KOMPAS.com – Ada kejadian aneh dan menarik dari pertunjukan seni budaya di Desa Adat Pulo, Garut, Jawa Barat.
Saat itu ada seorang perempuan yang sedang menari Purbasari. Namun, setiap suara gong berbunyi, alunan musik pengiring akan langsung terhenti.
Anehnya, kejadian ini tak hanya terjadi satu kali, tapi berkali-kali. Para penonton yang hadir pun dibuat heran.
Ternyata, di Desa Adat Pulo, alat musik gong memang tidak boleh dimainkan. Asal usul larangan ini, menurut seniman Jawa Barat Ki Dalang Wawan Ajen, berawal dari cerita Eyang Embah Dalem Arief Muhammad.
Baca juga: Ini 10 Destinasi Wisata dan Kuliner di Garut Rekomendasi Kemenpar
Wawan menjelaskan, Candi Cangkuang dan Desa Adat Pulo memiliki cerita legendaris yang sangat populer di Jawa Barat dan masyarakat meyakini.
Konon, cerita Wawan, anak laki-laki Arief Muhammad meninggal dunia saat diarak dengan tandu berbentuk prisma diiringi suara gamelan dari gong besar. Tiba-tiba muncul angin topan yang menyebabkan anak tersebut terhempas dan meninggal dunia.
Menurut Wawan, larangan menabuh gong dan menggunakan tandu berbentuk prisma itu menjadi alasan larangan berikutnya.
“Warga adat tidak diperbolehkan membuat rumah beratap jure atau prisma, tetapi harus memanjang," ungkap dia dalam keterangan tertulis yang diterima Kompas.com, Selasa (3/9/2019).
Baca juga: Garut Genjot Wisata Lewat Tembakau
Menurut Wawan, masyarakat sangat mematuhi larangan tersebut dan telah menjadikannya sebagai keyakinan yang disepakati bersama.
"Masyarakat khawatir jika larangan tersebut dilanggar akan terjadi sesuatu yang tidak diinginkan di kawasan obyek wisata tersebut," kata dia.
Larangan lainya adalah tidak boleh memelihara hewan besar berkaki empat, seperti sapi, kambing, dan kerbau. Hal ini, menurut Wawan, tujuannya untuk menjaga kebersihan halaman rumah, tanaman, dan makam keramat. Alasan lainnya, yakni karena keterbatasan area wilayah adat.
Saat ini, jumlah warga Desa Adat Pulo berjumlah 23 orang, yang terdiri dari 10 perempuan dan 13 laki-laki. Mereka merupakan generasi ke-8, ke-9, dan ke-10 dari Embah Dalem Arief Muhammad.
Menurut Menteri Pariwisata (Menpar) Arief Yahya, desa yang berada di dekat kawasan wisata Candi Cangkuang memiliki potensi besar untuk dikembangkan lewat destinasi digital.
"Story telling-nya sangat bagus, budayanya juga oke, apalagi suasana alamnya sangat indah. Semua sudah lengkap, tinggal dipromosikan lewat digital," kata Arief di sela kunjungan kerjanya ke Garut, Senin (2/9/2019).
Baca juga: 6 Pesona Papandayan, Gunung Api Ramah Pendaki di Barat Daya Garut
Dia meyakini, dengan dipromosikannya budaya Desa Adat Pulo dan Garut melalui destinasi digital, akan membawa hasil luar biasa.
Lebih lanjut, menurut Arief, dengan nilai budaya kuat, tidak akan sulit untuk mengembangkan pariwisata di desa yang masih menjaga dan merawat tradisi dengan sangat baik itu.
"Enam puluh persen wisatawan datang itu karena budaya yang ada di Indonesia. Sebab itu, budaya semakin dilestarikan, akan semakin menyejahterakan," pungkas Menpar.