KOMPAS.com – Pemerintah konsisten berupaya untuk menjaga daya beli dan tingkat kesejahteraan masyarakat dengan menyiapkan paket insentif kebijakan di bidang perekonomian.
Hal itu dilakukan lewat pembebasan hingga keringanan perpajakan bagi berbagai lapisan masyarakat dan dunia usaha, dan akan diberlakukan pada awal 2025.
Bagi rumah tangga berpenghasilan rendah, pemerintah akan menyediakan serangkaian fasilitas kebijakan. Pertama, Pajak Pertambahan Nilai ( PPN) Ditanggung Pemerintah (DTP) sebesar 1 persen dari kebijakan PPN 12 persen diberikan untuk minyak goreng sawit curah bermerek "MINYAKITA," tepung terigu, dan gula industri, sehingga PPN yang dikenakan pada ketiga komoditas tersebut tetap sebesar 11 persen.
Adapun gula industri tersebut merupakan input penting bagi industri makanan minuman, dimana industri makanan dan minuman memiliki share sebesar 36,3 persen terhadap total industri pengolahan.
Kedua, pemberian bantuan pangan berupa beras sebanyak 10 kilogram (kg) per bulan kepada masyarakat desil satu dan dua pada Januari dan Februari 2025, dengan sasaran 16 juta penerima bantuan pangan (PBP).
Ketiga, diskon sebesar 50 persen untuk pelanggan dengan daya terpasang listrik hingga 2200 VA selama dua bulan pada Januari-Februari 2025, dengan menyasar sebanyak 81,42 juta pelanggan, mencakup konsumsi 9,1 Twh per bulan, setara 35 persen total konsumsi listrik nasional.
Selain itu, pemerintah juga menyediakan fasilitas kebijakan di bidang ekonomi untuk masyarakat kelas menengah. Pertama, PPN DTP Properti bagi pembelian rumah dengan harga jual sampai dengan Rp 5 miliar dengan dasar pengenaan pajak sampai dengan Rp 2 miliar.
Skema insentif tersebut akan diberikan diskon sebesar 100 persen untuk Januari-Juni 2025 dan diskon 50 persen untuk Juli – Desember 2025.
Kedua, PPN DTP Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai (KBLBB) atau Electric Vehicle (EV) dengan rincian sebesar 10 persen atas penyerahan EV roda empat tertentu dan EV bus tertentu dengan nilai Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) paling rendah 40 persen dan sebesar 5 persen atas penyerahan EV bus tertentu dengan nilai TKDN paling rendah 20 persen sampai dengan kurang dari 40 persen.
Ketiga, Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) DTP EV sebesar 15 persen atas impor KBLBB roda empat tertentu secara utuh atau Completely Built Up (CBU), dan penyerahan KBLBB roda empat tertentu yang berasal dari produksi dalam negeri atau Completely Knock Down (CKD).
Keempat, pembebasan bea masuk EV CBU sebesar 0 persen, sesuai program yang sudah berjalan. Kelima, Pemberian insentif PPnBM DTP sebesar 3 persen untuk kendaraan bermotor bermesin hybrid.
Keenam, Insentif Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 DTP untuk pekerja dengan gaji sampai dengan Rp 10juta per bulan yang berlaku untuk sektor padat karya seperti tekstil, pakaian jadi, alas kaki, dan furnitur.
Ketujuh, optimalisasi jaminan kehilangan pekerjaan dari BPJS Ketenagakerjaan sebagai buffer bagi para pekerja yang mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK) dengan memberikan dukungan berupa manfaat tunai 60 persen flat dari upah selama 6 bulan, manfaat pelatihan Rp 2,4 juta, kemudahan akses informasi pekerjaan, dan akses program prakerja.
Baca juga: Lantik 75 Pejabat, Menko Airlangga Tata Ulang Pejabat Pimpinan Tinggi Pratama Kemenko Perekonomian
Kedelapan, diskon sebesar 50 persen atas pembayaran iuran jaminan kecelakaan kerja (JKK) selama 6 bulan bagi sektor industri padat karya yang diasumsikan untuk 3,76 juta pekerja.
Sementara itu, pemerintah juga telah menyiapkan fasilitas insentif bagi dunia usaha terutama untuk perlindungan kepada usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) dan industri padat karya, yakni perpanjangan masa berlaku PPh final 0,5 persen sampai 2025 bagi wajib pajak orang pribadi (WP OP) UMKM yang telah memanfaatkan selama 7 tahun dan berakhir pada 2024.
WP OP UMKM lainnya tetap dapat menggunakan PPh Final 0,5 persen selama 7 tahun sejak pertama kali terdaftar sesuai Peratuan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2022, dan untuk UMKM dengan omzet di bawah Rp 500 juta per tahun akan diberikan pembebasan PPh.
Kemudian, pemerintah juga menyediakan pembiayaan industri padat karya untuk revitalisasi mesin guna meningkatkan produktivitas dengan skema subsidi bunga sebesar 5 persen dan range plafon kredit tertentu.