KOMPAS.com – Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Johnny G. Plate mengatakan, selama gelaran Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2020, hanya ditemukan 47 isu hoaks yang tersebar di 602 sebaran konten pada platform digital.
“Meskipun ada, jumlahnya sedikit sekali,” kata Johnny, seperti dalam keterangan tertulis yang Kompas.com terima, Kamis (10/12/2020).
Padahal, lanjut dia, isu suku, agama, ras, dan antar golongan (SARA) Pilkada sebelumnya begitu luar biasa membombardir ruang publik. Namun, kali ini jumlahnya sangat sedikit.
“Jadi, bisa dikatakan isu hoaks pada pelaksanaan Pemilihan Serentak 2020 hampir tidak terjadi di ruang digital publik,” ujarnya.
Baca juga: Untuk Hasilkan Pemimpin Berkualitas, Kominfo Ajak Masyarakat Hilangkan Apatisme
Ini berarti, kata Johnny, pihaknya berhasil mengendalikan ruang digital dari konten-konten negatif sepanjang tahapan Pemilihan Serentak 2020.
“Data yang kami peroleh merujuk dari cyber drone Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo),” terangnya.
Dalam kesempatan itu, Johnny turut membeberkan beberapa isu hoaks yang sempat muncul selama pesta rakyat digelar.
“Isu hoaks itu diantaranya, permintaan dana bantuan dari gubernur, bupati dan wali kota di berbagai daerah,” ucapnya.
Baca juga: Peringati Hari Nusantara, Kominfo Imbau Para Jurnalis Tak Sebarkan Disinformasi
Kemudian, tambah dia, tentang informasi mengenai teknis penyelenggaraan pemilihan seperti mekanisme debat dan hal-hal teknis lainnya.
“Kami langsung melakukan take down terhadap konten-konten hoaks tersebut, serta menyampaikan klarifikasi terkait berita palsu kepada publik melalui laman Kominfo,” jelas Johnny.
Penanganan isu hoaks sendiri sudah diatur dalam nota kesepahaman kerja sama Kominfo, Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilihan Umum ( Bawaslu).
“Nota kesepahaman aksi adalah mengatur tata cara bagaimana penanganan berita palsu pada platform digital,” imbuh Johnny.
Baca juga: Lewat KIM, Kominfo Manfaatkan Karang Taruna dan PKK Desa untuk Menyebarkan Informasi Pilkada
Terkait aduan konten digital yang diterima itu melalui beberapa jalur. Dari patroli siber Kominfo, data KPU-Bawaslu, aduan Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) atau institusi lainnya.
"Untuk itu, dalam menjaga ruang digital selama Pemilihan Serentak 2020, Kominfo bersama Bawaslu melakukan verifikasi dan klarifikasi terhadap konten," terang Johnny.
Kemudian, lanjut dia, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) memberikan rekomendasi konten yang dianggap melanggar ke Kominfo.
“Jadi, Kominfo tidak serta merta menerima. Hasil rekomendasi Bawaslu diverifikasi lebih lanjut untuk ditindaklanjuti konten melanggar dan tidak melanggar,” papar Johnny.
Baca juga: Kominfo Temukan 38 Isu Hoaks Soal Pilkada Serentak
Adapun verifikasi digunakan sebagai tindak lanjut penindakan konten.
“Selanjutnya konten tersebut di-take down atau pelanggaran tindak pidana yang akan ditindaklanjuti Polri,” ujar Johnny.