KOMPAS.com – Direktur Utama Badan Otorita Pariwisata Danau Toba (BOPDT) Arie Prasetyo mengatakan, pihaknya telah melakukan penelaahan untuk hak-hak masyarakat yang ada di atas Lahan Zona Otorita Danau Toba, Sumatera Utara.
Penelaahan itu dilakukan oleh Tim Terpadu Penanggulangan Dampak Sosial Kemasyarakatan, yang dibentuk oleh Pemerintah Kabupaten Toba Samosir dengan melibatkan beberapa unsur.
“Salah satu tugas tim tersebut adalah melakukan pendataan, verifikasi, dan validasi tanaman tegakan milik masyarakat di atas lahan tersebut,” terang Arie dalam keterangan pers yang diterima Kompas.com, Jumat (13/9/2019).
Karena sebelumnya, kata Arie, lahan itu merupakan lahan berstatus hutan yang sebagian besarnya ditanami tanaman budidaya milik masyarakat, seperti kopi.
Baca juga: 33 Destinasi Siap Dikembangkan di Danau Toba
Menurutnya, proses penghitungan jumlah tanaman untuk lahan 279 hektar (ha) itu telah dilakukan dan saat ini sedang memasuki tahap penilaian oleh konsultan penilai publik.
Selain itu, BOPDT bersama Pemerintah Kabupaten Toba Samosir telah melakukan sosialisasi kepada masyarakat sebelum dimulainya pembangunan.
“Tadi pagi pukul 08.00 WIB bertempat di Kantor Kepala Desa Pardamean Sibisa, kami bersama Bupati, Camat Ajibata, dan Kepala Desa sudah bertemu dengan masyarakat pemilik tanaman yang terdampak pembangunan jalan ini,” imbuh dia.
Sementara itu, Arie juga membenarkan aksi unjuk rasa dan penolakan pembangunan dari sebagian masyarakat, yang mengatasnamakan masyarakat Sigapiton, beberapa waktu lalu.
Baca juga: Mahasiswa Peduli Danau Toba Protes Pernyataan Gubernur Sumut soal Wisata Halal
Akan tetapi, menurut dia, suasana sudah membaik setelah dilakukan pendekatan persuasif dan pengerjaan dapat dilakukan.
Pembangunan infrastruktur di Lahan Zona Otorita Danau Toba sendiri telah dimulai, Kamis (12/9/2019). Dari lahan seluas 386,72 ha yang dialokasikan untuk pengembangan kawasan pariwisata, 279 ha sudah diterbitkan hak pengelolaan lahannya (HPL).
Arie menjelaskan, pembangunan tahap awal akses ke kawasan ini sepanjang 1,9 kilometer (km) itu sudah mengikuti ketentuan yang berlaku. Sementara itu, alokasi anggarannya berasal dari Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR).
Baca juga: Ibu-ibu Aksi Buka Baju, Demo soal Pengembangan Wisata Danau Toba
“Kami mulai pengerjaannya untuk membantu percepatan pengembangan destinasi super prioritas. Sejauh ini semua sudah dijalankan sesuai aturan,” papar Arie.
Menurutnya, lahan tersebut berstatus lahan negara yang sertifikat hak pengelolaannya diberikan kepada BOPDT. Tahap awal pembangunannya diarahkan ke sekitar Desa Pardamean Sibisa, Kabupaten Toba Samosir, Sumatera Utara.