KOMPAS.com - Niat baik tidak selalu berbalas dukungan, terutama di ruang digital. Hal ini dialami Denta Mulyatama, seorang remaja anggota Forum Anak Sukowati (Forasi) Sragen.
Pada awalnya, Tata, sapaan akrab Denta, ikut menyuarakan perlindungan anak dari bahaya rokok melalui Forasi saat bertemu Bupati Sragen empat tahun lalu, tepatnya pada Senin (22/11/2021).
Namun, alih-alih mendapatkan apresiasi, ia justru menjadi sasaran cyberbullying atau perundungan daring dari warganet. Puluhan komentar bernada ejekan dan hinaan membanjiri unggahan yang menampilkan aksinya.
Reaksi negatif di media sosial tersebut berdampak besar pada Tata. Ia terkejut dan sempat takut untuk kembali menyuarakan pendapatnya di ranah publik.
Kisah Tata hanyalah satu dari banyak contoh nyata betapa rentannya anak-anak Indonesia terhadap ancaman perundungan daring, bahkan ketika mereka melakukan aksi positif.
Baca juga: Menkomdigi Optimistis Turunkan Angka Cyberbullying Anak-anak Lewat Edukasi
Menteri Komunikasi dan Digital ( Menkomdigi) Meutya Hafid mengungkapkan bahwa data terbaru dari United Nations Children's Fund (UNICEF) menunjukkan sebanyak 48 persen anak-anak di Indonesia pernah mengalami cyberbullying.
Tidak hanya itu, paparan konten pornografi di internet juga menjadi sorotan serius. UNICEF mencatat bahwa anak-anak di Indonesia menggunakan internet rata-rata selama 5,4 jam per hari, dan 50 persen di antaranya pernah terpapar konten dewasa.
Sementara itu, Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) mencatat telah menangani sebanyak 596.457 konten pornografi di ruang digital sepanjang 20 Oktober 2024 hingga 6 Oktober 2025.
Data tersebut sejalan dengan data Badan Pusat Statistik (BPS) yang menyatakan bahwa 89 persen anak usia lima tahun ke atas di Indonesia sudah menggunakan internet dan mayoritas mengakses media sosial.
Tingginya akses digital tanpa pengawasan orangtua membuat anak berisiko besar terpapar konten negatif, perundungan daring, hingga kecanduan konten dewasa.
Baca juga: Apa Itu Cyberbullying di Media Sosial dan Macam-macamnya
Kasus cyberbullying dan paparan konten pornografi menjadi peringatan serius yang tidak boleh dibiarkan.
Menyadari urgensi tersebut, pemerintah melalui Kementerian Komdigi menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 17 Tahun 2025 (PP Tunas) sebagai respons atas meningkatnya ancaman digital kepada anak-anak.
Meutya menegaskan, PP Tunas adalah bukti keseriusan pemerintah dalam melindungi anak-anak dari kejahatan di ruang digital.
Meski mendapat penolakan dari sejumlah platform digital, regulasi tersebut tetap diterbitkan karena kebutuhan mendesak untuk menjamin keamanan anak di ruang digital.
"Bagi perusahaan-perusahaan ini, kita adalah pasar. Karena itu, tentu ada reaksi ketika pasarnya dipotong. Tapi alhamdulillah, karena kepemimpinan Bapak Presiden (Prabowo Subianto) yang teguh, beliau menyampaikan bahwa ini memang sudah harus jalan seperti itu. Kita harus melindungi anak-anak kita," ujar Meutya, dilansir dari laman komdigi.go.id, Minggu (9/11/2025).
Baca juga: 48 Persen Anak Jadi Korban Cyberbullying, Menkomdigi: Sulit Terdeteksi
Menkomdigi Meutya Hafid dalam acara Puncak AJK 2025 di Balairung Soesilo Soedarman, Gedung Sapta Pesona, Jakarta, Rabu (19/11/2025).
Regulasi yang mulai berlaku pada 1 April 2025 ini menjadi dasar hukum yang kuat untuk menghadirkan ruang digital yang aman, sehat, dan bebas dari ancaman.
"Ketika keamanan ekosistem digital diperkuat, yang diuntungkan bukan hanya anak-anak tapi juga semua orang yang berada di ranah digital. Kita ingin semua pihak nyaman, karena aturannya jelas seperti aturan main di pasar," jelas Meutya, dilansir dari laman komdigi.go.id, Jumat (2/5/2025).
Ia menambahkan, PP Tunas juga memperkuat kolaborasi pemerintah dengan seluruh pemangku kepentingan digital.
Regulasi tersebut menjadi payung hukum yang mewajibkan setiap penyelenggara platform digital, baik media sosial, gim dan layanan pendidikan daring, untuk menerapkan perlindungan anak sejak tahap desain produk.
PP Tunas secara khusus memberikan peraturan bagi penyelenggara sistem elektronik (PSE). Aturan ini meliputi penyaringan konten berbahaya, penyediaan mekanisme pelaporan yang mudah diakses, serta memastikan proses remediasi yang cepat dan transparan.
Baca juga: Agar Tak Jadi Korban, Kenali Dulu Cara Menghindari Cyberbullying
Selain itu, PSE juga wajib memverifikasi usia pengguna dan menerapkan pengamanan teknis untuk memitigasi risiko. Bagi platform yang tidak patuh, PP Tunas menetapkan sanksi administratif, termasuk pemutusan akses layanan.
Dengan dasar hukum yang jelas, PP Tunas menjadi fondasi bagi ekosistem digital Indonesia yang lebih aman dan beretika.
Sejalan dengan hal itu, Wakil Ketua Pemuda Penggerak Solo Aprilia Dian Asih Gumelar menilai, PP Tunas sangat relevan dengan kondisi saat ini.
“Kalau aturan ini dijalankan dengan serius, dampaknya bisa besar banget. Anak-anak jadi lebih terlindungi dari konten berbahaya, dan ruang digital bisa benar-benar jadi tempat yang aman dan sehat buat tumbuh kembang kami,” kata Dian, dilansir dari laman Kompas.com, Rabu (15/10/2025).
Melalui serangkaian mekanisme pengawasan yang ketat, PP Tunas diharapkan mampu mencegah kasus cyberbullying dan paparan konten pornografi terhadap anak.
Baca juga: Darurat Medsos untuk Anak, Cyberbullying, dan Pentingnya Pelindungan Data Pribadi
Meski demikian, pemahaman terkait penggunaan digital pada anak juga perlu disuarakan. Orangtua memiliki peran penting untuk aktif mendampingi dalam berbagai risiko di ruang digital, sehingga anak tetap dapat mengakses internet secara aman tanpa merasa terancam.
Ketua Yayasan Kepedulian untuk Anak (Kakak) Solo, Shoim Sahriyati mengatakan, anak-anak belum cukup kuat secara literasi digital, sementara orangtua juga belum punya kemampuan dan ruang untuk mengawasi.
“PP Tunas ini penting agar ada mekanisme yang melibatkan keluarga dalam perlindungan anak di dunia digital,” ujar Shoim Sahriyati, dilansir dari laman Kompas.com, Rabu.
Melalui PP Tunas, Kementerian Komdigi menegaskan bahwa regulasi ini bukan bertujuan membatasi akses digital anak, tetapi membimbing mereka agar mengenal teknologi secara aman dan bertanggung jawab.
PP Tunas menjadi langkah nyata bentuk kepedulian pemerintah untuk memastikan anak-anak Indonesia dapat tumbuh dan berkembang dengan aman di tengah dunia digital yang semakin kompleks.