KOMPAS.com - Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Johnny Gerard Plate menilai, kolaborasi menjadi satu-satunya cara bertahan hidup dalam menghadapi tantangan digital saat ini dan masa depan.
“Saya bertanya kepada kita (hadirin) semua malam ini, bisakah kita bekerja secara individu? Pelan tapi pasti dan masih bertahan dari disrupsi digital? Saya yakin, secara individu kita hanya bisa berharap untuk dapat mengatasi waktu tapi tidak mampu beradaptasi," ujarnya seperti yang dimuat dalam laman kominfo.go.id, Kamis (21/7/2022).
Pernyataan tersebut disampaikan Johnny dalam Gala Dinner Pertemuan Ketiga Digital Economy Working Group (DEWG) Presidensi Group of Twenty (G20), di Puncak Waringin, Labuan Bajo, Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur (NTT), Rabu (20/7/2022).
Keyakinan tersebut bukan tanpa alasan. Sebab, arus digitalisasi terlalu cepat dan makhluk hidup juga mengalami banyak proses evolusi.
Oleh karena itu, ia meyakini bahwa kolaborasi adalah satu-satunya cara bertahan hidup.
“Bersama-sama kita mengkatalisis proses adaptasi sambil berpegangan tangan,” imbuh Johnny.
Lebih lanjut, ia berharap kolaborasi bisa menjadi langkah yang relevan dengan upaya kolektif untuk membawa dunia beradaptasi dan bertahan dalam transisi ke era digital.
Untuk itu, Johnny sangat berharap, melalui pertemuan Kelompok Kerja Ekonomi Digital ketiga dan yang akan datang dapat memajukan adaptasi digital ke dalam kehidupan masyarakat.
Pada kesempatan tersebut, Johnny menyatakan, sejarah dan keberadaan komodo akan menjadi cermin ketangguhan adaptasi serta resiliensi yang bisa digunakan untuk menghadapi digitalisasi.
Baca juga: Dorong Sektor Pariwisata, Kemenhub Digitalisasi Pelabuhan Labuan Bajo
Resiliensi Komodo, kata dia, bisa mengajari makhluk hidup banyak hal tentang kekuatan, ketahanan, atau yang disebut sebagai kemampuan bertahan hidup adaptif.
“Bagi saya, Labuan Bajo lebih dari sekadar tempat indah di Indonesia. Tempat ini bersama penduduknya, endemik komodo yang menyerupai naga dan banyak warisan budayanya,” ucap Johnny.
Seperti diketahui, Labuan Bajo terkenal akan keindahan dan pemandangan alam yang memesona.
Jika melihat lebih dekat pada masyarakat, alam, dan budaya, ada banyak pelajaran yang bisa diambil berkaitan dengan keberadaan fauna endemik komodo.
Johnny menjelaskan, keberadaan hewan serupa naga tersebut pertama kali diakui secara global pada 1910.
Baca juga: 4 Fakta Bandara Komodo di Labuan Bajo yang Baru Diresmikan Jokowi
Menurutnya, sejak saat itu, ilmuwan di seluruh dunia telah mendalilkan bagaimana makhluk purba yang hidup di bumi sekitar 83,9 juta tahun lalu ini masih bertahan.
Tak ada yang menyangka jika fosil hidup dengan keindahan dan ukuran yang lebih besar menguasai alam Pulau Komodo dan daratan di sekelilingnya.
“Dinosaurus yang masih hidup. Ada banyak teori di luar sana tentang bagaimana komodo yang menyerupai naga masih hidup di antara kita,” jelas Johnny.
Namun, lanjut dia, tetap menjadi fakta bahwa terlepas dari dunia yang menantang dan tantangannya, naga kehidupan nyata ini masih hidup dan menunjukkan kemampuan bertahan sebagai predator puncak.
Baca juga: Ikan Channa, Predator Mini yang Diminati Menjadi Ikan Hias
Selain resiliensi, Johnny mengatakan, semangat adaptasi dan bertahan hidup yang ditunjukkan komodo lebih dibutuhkan pada zaman digital.
Terlebih, saat ini setiap orang telah dan masih menghadapi dunia yang terus berubah. Hal ini juga dibarengi dengan tantangan yang mendorong manusia untuk selalu beradaptasi dan bertahan.
“Contoh survivabilitas adaptif semangat lebih dibutuhkan pada zaman digital. Di sini saya dapat mengatakan bahwa semangat seperti itu dibutuhkan juga di era digital saat ini,” ujar Johnny.
Dalam kisah Flores Barat dan sejarah Komodo purba, lanjut dia, kemampuan beradaptasi dan bertahan hidup membutuhkan banyak waktu dan usaha.
Baca juga: Presiden Jokowi Resmikan Bandara Komodo: Labuan Bajo Ini Komplet
Oleh karena itu, Johnny menyatakan, upaya meningkatkan kemampuan bertahan hidup selama disrupsi digital menjadi penting dan dapat diadaptasi dari situasi di Labuan Bajo.
“Saya harap sambutan singkat saya dapat melukiskan gambaran yang lebih bermakna tentang pengalaman kita semua selama di Labuan Bajo, Pulau Flores Barat,” ujarnya.
Johnny juga berharap, delegasi negara anggota G20 akan dapat mengikuti pertemuan DEWG selanjutnya pada Agustus yang berlangsung di Pulau Bali.