KOMPAS.com – Pengamat intelijen dan militer Susaningtyas NH Kertopati mengatakan, modernisasi alat utama sistem senjata (alutsista) Tentara Nasional Indonesia ( TNI) diperlukan oleh Republik Indonesia (RI).
Apalagi, kata dia, RI adalah negara besar dan kaya sehingga membutuhkan pertahanan yang kuat.
Hal ini ia sampaikan sebagai respons dari rencana pemerintah dalam melakukan investasi alutsista sebesar Rp 1.700 triliun selama 25 tahun.
Susaningtyas atau yang akrab disapa Nuning menekankan, pembenahan alutsista TNI harus bersifat interoperability atau interoperabilitas.
Untuk diketahui, interoperabilitas disebut sebagai kemampuan dalam membuat sistem dan organisasi agar dapat saling bekerja sama.
Baca juga: Turki dan Iran Selesai Gelar Operasi Gabungan Anti-teror Pertama Kali
“Tujuannya, agar seluruh alutsista di tiga matra TNI, yaitu angkatan darat (AD), angkatan laut (AL), dan angkatan udara (AU) dapat digunakan secara terintegrasi," ujar Susaningtyas dalam keterangan tertulis yang Kompas.com terima, Rabu (16/6/2021).
Dengan demikian, lanjut dia, ketika operasi gabungan digelar maka alat komunikasi tetap terintegral ke dalam sistem meskipun berbeda jenis pada setiap angkatan.
"Selain itu, pembenahan bersifat communability juga dibutuhkan agar suku cadang dan atau logistik alutsista yang diadakan oleh suatu angkatan dapat memenuhi kebutuhan angkatan,” ucap Nuning.
Ia mencontohkan, suku cadang tank milik angkatan darat dapat digunakan oleh panser Korps Marinir.
Begitu pula, amunisi meriam kaliber 40 milimeter (mm) milik angkatan laut dapat mendukung kebutuhan pesawat tempur angkatan udara.
Baca juga: Latihan Bersama di Pekanbaru, TNI dan AU AS Kerahkan 6 Pesawat Tempur F-16
“Maka pembenahan alutsista tersebut dituntut mencapai level minimax, yaitu minimal dari semua kondisi maksimal,” ucap Nuning.
Menurut Nuning, kondisi alutsista saat ini tidak cukup kuat untuk menghadapi ancaman yang ada. Contohnya, dalam mengurus Papua apabila tidak dilengkapi sistem pertahanan kuat dan sumber daya manusia (SDM) mumpuni maka akan sulit mengatasinya.
“Untuk itu, Indonesia butuh penguatan industri pertahanan dalam negeri, seperti pabrik propelan, satelit komunikasi pertahanan mandiri dan unmanned aerial vehicle (UAV). Hal ini adalah mimpi yang harus diwujudkan ke depan,” imbuhnya.
Selain pembenahan alutsista yang terintegrasi, Nuning menekankan, penataan kompetensi dan kapasitas tempur prajurit TNI juga harus diutamakan.
Dalam penataan tersebut harus sesuai alutsista baru, sekaligus pembenahan organisasi TNI.
Menurut Nuning, organisasi TNI perlu dibenahi agar benar-benar berada kondisi siap-siaga tempur.
“Idealnya organisasi TNI adalah organisasi tempur permanen yang dapat digunakan secara optimal pada masa damai sekaligus pada masa perang. Pembenahan organisasi TNI adalah konsekuensi logis dari pembenahan alutsista TNI,” katanya.
Baca juga: Prabowo Tegaskan Tujuan Pengadaan Alutsista Rp 1.700 Triliun Bukan untuk Invasi
Adapun untuk memperkuat pertahanan, Nuning mengatakan, bahwa keterlibatan komponen cadangan diperlukan.
Komponen cadangan diperlukan guna menjaga kedaulatan NKRI sebagai penerapan Sistem Pertahanan Keamanan Rakyat Semesta (Sishankamrata) yang menjadi kunci pertahanan negara.
Sementara itu, Ekonom Piter Abdullah mengatakan, pertahanan dan keamanan negara menjadi kewajiban pemerintah.
Oleh karenanya, pembelian alat peralatan pertahanan dan keamanan (alpalhankam) harus direncanakan. Hal ini tidak hanya memperkuat pertahanan keamanan, tetapi juga kedaulatan ekonomi.
Baca juga: Polemik Pengadaan Alpalhankam dan Keterlibatan PT TMI Bentukan Yayasan Kemenhan...
Menurut Piter, menjaga kedaulatan ekonomi termasuk melindungi sumber-sumber dan infrastruktur perekonomian.
Pasalnya, menjaga kedaulatan itu bersifat menyeluruh, tidak hanya yang dibangun oleh Presiden Republik Indonesia (RI) Joko Widodo (Jokowi).
"Menjaga kedaulatan adalah tugas TNI, namun harus didukung dengan alat keamanan-alutsista. Punya tentara tapi tidak punya meriam, kapal dan pesawat. Bagaimana bisa menjaga kedaulatan negara?,” ujar Piter.
Untuk itu, sambung dia, modernisasi alpalhankam selama 25 tahun hingga 2044 tersebut perlu dilakukan oleh pemerintah
Baca juga: Pimpinan Komisi I Soroti Landasan Hukum Pengadaan Alpalhankam
Bagi Piter, nilai sekitar Rp 1.700 triliun yang tengah direncanakan pemerintah masih rasional.
"Kalau untuk 20 tahun berarti anggarannya hanya Rp 80 triliunan setahun. Alpalhankam mana ada yang murah? Kita ini memang sering tidak konsisten. Ingin negara kuat, tapi begitu pemerintah menganggarkan pembelian alpalhankam malah diprotes," imbuhnya.