KOMPAS.com – Presiden Republik Indonesia (RI) Joko Widodo (Jokowi) mengatakan, World Water Forum 2024 harus menjadi momentum berbagai negara di dunia guna merevitalisasi aksi nyata dan komitmen bersama dengan berbagai pengetahuan, mendorong solusi inovatif, dan mewujudkan manajemen sumber daya air (SDA) yang terintegrasi.
“Ini untuk meneguhkan komitmen dan merumuskan aksi nyata terkait pengelolaan air inklusif dan berkelanjutan,” ujar Jokowi saat membuka Pertemuan Tingkat Tinggi atau High Level Meeting (HLM) World Water Forum ke-10 di Bali Nusa Dua Convention Center (BNDCC), Badung, Bali, Senin (20/5/2024) pagi.
Menurut Jokowi, air memegang peran penting bagi kehidupan umat manusia. Bahkan, air disebut sebagai the next oil pada masa depan.
Ia juga menilai bahwa kekurangan air dapat memperlambat pertumbuhan ekonomi hingga 6 persen sampai 2050.
“Dalam kurun waktu 10 tahun terakhir, Indonesia telah memperkuat infrastruktur air dengan membangun 42 bendungan dan 1,18 juta hektar (ha) jaringan irigasi,” ujar Jokowi melalui siaran persnya, Senin.
Baca juga: Buka Forum Parlemen WWF Ke-10, Puan: Kelangkaan Air Perlebar Ketimpangan
“Kemudian melakukan rehabilitasi seluas 4,3 juta ha jaringan irigasi, serta membangun 2.156 kilometer (km) pengendali banjir dan pengaman pantai,” lanjutnya.
Selain itu, sebutnya, Indonesia sudah memanfaatkan air untuk membangun Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Terapung Cirata. Jokowi menyebut, PLTS ini menjadi yang terbesar di Asia Tenggara.
“Namun, semua upaya ini tidak cukup. Persoalan air dan sanitasi akan semakin berat pada masa mendatang. Upaya ini harus diperkokoh di tingkat global, baik oleh negara, sektor swasta, maupun masyarakat madani. Forum Air Sedunia ke-10 ini menjadi langkah strategis dalam melakukan aksi nyata dan komitmen bersama untuk mewujudkan manajemen SDA yang terintegrasi,” ujarnya.
Dalam sambutannya, Jokowi menjelaskan bahwa Indonesia konsisten mendorong tiga hal pada forum. Pertama, meningkatkan prinsip solidaritas dan inklusivitas untuk mencapai solusi tantangan bersama, terutama bagi negara-negara pulau kecil yang mengalami kelangkaan air.
Baca juga: Jokowi Bertemu Puan di WWF 2024, Said Abdullah: Pemimpin Negara Harus Padu
Kedua, memberdayakan hydro-diplomacy untuk kerja sama konkret dan inovatif sesuai kebutuhan negara penerima untuk mencegah persaingan dalam pengelolaan SDA lintas batas berdasarkan hukum internasional.
“Ketiga, memperkuat political leadership sebagai kunci dalam menyukseskan berbagai bentuk kerja sama menuju ketahanan air yang berkelanjutan,” ujar Jokowi.
Untuk itu, Indonesia mengangkat empat inisiatif baru, yakni penetapan World Lake Day, pendirian Center of Excellence di Kawasan Asia Pasifik untuk ketahanan air dan iklim, tata kelola air yang berkelanjutan di negara-negara pulau kecil, dan penggalangan proyek-proyek air untuk memastikan komitmen politik menjadi aksi nyata.
“Air bukan sekedar produk alam tetapi produk kolaborasi yang saling menghubungkan dan mempersatukan kita. Preserving water is our collective responsibility,” ucap Jokowi.
Baca juga: Buka Fair and Expo WWF 2024 Bali, Puan: Peluang Bagus untuk Promosi
Sementara itu, Presiden World Water Council (WWC) Loïc Fauchon mendorong para kepala negara dan delegasi yang hadir untuk memasukan hak terhadap air ke dalam konstitusi, hukum, dan peraturan di negara masing-masing.
“Hal ini dilakukan guna mempercepat terwujudnya keadilan untuk akses air dan sanitasi di seluruh dunia, sehingga selangkah demi selangkah, kami bisa mengusulkan agar hak atas akses terhadap air dapat ditegakkan bagi semua orang,” ujar Loïc.
Loïc mengungkapkan, pihaknya akan memperkenalkan koalisi “Money for Water” pada konferensi Persatuan Bangsa-bangsa (PBB) mendatang.
WWC juga akan mengajak seluruh negara untuk bergabung membahas soal sub-kedaulatan dan pembatalan utang air (water debt) untuk negara-negara termiskin di dunia.
“Kami ingin memastikan bahwa sebagian besar pendanaan iklim pada dasarnya dikhususkan untuk air, termasuk air limbah,” ujarnya.
Baca juga: Tahura Ngurah Rai dalam WWF ke-10, Restorasi Berkelanjutan yang Berhasil
Menutup sambutannya, Loïc pun mengatakan, perlu ada tindakan internasional untuk memastikan tata kelola yang lebih aktif dan terdesentralisasi berdasarkan kerja sama multilateral.
“Sebagaimana yang kami lakukan dalam forum yang juga penting untuk memperkuat aturan mediasi untuk sungai, danau, dan daerah aliran sungai (DAS). Diplomasi air sejatinya membawa kedamaian di tepian, alih-alih membawa perang ke sungai,” ujarnya.
Selain itu, Loïc mengatakan, hydro-diplomacy menjadi langkah konkret dan kreatif dalam pengelolaan sumber daya air lintas batas.