KOMPAS.com – Menteri Pertahanan ( Menhan) Republik Indonesia (RI), Ryamizard Ryacudu menegaskan isu terorisme masih menjadi perhatian utama bagi negara-negara Asia Tenggara.
Terlebih pasca kekalahan Islamic State in Iraq and the Levant (ISIL) atau yang biasa disebut media sebagai Negara Islam Irak dan Suriah ( ISIS).
“Dengan kekalahan tersebut, ribuan militan asing atau Foreign Terrorist Fighter (FTF) yang tergabung dalam ISIS kembali ke negara asalnya termasuk Asia Tenggara. Ini menjadi ancaman utama,” ujar Menhan seperti dalam keterangan tertulis yang Kompas.com terima, Rabu (26/6/2019).
Hal itu disampaikan Menhan saat bertemu dengan para Atase Pertahan dari negara-negara sahabat, baik Atase Darat, Atase Laut dan Atase Udara dalam acara coffee morning di Nusa Dua, Bali, Selasa (25/6/2019).
Baca juga: Kunjungan ke Akademi TNI, Menhan Ingatkan Ancaman Radikalisme ke Taruna
Lebih lanjut, Menhan mencontohkan peristiwa Marawi di Mindanao, Filipina pada 2017. Saat itu terjadi pertempuran lima bulan antara pasukan keamanan Pemerintah Filipina dan para militan berafiliasi dengan ISIS yang mulai terdesak dan mencari basis operasi baru.
Untuk itu, Menhan menegaskan pertemuan di Bali ini menjadi menjadi tonggak awal bagi pembentukan kerja sama yang lebih erat dalam menghadapi ancaman terorisme di Asia Tenggara.
Perlu diketahui, sampai saat ini, forum-forum tersebut telah membantu mendorong terciptanya kerja sama Trilateral Indomalphi. Kerja sama antara Indonesia, Malaysia dan Filipina ini melibatkan intelijen dari masing-masing negara untuk saling bertukar informasi strategis atau Our Eyes Initiative.
Menhan RI yang didampingi Irjen Kementerian Pertahanan (Kemhan) Laksdya TNI Didit Herdiawan dalam kesempatan tersebut juga menyampaikan berapa hal terkait perkembangan situasi keamanan luar dan dalam negeri yang mempengaruhi kebijakan pertahanan di kawasan Asia Tenggara.
Baca juga: Berencana Gabung ISIS, Singapura Tahan Warga yang Radikal
Menurutnya, berbagai perkembangan situasi baik politik, ekonomi, sosial budaya, pertahanan dan keamanan, kepentingan geopolitik dan geostrategi negara terhadap negara lain antar kawasan dapat menjadi ancaman atau gangguan.
Bukan hanya gangguan, hal-hal tersebut bisa pula menjadi peluang bagi suatu pemerintahan negara dalam rangka menjaga kepentingan nasionalnya.
“Selain Terorisme, saat ini ada banyak fenomena di dunia internasional yang dapat mempengaruhi pengambilan kebijakan suatu negara, termasuk Indonesia,” kata Menhan.
Fenomena atau dinamika tersebut, kata Menhan, antara lain pengembangan senjata strategis, isu radikalisme, ekstrimisme dan terorisme, perubahan iklim, isu migran, penyebaran dan penyalahgunaan narkoba serta ketahanan pangan, air dan energi.