KOMPAS.com – Menteri Pertahanan ( Menhan) Ryamizard Ryacudu menjelaskan menjadi tentara tidak sama dengan direktur, bupati atau gubernur. Pasalnya tentara itu jiwa sedangkan tiga prosesi lainnya itu adalah jabatan.
“Jabatan akan ditinggalkan dan meninggalkan (dengan paksa) orang yang menyandangnya. Sedangkan ketentaraan adalah jiwa atau roh yang menyatu dengan manusianya,” kata Menhan, seperti dalam keterangan tertulisnya.
Makanya, lanjut dia, kepribadian tentara mendarah daging sampai maut tiba. Tak bisa dicopot kecuali oleh pengkhianatan dan ketidaksetiaan.
Baca juga: Menhan: TNI Bukan Organisasi Bayaran
“Ada tiga macam tentara di negara ini, yaitu prajurit Tentara Nasional Indonesia ( TNI) aktif, Purnawirawan dan TNI pecatan. TNI aktif dan Purnawirawan akan terus terikat dengan sumpah dan janjinya, yaitu Sapta Marga dan Sumpah Prajurit,” ujar Menhan.
Masih dikesempatan yang sama Menhan mengatakan latar belakang sejarah TNI telah menempatkan institusi ini menjadi salah satu yang terpenting dalam sejarah Indonesia.
Makanya selain sebagai kekuatan bersenjata yang besar, TNI juga memiliki kekuatan sosiopolitik dan kultural yang menentukan dalam setiap pengambilan keputusan dan kebijakan negara.
Adapun terkait dikotomi sipil dan militer, Menhan menjelaskan sebenarnya TNI dan rakyat adalah suatu kesatuan yang utuh dan tidak terpisahkan, karena TNI asalnya dari rakyat.
Oleh karena itu, tidak ada istilah dikotomi sipil dan militer yang ada adalah ‘Kemanunggalan TNI dengan Rakyat.’
“Roh kita adalah roh para pejuang 45, satu roh namun beda jasad,” ucap Ryamizard Ryacudu.
Menjadi TNI adalah panggilan jiwa untuk mengabdi pada negara, bukan bayaran dan dibentuk karena kepentingan tertentu.
Ini artinya TNI adalah organisasi pejuang yang terikat sumpah untuk menjaga ideologi negara Pancasila sesuai Marga ke dua Sapta Marga.
Baca juga: Gaji TNI Diusulkan Naik, Menhan Bilang Rakyat Sejahtera Dulu Baru Tentara
Lebih lanjut Menhan mengatakan, dari sejak terbentuknya TNI adalah tentara rakyat, berarti kita adalah pengayom bangsa.
Untuk itu, TNI harus berdiri di atas semua golongan apapun juga. Artinya politik TNI adalah politik negara dan tidak boleh sedikitpun memiliki ambisi kekuasaan.
“Bersatu kita teguh bercerai kita runtuh," tegasnya.
Perlu diketahui, Menhan Ryamizard sendiri mengatakan itu saat membuka Silaturahmi Purnawirawan TNI dan Ziarah Bersama ke Makam Pangsar Jenderal Sudirman.
Sehari setelahnya, Selasa (30/07/2019), Menhan yang datang ke acara ziarah nasional ke Taman Makam Pahlawan (TMP) Kusuma Negara Yogyakarta berpesan, agar selalu menghargai pengorbanan para pejuang dan menjaga persatuan dan kesatuan negara.
Hadir pada acara tersebut para Purnawirawan TNI, seperti Jenderal TNI (Purn) Agum Gumelar, Jenderal TNI (Purn) Joko Santoso, Jenderal TNI (Purn) Widjojo Soejono, dan Letjen TNI (Purn) Rais Abin.
Selain itu acara tersebut dihadiri pula oleh Kasum TNI, Aster Kasad, Wakasal, Sekjen Kemhan, Irjen Kemhan, Rektor Unhan, Ketua LVRI, Ketua Umum Pepabri, PPAD, PPAL, PPAU, Para Pejabat di lingkungan Kemhan dan TNI.