomian berkolaborasi dengan sejumlah pihak, yakni Kemenko Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Bank Indonesia (BI), Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, serta Women’s World Banking.
Peluncuran tersebut menandai kolaborasi multipihak yang terlembaga dan mendorong digitalisasi keuangan yang berpotensi memperluas akses keuangan perempuan hingga ke perdesaan.
Baca juga: KUR Bisa Gantikan Pinjol? Ini Keunggulannya Menurut Kemenko Perekonomian
Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan Kemenko Perekonomian Ferry Irawan mengatakan, kolaborasi tersebut berperan sebagai kunci penting dalam menghasilkan kebijakan yang lebih berdampak pada inklusi keuangan perempuan.
“Perempuan berperan penting untuk mencapai target kepemilikan rekening 80 persen. Oleh karena itu, program literasi dan edukasi perempuan perlu diperkuat. Satgas ini menjadi wadah koordinasi, komunikasi sekaligus pemantauan dan evaluasi agar semua pihak yang terlibat dapat saling belajar,” katanya dalam siaran pers yang diterima Kompas.com, Sabtu (16/11/2024).
Urgensi mendorong inklusi keuangan perempuan didasarkan pada fakta bahwa perempuan masih kurang terlayani dalam hal layanan keuangan ketimbang laki-laki.
Laporan Pelaksanaan Strategi Nasional Keuangan Inklusif (SNKI) 2023 mencatat, tingkat kepemilikan akun rekening perempuan masih lebih rendah, yaitu sebesar 74,3 persen ketimbang laki-laki yang mencapai 78,3 persen.
Baca juga: Alasan Anggaran Perjalanan Dinas Dipangkas 50 Persen Menurut Kemenko Perekonomian
Adapun persentase perempuan yang menggunakan produk dan layanan keuangan hanya mencapai 88,1 persen, sedangkan laki-laki menyentuh angka 89,3 persen.
SNKI sendiri telah menetapkan perempuan dan disabilitas sebagai kelompok sasaran dalam intervensi untuk meningkatkan inklusi keuangan.
“Perempuan adalah penopang ekonomi keluarga dan masyarakat, di BI sendiri kami telah menetapkan pilar pemberdayaan perempuan dalam strategi ekonomi keuangan inklusif,” ucap Kepala Departemen Ekonomi Keuangan Inklusif dan Hijau BI Anastuty Kusumawardhani pada seminar tersebut.
Pada kesempatan sama, Direktur Inklusi Keuangan OJK Edwin Nurhadi mengatakan, kehadiran layanan keuangan digital berpotensi mentransformasikan layanan keuangan agar lebih inklusif.
“Digitalisasi merupakan game changer untuk memastikan inklusi keuangan bagi perempuan, penyandang disabilitas, dan penduduk perdesaan,” ujarnya.
Dalam sesi diskusi, para panelis juga menggarisbawahi potensi digitalisasi untuk menjembatani kesenjangan akses dan layanan keuangan, baik antara perempuan dan laki-laki maupun antara perdesaan dan perkotaan.
Kepala Kantor dan Direktur Regional Asia Tenggara Women’s World Banking Christina Maynes menyebutkan, kesenjangan gender masih terjadi di sektor usaha mikro kecil dan menengah ( UMKM) digital. Hanya 44 persen pelaku UMKM perempuan digital yang berhasil mempertahankan bisnisnya selama 3-5 tahun.
“Selain itu, pendapatan perempuan pelaku UMKM digital juga 22 persen lebih rendah daripada laki-laki,” sebutnya.
Atas dasar tersebut, Deputi Direktur Kebijakan Asia Tenggara Women’s World Banking Vitasari Anggraeni mengatakan bahwa digitalisasi UMKM perempuan, termasuk perempuan disabilitas dan perdesaan, menjadi prioritas pengawalan di masa mendatang.
“Riset Women’s World Banking menemukan bahwa perempuan di perdesaan menjadi ujung tombak. Oleh karena itu, layanan keuangan dapat diperluas. Dengan kolaborasi multipihak, kita bisa mengeksplorasi lebih lanjut aksi yang tepat untuk mencapai tercapainya inklusi keuangan,” ujarnya.
Baca juga: Kemenkeu Tak Lagi di Bawah Kemenko Perekonomian, Airlangga: Ya Enggak Apa-apa
Sebagai informasi, Satgas Jejaring Advokasi Inklusi Keuangan Digital Perempuan beranggotakan 24 institusi pemerintah dan penyedia jasa keuangan. Cikal bakal jejaring tersebut dibentuk sejak 2022 melalui kemitraan Women’s World Banking dengan Kementerian PPPA.
Melalui jejaring tersebut, beragam inisiatif telah dilakukan, seperti peningkatan literasi keuangan untuk perempuan, lokakarya inklusi disabilitas untuk penyedia jasa keuangan, dan dialog publik lintas kementerian.
Acara peluncuran tersebut turut dihadiri perwakilan Badan Pusat Statistik, perbankan, perusahaan penyedia jasa keuangan, dan sejumlah yayasan serta lembaga masyarakat.