KOMPAS.com - Kementerian Komunikasi dan Informatika ( Kemenkominfo) terus berupaya melakukan terobosan di bidang komunikasi publik guna mencapai target prevalensi stunting 14 persen pada 2024.
Adapun upaya tersebut diwujudkan Kemenkominfo melalui kampanye “4 Terlalu” atau "4T" bersama Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional ( BKKBN).
4 Terlalu yang dimaksud adalah terlalu muda usai melahirkan di bawah 21 tahun, terlalu rapat jarak kelahiran yakni kurang dari lima tahun, terlalu tua usia untuk melahirkan yakni di atas 35 tahun, dan terlalu sering melahirkan.
Selain kampanye 4 Terlalu, penyuluhan terhadap calon pengantin atau masa pranikah juga menjadi fokus sasaran program prioritas.
“Melalui kampanye terstruktur 4 Terlalu, konseling, dan pemeriksaan kesehatan dalam tiga bulan pranikah diharapkan dapat berkontribusi sebagai upaya percepatan penurunan stunting di Indonesia”, kata Direktur Informasi dan Komunikasi (Infokom) Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) Kemenkominfo, Wiryanta.
Pernyataan tersebut ia sampaikan dalam diskusi terfokus “Strategi Komunikasi Stunting Tahun 2022” yang diselenggarakan di Solo beberapa waktu lalu.
Kemenkominfo sendiri juga mendorong kolaborasi dengan berbagai instansi di sektor terkait.
Tak hanya itu, Kemenkominfo pun gencar mengkampanyekan pemanfaatan kearifan lokal, seperti makanan lokal yang berfungsi meningkatkan nutrisi dan gizi masyarakat.
Baca juga: BI Jadi Incaran Peretas, Ini Langkah Kemenkominfo
Melalui kerja sama dan keterlibatan aktif dari seluruh pihak, Kemenkominfo berharap upaya percepatan penurunan stunting nantinya dapat mewujudkan Indonesia Emas 2045 “SDM Unggul dan Berkualitas”.
Untuk diketahui, percepatan penurunan stunting menjadi prioritas pembangunan yang dituangkan dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 72 Tahun 2021 tentang Percepatan Penurunan Stunting. Angka prevalensi ini ditargetkan turun menjadi 14 persen pada 2024.
Data Studi Status Gizi Indonesia (SSGI) 2021 menunjukan angka stunting secara nasional mengalami penurunan sebesar 1,6 persen. Penurunan ini didapat dari 27.7 persen (2019) menjadi 24,4 persen pada 2021.
Meski begitu, angka tersebut masih di atas standar yang ditoleransi Badan Kesehatan Dunia (WHO), yaitu di bawah 20 persen.
Baca juga: Peringati Hari Gizi, Persatuan Ahli Gizi Indonesia Bagi-bagi Buah Gratis di CFD
Pada kesempatan yang sama, Deputi Advokasi Penggerakan dan Informasi BKKBN Sukaryo Teguh Santoso menyatakan 4 Terlalu sebagai formula jitu untuk mencegah stunting.
"Kami mempunyai formula jitu untuk mencegah stunting dengan menghindari empat terlalu, yaitu terlalu muda, terlalu tua, terlalu dekat, dan terlalu banyak,” ujarnya.
Sukaryo menjelaskan, 4 Terlalu adalah kampanye yang fokus pada empat isu. Empat isu ini dianggap menjadi penyebab tingginya angka stunting, yaitu usia ibu terlalu muda dan terlalu tua, jarak persalinan terlalu sering, serta jumlah persalinan yang terlalu banyak.
Terkait penyuluhan terhadap calon pengantin atau masa pranikah, BKKBN telah bekerja sama dengan Direktorat Bina Kantor Urusan Agama (KUA) dan Keluarga Sakinah Kementerian Agama (Kemenag).
Baca juga: Nagita Slavina Tolak Buat Perjanjian Pranikah, Raffi Ahmad: Itu Hebatnya Istri Saya
Dari kerja sama tersebut, BKKBN mengimbau agar dilakukan pemeriksaan calon pengantin tiga bulan sebelum pernikahan.
Selain pemeriksaan calon pengantin, pola pengasuhan juga menjadi hal yang harus diperhatikan.
Sukaryo mengatakan, praktik pengasuhan yang tidak baik menjadi faktor utama penyebab stunting pada anak.
“Malpraktek pengasuhan biasanya dikarenakan kurangnya pengetahuan orangtua tentang kesehatan dan gizi sebelum dan pada masa kehamilan,” ujarnya.
Baca juga: Di Balik Cerita Kehamilan dan Persalinan Aurel Hermansyah
Oleh karenanya, calon pengantin menjadi salah satu fokus sasaran program prioritas stunting karena mereka yang akan melahirkan sumber daya manusia (SDM) Indonesia pada masa depan.
Untuk mencegah stunting, pasangan calon pengantin wajib memiliki beberapa persiapan. Mulai dari kesehatan lahir dan batin, memahami informasi tentang kapan akan memiliki anak, termasuk jumlah anak dan jarak kelahiran serta pola asuh yang tepat.
Stunting adalah kondisi gagal tumbuh pada anak berusia di bawah lima tahun (balita). Hal ini terjadi akibat kekurangan gizi kronis dan infeksi berulang. Utamanya pada periode 1.000 hari pertama kehidupan (HPK) terhitung sejak janin hingga anak berusia 23 bulan.
Anak dikategorikan stunting apabila panjang atau tinggi badannya berada di bawah minus dua standar deviasi panjang atau tinggi anak seumurnya.
Baca juga: 5 Provinsi Catat Kasus Stunting Tertinggi, BKKBN: Perlu Dukungan Banyak Pihak Turunkan Angkanya
Oleh karena itu, stunting harus diwaspadai karena dapat menyebabkan kemampuan kognitif anak tidak maksimal yang disertai terhambatnya perkembangan fisik.
Permasalahan gizi balita atau stunting di Indonesia sendiri masih menjadi kondisi yang kurang dipahami oleh para orangtua terutama pasangan muda.
Padahal stunting merupakan masalah kesehatan masyarakat yang masih tergolong tinggi di Indonesia, baik yang bersifat akut maupun kronis.
Untuk meminimalisasi prevalensi stunting di Indonesia, pemerintah telah melakukan berbagai intervensi gizi spesifik dan sensitif.