KOMPAS.com - Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), menyoroti praktik politik uang dan identitas yang kerap mewarnai gelaran pesta demokrasi di Indonesia.
Hal tersebut karena Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) merilis lima dimensi potensi kerawanan di masa Pemilihan Serentak 2020.
Adapun salah satu dari potensi kerawanan yang dimaksud adalah dimensi peserta, yang meliputi sikap fanatik dari pendukung, ketidaknetralan aparatur sipil negara (ASN), konflik internal partai, konflik eksternal antarpartai atau pendukung, serta politik uang dan identitas.
Untuk itu, Direktur Jenderal (Dirjen) Informasi Komunikasi Publik (IKP) Kominfo Widodo Muktiyo, mendorong seluruh stakeholder khususnya tim kampanye peserta Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Serentak 2020 untuk tidak menggunakan narasi yang membahayakan persatuan dan kesatuan bangsa, seperti pesan yang mengandung unsur suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA).
Baca juga: Bawaslu RI Catat Ada 83 Kampanye Pilkada Serentak 2020 Dibubarkan
“Kami ingin seluruh kontestan Pemilihan Serentak 2020 beradu gagasan dan visi misi, misalnya mengenai cara efektif menangani Covid-19. Bukan saling menuding, menyerempet isu SARA, atau memprovokasi yang justru menjatuhkan demokrasi,” kata Widodo, seperti dalam keterangan tertulisnya.
Sementara itu, penyelenggara pemilihan umum (pemilu) telah mengambil langkah preventif yaitu berkoordinasi dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk mengawasi praktik politik uang di Pemilihan Serentak 2020.
“Kami mengapresiasi langkah Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) yang menjalin kerja sama dengan KPK. Kami harap ada langkah konkret dari kedua lembaga ini untuk mengurangi praktik politik uang yang sudah sering terjadi di setiap pemilihan,” kata Widodo.