KOMPAS.com – Deputi Bidang Penyelenggaraan Event Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf)/Badan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Baparekraf) Rizki Handayani mengatakan, pemerintah tengah berupaya menanggulangi penyebaran Covid-19.
Untuk itu, industri Meeting, Incentive, Convention, Exhibition ( MICE) diharapkan dapat bersiap dan mengantisipasi perubahan yang akan terjadi dalam penyelenggaraan MICE ke depan.
Rizki menyebut, pandemi Covid-19 benar-benar memberikan perubahan perilaku di masyarakat yang akan lebih fokus dalam memperhatikan faktor-faktor terkait kebersihan, keamanan, dan kenyamanan.
Serta, yang tidak kalah penting adalah terjadinya disrupsi teknologi, di mana akselerasi teknologi digital dan informasi lebih cepat dari yang seharusnya.
Keadaan ini pun diperkirakan berpengaruh pada pergeseran dari offline ke online ataupun perpaduan antara kegiatan online dan offline.
Baca juga: Agar Pembangunan Sosio-Ekonomi Bisa Menyeluruh, Kemnaker Dukung Penerapan Green Productivity
Adanya faktor disrupsi membuat acara online dan offline saling mendukung dan melengkapi. Event virtual memperluas potensi audiens dan membangun revenue stream yang baru.
"Peningkatan pertemuan online dan pengembangan teknologi menjadikan acara virtual suatu normal yang baru," katanya seperti keterangan tertulis yang diterima Kompas.com, Senin (7/12/2020).
Rizki menyebut, Kemenparekraf/Baparekraf akan memastikan strategi pemulihan sektor MICE dengan melibatkan industri.
Saat ini, pihaknya telah menyusun protokol pelaksanaan kegiatan MICE selepas pandemi yang mengarah pada tren sustainability serta aspek prosedur pencegahan risiko, protokol kesehatan dan keselamatan.
Baca juga: Demi Tingkatkan Produktivitas dan Daya Saing Nasional, Kemnaker Ingin Kerja Sama Lintas Sektor
Selain itu, Kemenparekraf/Baparekraf juga bersama mendorong peningkatan kapabilitas industri, infrastruktur jaringan teknologi, dan inovasi baru.
"Nantinya kami akan mendorong untuk menggeliatkan pasar domestik lebih dulu agar kembali mulai melaksanakan kegiatan MICE di destinasi,” terangnya.
Termasuk, lanjut Rizki, pihaknya akan dorong pertemuan-pertemuan pemerintah dan korporasi agar lebih banyak di dalam negeri.
Namun, dia menekankan, pelaksanaan kegiatan di destinasi nantinya akan melihat kesiapan daerah.
Kemenparekraf telah menyusun protokol kenormalan baru pariwisata untuk nantinya diterapkan ketika suatu daerah telah dinyatakan siap.
Baca juga: Baru Diluncurkan, Begini Faedah Aplikasi Siproni Besutan Kemnaker
"Pelaksanaan tahapan-tahapan ini harus diawasi dengan ketat dan disiplin serta mempertimbangkan kesiapan dan peran pemerintah daerah (pemda) dalam pengawasan dan evaluasi," tambahnya.
Lebih lanjut, Rizki mengungakpakan, industri MICE memegang peranan penting dalam pendapatan Produk Domestik Bruto (PDB) tanah air.
Data dari Event Industri Council 2018 menyebutkan, pada 2017 industri MICE di Indonesia menghasilkan PDB total 7,8 miliar dolar AS dan menciptakan 278.000 lapangan pekerjaan.
Rizki menyebut, wisatawan MICE memiliki tingkat rata-rata lama tinggal dan Average Spending per Arrival (ASPA) lebih tinggi dibanding wisatawan leisure.
Baca juga: Survei Kemnaker: 88 Persen Perusahaan Terdampak Pandemi Covid-19
“Sementara itu, wisatawan MICE rata-rata punya kemampuan pengeluaran 2.000 dolar AS per hari dengan rata-rata lama menginap selama lima hari," jelasnya.
Namun, kondisi itu belakangan berubah seiring pandemi Covid-19 yang juga memukul industri MICE.
Pandemi Covid-19 berdampak kuat terhadap penyesuaian dalam penyelenggaraan pertemuan internasional baik pembatalan, penundaan, perubahan lokasi, dan lainnya. Asia Pasifik tercatat sebagai kawasan yang paling terdampak.
Data International Congress and Convention Association (ICCA) menyebutkan, hingga 6 April 2020 terjadi penyesuaian terhadap 48 persen pertemuan atau terhadap 1.749 pertemuan internasional yang diadakan selama periode Februari hingga Juni 2020.
Baca juga: Perkuat SDM, Kemnaker Resmikan BLK St Yohanes Paulus II Labuan Bajo
Sementara itu, di Indonesia, data dari IVENDO menyebutkan telah terjadi 96,4 persen penundaan dan 84,8 persen pembatalan event di 17 provinsi.
Estimasi kerugian dari 1.218 organizers di seluruh Indonesia antara 2,7 hingga Rp 6,9 triliun. Serta berdampak pada total 90.000 pekerja.
"Pandemi Covid-19 berdampak pada 90 persen pembatalan atau penundaan event sampai akhir 2020," kata Rizki.