KOMPAS.com - Kepala Badan Kebijakan Perdagangan (BKPerdag) Kasan meyakini Indonesia harus terus mengembangkan hilirisasi untuk mendukung perdagangan berkelanjutan, tidak hanya bagi komoditas primer, namun juga pada berbagai sektor strategis lainnya.
"Reformasi kebijakan perdagangan berperan penting. Sudah bukan masanya bagi Indonesia mengekspor barang mentah, tanpa nilai tambah, dan prinsip berkelanjutan," kata Kasan.
"Indonesia memiliki berbagai potensi dan kekayaan sumber daya alam (SD) untuk mengembangkan perdagangan hijau dan berkelanjutan. Perdagangan hijau dan berkelanjutan diharapkan dapat mengurangi dampak perubahan iklim, juga memberi nilai tambah ekonomi bagi masyarakat," urai Kasan dalam siaran persnya, Kamis.
Optimisme tersebut dikatakan Kasan dalam Strategic Issues Forum yang digelar secara hibrida di Soehanna Hall The Energy Building, Jakarta, Kamis (18/1/2023). Adapun forum ini mengusung tema "On Trading Towards Sustainability: The Role of Trade Policies in Indonesia’s.
Kasan lalu mencontohkan hilirisasi nikel. Menurutnya, nikel adalah bahan baku penting bagi produk otomotif, elektronik, konstruksi, kebutuhan rumah tangga, produk mesin pertanian, termasuk baterai untuk kendaraan listrik yang ramah lingkungan.
Baca juga: IMIP, Keajaiban Hilirisasi Nikel di Indonesia
Ia mengatakan, di tingkat global, peringkat Indonesia sebagai eksportir nikel sudah naik drastis. Dari urutan ke-8 pada 2021 menjadi urutan pertama pada 2022. Posisi Indonesia bahkan mengalahkan Kanada, Rusia, dan Amerika Serikat yang merupakan tiga eksportir nikel terbesar dunia.
Oleh karena itu, kata dia, Kementerian Perdagangan (Kemendag) berkomitmen untuk terus mendorong kebijakan perdagangan yang berperan penting dalam memastikan terwujudnya perdagangan berkelanjutan di Indonesia.
"Kuncinya adalah kerja sama dan kolaborasi. Kami berharap seluruh pemangku kepentingan juga negara mitra dagang Indonesia dapat membangun lebih banyak persamaan pandangan dan kemitraan yang setara untuk mewujudkan perdagangan berkelanjutan dan transformasi hijau Indonesia," ujar Kasan.
Di awal forum, Country Director World Bank Indonesia dan Timor-Leste, Satu Kahkonen juga menjelaskan beberapa potensi Indonesia untuk meningkatkan kinerja perdagangan berkelanjutan. Hal ini sebagaimana dijelaskan dalam Laporan World Bank on Trading Towards Sustainability: The Role of Trade Policies in Indonesia’s Green Transformation yang baru saja dirilis.
“Indonesia memiliki potensi yang signifikan untuk melakukan diversifikasi ke produk hijau dengan kompleksitas yang lebih tinggi. Potensi Indonesia relatif lebih tinggi dibandingkan negara-negara tetangga di Kawasan Asia Timur dan Pasifik," kata dia.
Baca juga: Tingkatkan Perlindungan Konsumen, Kemendag Awasi Barang Sesuai K3L
Diversifikasi tersebut, kata dia, akan memberikan manfaat bagi pertumbuhan dan iklim. Sektor swasta juga merupakan kunci untuk mewujudkan potensi diversifikasi ini.
"Untuk itu, kebijakan yang dapat memfasilitasi akses sektor swasta terhadap teknologi berbiaya rendah dan berkualitas lebih tinggi melalui impor akan sangat penting untuk memastikan terjadinya transformasi,” jelas Satu.
Hasil dari Laporan Bank Dunia juga menunjukkan bahwa hambatan nontarif telah menimbulkan biaya yang signifikan terhadap produk-produk ramah lingkungan. Dengan demikian, diperlukan reformasi kebijakan agar dapat meningkatkan kinerja perdagangan ramah lingkungan di Indonesia.
Strategic Issues Forum digelar oleh Badan Kebijakan Perdagangan bekerja sama dengan World Bank Indonesia dan dihadiri lebih dari 300 peserta secara daring dan luring.
Hadir sebagai panelis diskusi Menteri Perdagangan periode 2004-2011 sekaligus Profesor Ekonomi Internasional Universitas Indonesia Mari Elka Pangestu; Direktur Perdagangan, Investasi, dan Kerja Sama Ekonomi Internasional Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Laksmi Kusumawati; dan Presiden Komisaris PT Blue Bird Noni Sri Ayati Purnomo. Bertindak sebagai moderator Senior Economist World Bank Csilla Lakatos.
Baca juga: Mendag Zulhas Sebut UMKM dan Pasar Rakyat sebagai Tulang Punggung Ekonomi Indonesia
Dalam forum ini, Mari menegaskan, perdagangan berkelanjutan saat ini dan masa mendatang bagi negara-negara berkembang seperti Indonesia bukan hanya persoalan produktivitas, namun juga mencakup berbagai aspek yang lebih luas.
"Perlu ada standar yang berbasis pada kesepakatan antarnegara dan juga keilmuan. Peningkatan kapasitas pelaku usaha dan dukungan dari seluruh pemangku kepentingan sangat diperlukan," kata dia.
Turut hadir berbagi pengalaman dalam forum adalah Managing Director Amandina Bumi Nusantara Suharji Gasali; Chief Operation Officer ECADIN Candra Sri Sutama; serta Founder dan Managing Director Syntek Solar Fajar Sastrowijoyo.