KOMPAS.com – Menteri Perdagangan Budi Santoso (Busan) memimpin peluncuran Program Desa Berani Inovasi, Siap Adaptasi (BISA) Ekspor di Kabupaten Jembrana, Bali, Selasa (9/9/2025).
Ia menyebut, Desa BISA Ekspor menjadi gerakan kolaboratif antara pemerintah dan swasta untuk menjadikan desa motor penggerak ekspor Indonesia. Dengan menggali potensi produk unggulan lokal yang ada di desa, program ini diyakini akan membawa kesejahteraan nyata bagi masyarakat desa.
“Hari ini, kami bersinergi meluncurkan Program Desa BISA Ekspor. Keberhasilan ekspor tidak bisa dicapai sendirian, melainkan melalui kerja sama erat pemerintah, swasta, koperasi, dan masyarakat. Mari kita bersama-sama menjadikan desa sebagai motor penggerak ekspor Indonesia,” ujar Busan dalam rilis pers yang diterima Kompas.com, Rabu (10/9/2025).
Ia menekankan, Desa BISA Ekspor merupakan kolaborasi Kementerian Perdagangan ( Kemendag), Kementerian Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal (Kemendes PDT), Kementerian Pertanian (Kementan), Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI)/Indonesia Eximbank, Astra, serta pihak-pihak terkait lainnya.
Program Desa BISA Ekspor menyinergikan berbagai inisiatif pemerintah yang telah lebih dulu berjalan.
Inisiatif-inisiatif yang dimaksud antara lain program Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah Berani Inovasi, Siap Adaptasi Ekspor (UMKM BISA Ekspor) dari Kemendag; program Desa Ekspor dari Kemendes PDT; program Desa Organik dari Kementerian Pertanian; program Desa Devisa dari LPEI; dan program Desa Sejahtera Astra.
Baca juga: Program Kampung Nelayan Merah Putih Harus Bisa Identifikasi Kebutuhan Nelayan
Ke depannya, program Kampung Nelayan dari Kementerian Kelautan dan Perikanan (KP) serta program Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih (KDMP) diharapkan dapat bergabung dalam program tersebut.
Busan menjelaskan, hingga September 2025, pemerintah bersama mitra strategis berhasil memetakan 2.357 desa ke dalam dua klaster.
Tercatat 741 desa masuk dalam Klaster 1 yang sudah siap ekspor. Sementara itu, 1.616 desa berada di Klaster 2 yang butuh pendampingan untuk menjadi siap ekspor.
“Kemendag bersama Kemendes PDT, Kementan, LPEI, dan Astra telah memetakan 2.357 desa. Sebanyak 741 desa terkategori siap ekspor dan sisanya desa yang perlu pembinaan lanjutan. Semua ini akan difasilitasi dengan pelatihan, klinik bisnis, hingga dukungan agregator dari BUMN dan sektor swasta,” terang Busan.
Bagi desa yang sudah siap ekspor, pemerintah memfasilitasi promosi, di antaranya melalui integrasi data 15 eksportir dan agregator ke dalam platform ekspor INAEXPORT milik Kemendag agar dapat dihubungi calon buyer luar negeri, business pitching antara 31 perusahaan eksportir dan perwakilan perdagangan RI di luar negeri, serta penjajakan bisnis (business matching) antara dua eksportir desa dan buyer asal India dan Australia.
Sementara itu, desa yang perlu pembinaan lanjutan akan mendapatkan pendampingan intensif untuk memperkuat ekosistem ekspor. Program ini meliputi pengembangan kualitas dan kuantitas produk, peningkatan kapasitas sumber daya manusia (SDM), perluasan akses pemasaran, dukungan pembiayaan, serta pendampingan lain yang disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing desa.
Baca juga: Dugaan Jual Aset Desa, Warga Nolokerto Kendal Geruduk Bupati dan Kajari Minta Kades Dicopot
Sebagai wujud dukungan, telah diluncurkan Logo Desa BISA Ekspor. Logo Desa BISA Ekspor merupakan kombinasi Tunas Desa (Tunesa) dan Anyaman Desa (Anyasa).
Tunesa menggambarkan desa sebagai benih dengan daya tumbuh besar. Melalui kolaborasi, digitalisasi, keberanian bertransformasi, peran pemerintah dan swasta, benih desa dapat berkembang menjadi kekuatan ekonomi bangsa yang mampu bersaing di pasar global.
Anyasa menggambarkan simpul yang kuat seperti desa, pelaku usaha, pemerintah, swasta, dan mitra global yang terhubung dalam satu ekosistem kolaboratif.
Selain itu, terdapat Dasbor Desa BISA Ekspor yang menyajikan data komoditas dari setiap desa di seluruh Indonesia.
Dasbor ini akan terus diperbarui sehingga mampu menampilkan data suplai yang akurat dan transparan, sekaligus menjadi panduan penting bagi pelaku usaha, khususnya agregator, pemerintah, dan pembina desa.
Turut hadir pada acara tersebut Wakil Menteri Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal (Wamendes PDT) Ahmad Riza Patria, Direktur Jenderal (Dirjen) Pengembangan Ekspor Nasional Kemendag Fajarini Puntodewi, Dirjen Perdagangan Dalam Negeri Kemendag Iqbal Shoffan Shofwan, Irjen Kemendag Putu Jayan Danu Putra, dan Sekretaris Jenderal Kemendes Taufik Madjid.
Baca juga: TikTok Tutup Fitur Live, Kemendag Pastikan Belanja Online Tak Terganggu
Hadir pula Dirjen Pengembangan Ekonomi dan Investasi Daerah Tabrani, Wakil Gubernur Bali I Nyoman Giri Prasta, Bupati Jembrana I Made Kembang Hartawan, Wakil Bupati Jembrana I Gede Ngurah Patriana Krisna, Plt Direktur Eksekutif LPEI Sukatmo Padmosukarso, serta Head of Corporate Social Responsibility Astra Diah Suran Febrianti.
Sementara itu, Wamendes PDT Ariza Patria dalam sambutannya mengatakan, saat ini setidaknya ada lebih dari 55.941 Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) aktif dan 80.000 lebih KDMP yang mengelola berbagai unit usaha.
Unit-unit usaha ini termasuk sektor perdagangan, pertanian, peternakan, energi terbarukan, industri kreatif, pariwisata, logistik, hingga layanan publik.
Menurutnya, kehadiran BUMDes dan KDMP akan menjadi tulang punggung ekonomi desa. Jika dikelola dengan baik, BUMDes dan KDMP dapat menjadi motor pertumbuhan nasional yang inklusif dan berkeadilan.
“Hari ini, kami meluncurkan Desa BISA Ekspor, sebuah inisiatif kolaboratif yang telah melakukan pemetaan terhadap lebih dari 2.300 desa binaan dengan klasifikasi desa yang siap ekspor maupun desa yang masih perlu pendampingan,” ujar Ariza.
Baca juga: Dugaan Jual Aset Desa, Warga Nolokerto Kendal Geruduk Bupati dan Kajari Minta Kades Dicopot
Menteri Perdagangan Budi Santoso bersama Wakil Menteri Desa dan Pembangunan Desa Tertinggal, Ahmad Riza Patria, meluncurkan Program Desa Berani Inovasi, Siap Adaptasi (BISA) Ekspor di Kabupaten Jembrana, Bali, Selasa (9/9/2025).
Dalam momentum tersebut, turut ditandatangani Perjanjian Kerja Sama (PKS) oleh Kemendag, Kemendes PDT, dan LPEI terkait pemberdayaan desa dalam pengembangan ekspor nasional.
Penandatanganan dilakukan Dirjen Pengembangan Ekspor Nasional Kemendag Fajarini Puntodewi, Dirjen Pengembangan Ekonomi dan Investasi Desa dan Daerah Tertinggal Kemendes PDT Tabrani, dan Plt Direktur Eksekutif LPEI Sukatmo Padmosukarso.
Perjanjian ini memiliki beberapa ruang lingkup strategis. Pertama, pertukaran data dan informasi antarinstansi sebagai dasar pengembangan desa berorientasi ekspor.
Kedua, pemetaan dan klasterisasi desa ekspor yang dilakukan sesuai pedoman yang telah ditetapkan, serta penetapan desa percontohan yang akan menjadi model pembinaan Desa BISA Ekspor.
Kerja sama ketiga lembaga juga akan meliputi fasilitasi pengembangan desa melalui empat pilar pendampingan, yaitu peningkatan sumber daya ekspor; promosi produk ke pasar global; perluasan akses permodalan atau pembiayaan; serta penguatan logistik, rantai pasok, dan digitalisasi.
Para pihak juga sepakat mendorong kemitraan pemasaran dalam ekosistem ekspor desa dan membuka ruang bagi berbagai kegiatan lain yang relevan dengan aktivitas pengembangan ekspor.
Baca juga: Hakim Sebut Pengusutan Unsur Korupsi di Kasus LPEI Harus Didahulukan
Plt Direktur Eksekutif LPEI Sukatmo Padmosukarso menjelaskan, Desa BISA Ekspor merupakan pengembangan dari Program Desa Devisa yang digagas Kemenkeu melalui LPEI sejak 2019.
Program perdana di Desa Devisa Kakao Jembrana telah melibatkan 13 desa dan 609 petani, termasuk petani perempuan, yang berfokus pada produk kakao fermentasi.
Produk tersebut telah berhasil menembus pasar Prancis, Jerman, Belanda, Belgia, Jepang, dan Australia.
“Desa Devisa Kakao Jembrana resmi berkolaborasi dengan berbagai kementerian dan lembaga untuk pendampingan berkelanjutan agar semakin mendunia,” jelas Sukatmo.
Melalui sinergi lintas kementerian, pemerintah daerah, dan mitra strategis, lanjut dia, LPEI berkomitmen memastikan desa binaannya mampu meningkatkan produksi sekaligus memperluas pasar global secara berkesinambungan.
Sukatmo menjelaskan bahwa manfaatnya tidak hanya berupa peningkatan ekspor, tetapi juga pembentukan ekosistem ekspor yang berkelanjutan, pemberdayaan desa, penciptaan lapangan kerja, serta peningkatan kesejahteraan komunitas lokal.
Baca juga: Luhut Yakin Menkeu Purbaya Bisa Bantu Prabowo Ciptakan Lapangan Kerja
Mendag bersama Wamendes PDT juga melakukan pelepasan ekspor produk kakao fermentasi senilai Rp 2,4 miliar ke Prancis, Desa Devisa Benih Bandeng Buleleng mengekspor benih bandeng senilai Rp 45 juta ke Filipina, sementara Desa Devisa Benih Hortikultura Bali mengekspor buah, sayur, dan bunga senilai Rp 6 juta ke Singapura.
Peluncuran program Desa BISA Ekspor juga ditandai dengan pelepasan ekspor simbolis dari Desa Devisa binaan LPEI.
Desa Devisa Kakao Jembrana melepas ekspor kakao fermentasi senilai Rp 2,4 miliar ke Prancis dan Desa Devisa Benih Bandeng Buleleng mengekspor benih bandeng senilai Rp 45 juta ke Filipina.
Sementara itu, Desa Devisa Benih Hortikultura Bali mengekspor buah, sayur, dan bunga senilai Rp 6 juta ke Singapura.
“Saat ini, kita patut berbangga karena beberapa desa telah berhasil mengekspor produk mereka. Ini adalah capaian awal yang membanggakan dan semoga terus meningkat di masa mendatang,” kata Mendag Busan.
Pada kesempatan yang sama, Pembina Koperasi Kerta Semaya Samaniya (KSS) Agung Widiastuti mengungkapkan, pihaknya telah melakukan pendampingan kepada petani kakao di Jembrana untuk meningkatkan kualitas produksi, khususnya pada biji kakao fermentasi (BKF).
Upaya tersebut, kata dia, membuahkan hasil dengan berhasil menembus pasar ekspor ke berbagai negara.
Baca juga: Ventilator dan Mesin Anestesi Buatan Indonesia Bidik Pasar Ekspor
“Keberhasilan tersebut tidak lepas dari peran besar Kemendag yang hadir sebagai fasilitator, terutama melalui dukungan Atase Perdagangan RI yang menjadi jembatan penting dalam memperluas akses pasar global,” kata Agung.
Dia menambahkan, Koperasi KSS berhasil menjalin kolaborasi dengan produsen cokelat ternama dunia, yaitu Valrhona di Prancis.
Kendala regulasi ekspor yang sempat dihadapi dapat diatasi berkat fasilitasi penuh Atase Perdagangan RI di Paris.
“Capaian ini menjadi bukti nyata bahwa sinergi koperasi lokal dengan pemerintah mampu mengangkat potensi kakao Jembrana ke pasar internasional,” imbuh Agung.