KOMPAS,com - Direktur Utama (Dirut) Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi (BAKTI) Kementerian Komunikasi dan Informatika ( Kemenkominfo) Anang Latif mengatakan, pembangunan base transceiver station ( BTS) fourth-generation technology (4G) fase pertama adalah 86 persen.
“Dari persentase ini sekitar 1.900-an lokasi telah on air dari target 4.200 tempat pada 2022," seperti yang dimuat dalam laman kominfo.go.id, Jumat (14/4/2022).
Pembangunan BTS 4G fase pertama, lanjut Anang Latif, akan terus dikebut dan ditargetkan rampung pada 2022.
Ia menjelaskan, untuk pembangunan BTS 4G tahap kedua akan dilaksanakan pada 3.704 lokasi. Pembangunan ini akan dilakukan bertahap sesuai dengan ketersediaan fiskal.
Baca juga: Dukung MotoGP Mandalika, Telkomsel Tambah BTS 4G dan Gelar 5G
“Anggaran yang ada akan dialokasikan untuk pembangunan BTS 4G pada 2022 sebanyak 2.300 lokasi," jelas di Kantor BAKTI Kemenkominfo, Jakarta Selatan (Jaksel), Jumat.
Untuk diketahui, pembangunan jaringan BTS yang digencarkan pemerintah secara merata di seluruh Indonesia merupakan upaya dalam percepatan transformasi digital.
Penyediaan sinyal 4G dan akses internet yang dibangun tak hanya berfokus pada wilayah urban, tetapi juga di pelosok desa berpemukiman serta wilayah terluar, tertinggal, dan terdepan (3T).
Anang Latif mengatakan, pembangunan BTS 4G merupakan bagian dari upaya pihaknya untuk mendorong pertumbuhan ekonomi digital yang inklusif.
Baca juga: Telkomsel Bangun 1.800 BTS 4G Baru di Kalimantan
“Pemerintah (melalui Kemenkominfo) melakukan pemerataan pembangunan BTS 4G dengan dasar no one will be left behind atau tidak akan ada yang tertinggal,” ucapnya.
Adapun pembangunan BTS 4G akan didukung alokasi dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) secara bertahap yang disesuaikan dengan kemampuan fiskal pemerintah.
Untuk nominal APBN yang dialokasikan pada pembangunan 4.200 lokasi jaringan BTS 4G, totalnya mencapai Rp 11 Triliun.
“Salah satu komponen terbesar untuk biaya logistik pengiriman material. Ini karena banyak lokasi pembangunan yang belum terdapat infrastruktur fisik dasar seperti jalan, sehingga harus ditempuh dengan menggunakan helikopter," jelas Anang Latif.
Baca juga: Pemerintah Alokasikan Rp 30 Triliun dari APBN 2023 untuk Bangun IKN Nusantara
Selain APBN, Kemenkominfo juga mendapat dukungan dari operator seluler dalam penyediaan sinyal di wilayah 3T. Untuk itu, Kemenkominfo memberikan apresiasi atas dukungan ini.
Menurut Anang Latif, operator seluler dan vendor sangat mendukung program penyediaan sinyal.
"Saat ini, masyarakat di beberapa wilayah 3T sudah mulai memanfaatkan jaringan BTS yang telah dibangun oleh BAKTI," ucapnya.
Kabar baiknya lagi, lanjut Anang Latif, pembayaran kepada para vendor tidak mengalami kendala karena anggaran telah tersedia dan termin pembayaran progress telah diatur di dalam kontrak.
Baca juga: Sri Mulyani: Anggaran Kementerian Enggak Fleksibel, Terkotak-kotak di Tingkat Dirjen
Pada kesempatan tersebut, Anang Latif mengungkapkan bahwa pembangunan infrastruktur digital di desa-desa terpencil bukan hal yang mudah.
Berbagai tantangan kondisi, seperti geografis alam, persoalan logistik, transportasi, dan ketersediaan sumber daya manusia (SDM) menjadi kendala tersendiri.
BAKTI Kemenkominfo sendiri membangun BTS 4G di wilayah 3T yang sangat sulit dijangkau. Bahkan, banyak desa belum memiliki infrastruktur jalan aliran listrik yang layak.
"Sehingga pengiriman material ke lokasi BTS 4G banyak dilakukan dengan berjalan kaki dan menggunakan gerobak atau menggunakan perahu-perahu tradisional untuk menyeberangi lautan atau sungai-sungai," imbuh Anang Latif.
Baca juga: Telkomsel Siapkan 52 BTS 4G Dukung Sail Nias 2019
Menurutnya, wilayah pegunungan Papua memerlukan transportasi udara untuk sarana pengangkutan material dan peralatan.
Sebab, ketersediaan transportasi tidak sebanding antara jumlah material. Terlebih, selama pandemi Covid-19, pembatasan mobilitas orang dan barang juga memengaruhi kegiatan supply chain pembangunan BTS.
"Dapat dilihat bahwa antara tahap material on area (MOA) dan material on site (MOS) terdapat kesenjangan. Jadi material sudah tersedia di titik di area tersebut, menunggu transportasi ke titik tujuan yang umumnya merupakan medan cukup sulit,” ujar Anang Latif.
Tak hanya itu, lanjut dia, ada juga kesenjangan MOS dengan ready for service (RFS). Artinya, seluruh perangkat, baik material dan kelengkapannya, sudah selesai proses instalasi dan siap diintegrasikan dengan layanan dari operator telekomunikasi.
Baca juga: Perusahaan Telekomunikasi Ukraina Alami Serangan Siber Serius, Apa Dampaknya?
Sementara itu, pada level global saat ini terjadi kelangkaan pasokan microchip yang berdampak pada ketersediaan beberapa perangkat telekomunikasi.
"Adanya kelangkaan yang terjadi secara global (global shortage) pada supply microchip juga berdampak pada supply beberapa perangkat telekomunikasi yang digunakan dalam pembangunan BTS," imbuh Anang Latif.
Selain itu, kata dia, gangguan keamanan menjadi tantangan tersendiri, terutama di Papua.
Seperti diketahui, jumlah lokasi BTS yang dibangun di Papua dan Papua Barat saat ini mencapai sekitar 65 persen dari total jaringan yang dibangun oleh BAKTI di seluruh Indonesia.
Baca juga: Telkomsel Tancapkan BTS 4G di Natuna dan Anambas
"Pada Rabu (2/32022), terjadi serangan penembakan di Kabupaten Puncak yang menewaskan delapan pekerja. Dari insiden ini, pekerjaan implementasi di hampir seluruh di Provinsi Papua dihentikan atas instruksi dari otoritas di Papua," jelas Anang Latif.
Meski banyak hambatan dalam pembangunan, akselerasi pemerataan BTS 4G di daerah 3T terus berjalan.
Anang Latif pun mengaku optimistis target pembangunan BTS 4G di Indonesia akan tercapai pada 2022.
"Seluruh tantangan dan persoalan tersebut tidak menyurutkan tekad pemerintah untuk terus melanjutkan penyediaan sinyal 4G dan akses internet bagi masyarakat di wilayah 3T," ucapnya.