SURABAYA, KOMPAS.com – Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita mengatakan, motor penggerak utama ekonomi Indonesia adalah ekspor dan investasi.
Untuk itu, pemerintah banyak menerbitkan kebijakan untuk menarik investasi, terutama yang berorientasi ekspor.
Enggartiasto menjelaskan, pengaruh eksternal tetap dapat memengaruhi pertumbuhan ekonomi Indonesia, salah satunya yakni perang dagang Amerika Serikat (AS)- China.
“Dalam ekonomi global yang tengah dipengaruhi perang dagang itu, Indonesia tidak perlu ikut melakukan perang dagang dengan negara lain. Indonesia justru harus bisa memanfaatkan peluang yang muncul dari kondisi ini bagi kepentingan Indonesia,” ujar Enggartiasto dalam pernyataan tertulis, Jumat (10/8/2018).
Baca juga: Perang Dagang, China Umumkan Pengenaan Tarif Impor 25 Persen Produk AS
Mendag memrediksi, dampak langsung perang dagang AS-China terhadap Indonesia dalam jangka pendek relatif kecil.
Pasalnya, pengaruh keterkaitan ke depan antara Indonesia dengan China maupun AS untuk produk-produk yang dinaikkan tarifnya juga sangat kecil, yakni antara 0,01 persen hingga 0,03 persen.
Dengan kenaikan tarif yang ditetapkan AS dan China itu, ia melanjutkan, maka akan terjadi pengalihan dagang untuk produk-produk tersebut. Artinya, AS dan China akan mencari pasar alternatif ke negara lain, termasuk Indonesia.
Apabila penerapan tarif tersebut meluas ke produk-produk lainnya, maka dapat mengganggu hubungan Indonesia-AS dan Indonesia-China.
Baca juga: Saat Bill Gates Bicara soal Perang Dagang
Hal ini juga dapat menimbulkan potensi pengalihan pasar yang lebih besar yang dapat menganggu industri di dalam negeri.
“ Perang dagang AS-China juga akan membuat perekonomian negara-negara tujuan ekspor kita yang lain terganggu. Namun, hal ini tergantung dari daya tahan masing-masing negara dalam mengendalikan pertumbuhan ekonomi,” kata dia.
Oleh karenanya, Indonesia berupaya menjalin kemitraan perdagangan yang lebih kuat dengan negara-negara lain, termasuk AS dan China.
Dengan AS misalnya, pada 24—27 Juli 2018, Mendag bersama pengusaha Indonesia melakukan kunjungan kerja ke Washington DC, AS, guna memperkuat perdagangan bilateral kedua negara.
“Indonesia ingin menjalin perdagangan yang lebih positif dengan Pemerintah dan pelaku bisnis AS sehingga kedua negara sama-sama mendapatkan manfaat yang lebih besar daripada melakukan perdagangan sepihak,” ujar dia.
Sengketa dagang
Selain itu, kunjungan itu juga dalam rangka menjawab kekhawatiran AS terhadap Indonesia yang dinilai AS tidak menepati keputusan panel Badan Penyelesaian Sengketa WTO (DSB) terkait dengan produk pangan dan hortikultura.
Kemendag telah menyampaikan kepada Pemerintah dan pelaku usaha AS bahwa Indonesia telah melaksanakan rekomendasi DSB untuk menyesuaikan regulasi-regulasi terkait.
Enggartiasto menegaskan, Indonesia dan AS dapat meningkatkan nilai perdagangan karena keduanya saling membutuhkan.
"Misalnya, Indonesia membutuhkan kapas seperti halnya AS membutuhkan pakaian jadi. Selain itu, Indonesia memerlukan penambahan armada pesawat udara untuk memperkuat keterkaitan domestik, sedangkan AS memerlukan aluminium untuk membuat pesawat udara,” ujar Enggartiasto.
Baca juga: IMF: Perang Dagang Pengaruhi PDB Global
Di tengah kecenderungan peningkatan proteksi perdagangan, Kemendag berupaya memperkuat negosiasi dan diplomasi perdagangan.
Kemendag selalu berkoordinasi dengan kementerian dan lembaga terkait lainnya untuk menyiapkan posisi Indonesia dalam berdiplomasi dan bernegosiasi.
“Pesan, posisi, dan sikap Indonesia dalam berdiplomasi dan bernegosiasi dalam forum bilateral, regional, dan multilateral, harus holistik. Artinya, mencakup aspek-aspek politik, ekonomi, sosial, budaya, serta pertahanan dan keamanan. Hal itu akan melibatkan juga perwakilan perdagangan di luar negeri,” kata dia.