KOMPAS.com – Direktur Informasi dan Komunikasi Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (IKPMK) Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) Wiryanta mengungkapkan dua strategi Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk menurunkan angka stunting (kekerdilan) di Indonesia menjadi 14 persen pada 2024.
“Pertama, Presiden Jokowi menunjuk Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) sebagai ketua pelaksanaan penanganan penurunan angka stunting,” ujarnya dalam keterangan tertulis yang Kompas.com terima, Kamis (18/3/2021).
Kedua, lanjut Wiryanta, pemerintah akan fokus pada program penurunan stunting di sepuluh provinsi yang memiliki tingkat prevalensi tertinggi di Indonesia.
Adapun 10 provinsi tersebut adalah Nusa Tenggara Timur (NTT), Sulawesi Barat (Sulbar), Nusa Tenggara Barat (NTB), Gorontalo, Nanggroe Aceh Darussalam (NAD), Kalimantan Tengah (Kalteng), Kalimantan Selatan (Kalsel), Kalimantan Barat (Kalbar), Sulawesi Tenggara (Sultra), dan Sulawesi Tengah (Sulteng).
Baca juga: Jokowi Tunjuk BKKBN Pimpin Percepatan Penurunan Stunting
Perlu diketahui, sebelumnya Presiden Jokowi telah menargetkan angka stunting di Indonesia turun menjadi 14 persen pada 2024.
" Target tersebut bukanlah angka yang mudah. Akan tetapi, saya meyakini kalau dikelola dengan manajemen yang baik, angka ini tidak sulit untuk dicapai," kata Jokowi, saat membuka Rapat Koordinasi (Rakor) Nasional Kemitraan Program Bangga Kencana di Istana Negara, Jakarta, Kamis.
Penurunan stunting di Indonesia saat ini tengah ditangani secara serius oleh pemerintah. Terbukti, angka stunting berhasil diturunkan menjadi 27,6 persen pada 2019. Sebelumnya, angka stunting di 2016 mencapai 37 persen.
Menurut Wiryanta, penurunan stunting di Tanah Air akan berhasil bila para menteri dan kepala daerah hinggal level terendah terus mendukung program itu.
Baca juga: Jokowi Optimistis Angka Stunting Bisa Turun Jadi 14 Persen Tahun 2024
“Pemerintah pusat harus mengajak para gubernur, bupati dan walikota, serta kepala desa di sepuluh provinsi tersebut untuk konsentrasi dan fokus dalam menurunkan stunting. Sebab, tugas ini menjadi tanggung jawab bersama”, katanya.
Pada kesempatan tersebut Wiryanta mengatakan, pemerintah memiliki strategi baru untuk mencapai target stunting yang diargetkan Jokowi.
“Jadi, pemerintah harus mencapai penurunan angka stunting 2,5 persen per tahun. Kalau menggunakan cara sebelumnya pasti sulit untuk mencapai target tersebut,” imbuhnya.
Oleh karena itu, sambung Wiryanta, pemerintah sudah merumuskan cara baru untuk mencapai target dari Presiden Jokowi.
Baca juga: Penyebab Anak Stunting Tak Cuma Faktor Kurang Gizi
Adapun caranya dengan pemutakhiran data stunting. Metode tersebut menjadi hal yang penting untuk memulai program penurunan stunting agar mencapai target pada 2024.
“BKKBN selaku koordinator saat ini sedang melakukan pemutakhiran data stunting. Data tersebut akan menjadi dasar strategi pencegahan dan penanganan stunting hingga tingkat kabupaten atau kota, serta desa dan kelurahan”, ujarnya.
Selain pemutakhiran data, Wiryanta mengaku, pemerintah juga fokus pada penanganan berbagai faktor penyebab stunting.
Sumber utama stunting adalah bayi dengan berat badan saat lahir kurang (BBLR) dan bayi lahir prematur.
Baca juga: Dirjen Dukcapil Minta Jajarannya Bantu Atasi Stunting lewat Pendataan Ibu Hamil
“Kondisi tersebut, biasanya disebabkan oleh ibu hamil yang menderita anemia dan hamil di usia kurang dari 20 tahun. Kami mencoba fokus pada dua faktor itu”, ucapnya.
Di samping itu, Koordinator Informasi dan Komunikasi Kesehatan Kominfo Marroli J Indarto menjelaskan, upaya pencegahan dan penanganan stunting akan dilakukan secara paralel.
“Sebagai langkah pencegahan, kami akan melakukan screening terhadap remaja usia menikah terkait kesiapan untuk menghadapi kehamilan," imbuhnya.
Selain itu, lanjut Marroli, pihaknya akan mengedukasi tentang kesehatan reproduksi, pentingnya menjaga jarak kehamilan dan kelahiran, cara memonitor kehamilan, hingga pemenuhan gizi janin dan bayi.
Baca juga: Masa Pandemi Bisa Tingkatkan Angka Anak Stunting, Kok Bisa?
Untuk menyukseskan program tersebut, ia mengaku, pihaknya akan melakukan upaya sosialisasi dan promosi lebih gencar.
“Kami akan fokus pada pemantauan tumbuh kembang anak di 1000 hari pertama kehidupan. Targetnya akan ada 7,5 juta keluarga yang menjadi sasaran melalui berbagai program,” ujar Marroli.
Adapun program tersebut, di antaranya, bina keluarga baduta atau balita (BKB), pemberian makanan tambahan (PMT), dan bantuan untuk keluarga risiko tinggi stunting.
Sebagai informasi,stunting menjadi tantangan bonus demografi di Indonesia. Pada 2030 diperkirakan Indonesia akan mengalami bonus demografi.
Baca juga: Anak Stunting, Apa yang Dilakukan agar Tumbuh Kembang Membaik?
Namun, potensi tersebut menjadi sia-sia apabila sumber daya manusia (SDM) Indonesia mengalami stunting. Hal ini tentunya menjadi tugas bersama, agar Indonesia tidak menjadi negara yang kalah sebelum berperang dikarenakan stunting.