KOMPAS.com – Pemerintah Indonesia mendorong pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus ( KEK). Pengembangan dilakukan untuk menumbuhkan pusat- pusat perekonomian baru sekaligus mendorong peningkatan perekonomian daerah di Indonesia.
Tak hanya itu, upaya tersebut juga dilakukan untuk meningkatkan daya saing KEK sebagai destinasi investasi dunia.
Upaya pengembangan KEK itu pun sudah sesuai dengan amanat Undang-Undang (UU) Nomor 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja.
Saat ini, terdapat 20 KEK yang tersebar di seluruh Indonesia. Dari total tersebut, dua di antaranya terletak di Pulau Dewata, Bali.
Salah satu dari KEK itu adalah KEK kesehatan yang ada di Sanur, Kota Denpasar, Bali, yang ditetapkan melalui Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2022.
Kemudian, ada KEK Kura-Kura Bali atau KKB untuk pariwisata yang ditetapkan melalui Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2023.
Baca juga: Kemenko Perekonomian Sempurnakan Persiapan KTT BIMP-EAGA dan IMT-GT
Keberadaan kedua KEK di Bali tersebut diharapkan dapat memberikan kontribusi nyata dalam mendorong produk domestik regional bruto (PDRB) Bali dan membuka lapangan kerja di wilayah sekitar Denpasar.
Adapun KEK KKB ditargetkan mampu menarik investasi sebesar Rp 104,4 triliun. KEK ini juga diharapkan dapat menciptakan lapangan kerja bagi 99.853 orang, baik secara langsung maupun tidak langsung, saat beroperasi secara penuh dan pada 2052.
Sementara, KEK Sanur ditargetkan mampu mengundang investasi hingga Rp 10,2 triliun dan menyerap tenaga kerja sebanyak 43.647 orang, baik secara langsung maupun tidak langsung.
Untuk mencapai target tersebut, pemerintah pun meminta dukungan dan komitmen dari seluruh stakeholder.
Guna mendukung operasional dan pengembangan KEK di Pulau Bali, Presiden Republik Indonesia (RI) Joko Widodo (Jokowi) menerbitkan Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 6 Tahun 2023 tentang Dewan Kawasan KEK Provinsi Bali.
Lewat Keppres tersebut, Jokowi menetapkan Gubernur Bali sebagai Ketua Dewan Kawasan, Wali Kota Denpasar sebagai Wakil Ketua Dewan Kawasan, Sekretaris Daerah Provinsi Bali sebagai ex-officio Sekretaris Dewan Kawasan, dan anggota Dewan Kawasan lainnya.
Selain itu, ada juga Keputusan Ketua Dewan Nasional KEK Nomor 1 Tahun 2023 tentang Penetapan PT Bali Turtle Island Development (BTID) sebagai Badan Usaha Pembangun dan Badan Usaha Pengelola (BUPP) KEK KKB.
Dengan penetapan itu, PT BTID pun memiliki kewajiban untuk melakukan pembangunan dan pengelolaan kawasan, termasuk menghadirkan investasi baru di KEK.
Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian selaku Pelaksana Tugas (Plt) Sekretaris Jenderal Dewan Nasional KEK Susiwijono Moegiarso mengatakan, Keppres Dewan Kawasan sudah diserahkan kepada Gubernur Bali I Wayan Koster.
“Penetapan BUPP untuk KEK KKB juga sudah disampaikan. Dengan begitu, semua persyaratan formal yang diperlukan untuk kedua KEK sudah lengkap semua. Tinggal kami dorong saja pengembangannya bersama Pak Koster,” ujar Susiwijono dalam siaran pers yang diterima Kompas.com, Kamis (1/6/2023).
Baca juga: Kemenko Perekonomian Sebut Pertanian Jadi Resiliensi dan Sektor Strategis Saat Krisis Dunia
Susiwijono pun mengingatkan kewajiban Dewan Kawasan untuk turut dalam mendukung perkembangan KEK. Salah satunya melalui pemberian insentif daerah yang harus ditetapkan melalui peraturan daerah.
“Selain fasilitas Insentif fiskal dari pemerintah pusat, ada juga fasilitas yang diberikan berupa insentif daerah. Ini harus bisa kita dorong bersama. Mumpung pertumbuhan kedua sektor ini lagi tinggi-tingginya di Bali,” kata Susiwijono.
Terkait pertumbuhan ekonomi, Susiwijono dan Koster menyepakati bahwa kedua KEK di Bali harus mampu menjadi sumber pertumbuhan ekonomi baru di wilayah tersebut.
“Dua KEK ini harus bisa menjadi sumber pertumbuhan ekonomi baru di Bali. Selain sektor pariwisata yang mendatangkan turis dari negara lain, kami juga punya segmen khusus untuk kelas middle up untuk kedua KEK ini. Itu akan kami garap agar spending mereka bisa mendorong PDRB Bali di masa depan,” tambah Susiwijono.
Sementara itu, Koster menjelaskan bahwa model bisnis di kedua KEK tersebut dapat mendatangkan wisatawan dengan kualitas spending yang berbeda.
“Hal ini merupakan bagian dari transformasi pariwisata di Bali. Pariwisata tetap menjadi andalan, tapi berada pada situasi posisi yang jauh berbeda ketimbang sebelumnya. Keduanya akan mendorong transformasi pariwisata Bali, dari mass tourism ke quality tourism,” ujar Koster.
Koster menambahkan, dari sisi strategi, kedua KEK di Bali sangat penting bagi ekonomi wilayah itu karena akan berkontribusi untuk PDRB Bali, mendorong dampak ekonomi ke sektor terkait, dan membuka lapangan kerja baru.
Selain itu, KEK juga akan mendatangkan tenaga berkelas, mampu mengurangi kemiskinan, serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Oleh karena itu, baik KEK Sanur maupun KEK KKB diharapkan dapat menjadi kesuksesan bagi KEK Pariwisata di Indonesia.
“Harapan tersebut sejalan dengan pertumbuhan sektor pariwisata pascapandemi. Untuk diketahui, sektor ini mencatatkan pertumbuhan paling tinggi jika dibandingkan sektor lain dengan pertumbuhan jauh di atas nasional,” kata Koster.
KEK KKB resmi ditetapkan pada April 2023. KEK ini diusulkan BTID dan memiliki luas lahan sebesar 498 ha.
Sesuai dengan rencana penetapan, KEK KKB akan dikembangkan sebagai pusat kegiatan pariwisata dengan menghadirkan Kawasan Marina Terintegrasi (Marina Mixed-use and Integrated Resort), serta hotel dan resor bintang 5 dan bintang 6.
Kemudian, centre for excellence for education (UID Tsinghua SEA Executive Education Center), tech park, mixed use commercial center, dan lifestyle wellness center.
Pada lima tahun pertama, KEK KKB ditargetkan mampu menghadirkan investasi sebesar Rp 12 triliun dan menyerap 2.045 tenaga kerja langsung serta 3.783 tenaga kerja tidak langsung.
Adapun pada 2024, KEK KKB akan membangun fasilitas, seperti premium outlet mall, intercultural school, dan infrastruktur marina berupa sea wall sejauh 4 km.
Sebagai usulan, KEK dengan rencana kerja pariwisata luxury berkelas internasional itu diharapkan mampu memperoleh pendapatan devisa sebesar Rp 477 triliun pada 2052 secara kumulatif.
KEK Sanur memiliki luas lahan sebesar 41,26 ha. KEK ini akan diisi dengan berbagai fasilitas layanan kesehatan internasional.
KEK tersebut pun diharapkan dapat beroperasi optimal dengan memanfaatkan fungsinya sebagai wilayah kesehatan yang memiliki fasilitas dan kemudahan, seperti izin praktik tenaga kesehatan asing, fasilitas fiskal kepabeanan untuk peralatan medis, serta jenis layanan dan teknologi yang diberikan.
Selanjutnya, penggunaan obat yang telah tersertifikasi serta kemudahan layanan imigrasi bagi pasien dan keluarga pasien.
Dengan berbagai kelebihan itu, KEK Sanur diharapkan mampu menyerap pasien, terutama yang kerap berobat keluar negeri sebanyak 123.00-240.00 orang pada 2030.
Dengan penurunan pasien dari Indonesia yang berobat ke luar negeri, devisa diharapkan dapat dihemat sebesar total Rp 86 triliun. Selain itu, penambahan devisa sebesar Rp 19,6 triliun dari 2022 hingga 2045 juga diharapkan dapat terwujud.