KOMPAS.com - Hilirisasi menjadi salah satu strategi utama pemerintah Indonesia dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Upaya ini dinilai mampu mendorong peningkatan nilai tambah dan daya saing berbagai komoditas.
Lebih jauh, institusi perguruan tinggi diharapkan berperan penting dalam menghadirkan inovasi guna mendukung agenda hilirisasi dan mewujudkan ketahanan energi di masa depan.
“Kita lihat hari ini Indonesia memiliki pengalaman dalam memanfaatkan komoditas sebagai keunggulan pertumbuhan. Jika kita mengingat era Presiden RI Soeharto, kita unggul di sektor sawit dan minyak dan gas bumi (migas),” ucap Menteri Koordinator Bidang Perekonomian (Menko Perekonomian) Airlangga Hartarto dalam siaran pers yang dikutip dari laman ekon.go.id, Rabu (5/2/2025).
Saat itu, lanjut dia, produksi migas di Indonesia mencapai 1,6 juta barrels oil per day (BOPD), yang turut mendorong pertumbuhan ekonomi hingga 7 persen.
Baca juga: Konsumsi Tumbuh tapi Pertumbuhan Ekonomi 2024 Melambat, Ini Penyebabnya
Pernyataan tersebut disampaikan Airlangga dalam acara Grafika Talkshow: Peran dan Peluang Kampus dalam Agenda Hilirisasi dan Mewujudkan Ketahanan Energi di Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada (UGM), Yogyakarta, Selasa (4/2/2025).
Lebih lanjut, ia menyampaikan bahwa pemerintah terus berupaya meningkatkan pertumbuhan ekonomi hingga mencapai 8 persen, dengan tetap menjaga inflasi agar tetap terkendali. Saat ini, pertumbuhan ekonomi rata-rata masih berada pada angka 5 persen year-on-year (YoY), sementara inflasi dapat dijaga di kisaran 1,5 persen.
Keberhasilan dalam mengendalikan inflasi tidak terlepas dari kerja sama antara pemerintah pusat dan daerah dalam memantau fluktuasi harga secara rutin.
Baca juga: Harga Gas Murah Ikuti Fluktuasi Dunia, Kemenperin: Bagi Industri yang Penting Pasokan Stabil
Airlangga menegaskan bahwa Indonesia memiliki potensi sumber daya alam (SDA) yang besar, yang harus dimanfaatkan secara optimal melalui hilirisasi.
Tanpa pengelolaan yang tepat, sumber daya alam yang melimpah justru dapat menjadi beban. Hilirisasi diharapkan dapat meningkatkan manufacturing value added sehingga nilai ekonominya lebih tinggi.
Dalam upaya tersebut, pemerintah telah menerapkan kebijakan hilirisasi sejak 2009 melalui undang-undang (UU) yang mengatur tentang pertambangan mineral dan batu bara. Salah satu kebijakan penting dalam regulasi ini adalah larangan ekspor bahan mentah.
Sebagai contoh, bauksit yang sebelumnya diekspor dan diproses di luar negeri untuk menjadi blok mesin, kini diarahkan untuk diolah di dalam negeri agar nilai tambahnya dinikmati oleh Indonesia, terutama dalam industri otomotif.
Selain hilirisasi SDA, pemerintah juga mendorong hilirisasi di sektor pertanian, terutama pada komoditas sawit. Pada tahun 2024, produksi minyak kelapa sawit mentah (CPO) Indonesia mencapai hampir 50 juta ton, dengan implementasi Biodiesel B40 sebagai bagian dari upaya memperkuat ketahanan energi nasional.
“Kita perlu perguruan tinggi untuk terus melakukan research and development (R&D) agar biaya produksi bisa lebih efisien,” ucap Airlangga.
Pada kesempatan tersebut, Airlangga juga mengungkapkan bahwa Indonesia memiliki cadangan nikel terbesar di dunia, serta merupakan produsen timah terbesar kedua.
Selain itu, tembaga, bauksit, emas, dan perak juga memiliki cadangan yang signifikan. Namun, masih ada potensi yang belum optimal dimanfaatkan, seperti pasir silika yang memiliki prospek besar dalam industri teknologi.
Baca juga: Binus University Hadir di Makassar, Manfaatkan Teknologi AI untuk Perkuliahan
Dengan berbagai potensi hilirisasi tersebut, perguruan tinggi diharapkan mengambil peran dalam mendorong inovasi berbasis komoditas unggulan melalui kegiatan R&D.
Selain itu, kerja sama dengan lembaga internasional dan perusahaan swasta juga diperlukan untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM) agar lebih kompetitif di pasar global.
Airlangga mengungkapkan bahwa, ke depannya, pemerintah akan fokus pada pengembangan industri berbasis digital, yang diproyeksikan menjadi pendorong utama pertumbuhan ekonomi. Sektor ini tidak bergantung pada sumber daya alam, melainkan lebih pada SDM yang berkualitas.
Dalam transformasi digital tersebut, industri semikonduktor menjadi salah satu aspek yang akan dikembangkan.
Baca juga: Ditopang Kebutuhan UMKM, Industri Pindar Diprediksi Bakal Meningkat pada 2025
“The next game ada di sini. Saya meminta teman-teman di bidang engineering dan microelectronics untuk terus mengembangkan keahliannya. Jika kita tidak mampu mengejar industri ini, kita akan tertinggal. Digitalisasi, kecerdasan buatan (AI), dan SDM merupakan ekonomi masa depan,” jelas Airlangga.
Setelah sesi talkshow interaktif bersama civitas akademika Fakultas Teknik UGM, Airlangga melanjutkan kunjungan ke Departemen Teknik Mesin dan Industri UGM.
Dalam diskusi santai tersebut, ia memberikan masukan terkait pengembangan industri di masa depan, khususnya dalam sektor semikonduktor agar Indonesia tidak tertinggal dari negara lain.
Dalam kesempatan tersebut, juga hadir Wakil Menteri Perindustrian (Wamenperin) Faisol Riza, Staf Khusus Bidang Percepatan Pembangunan Wilayah Kemenko Perekonomian Wahyu Utomo, Staf Ahli Bidang Pembangunan Daerah Kemenko Perekonomian Haryo Limanseto, Dekan Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada Selo, Chairman of Engineering Research and Innovation Center (ERIC) Tumiran, Direktur PT Eco Energi Perkasa Chen Hailei, serta Direktur CNGR Indonesia Magdalena Veronica.