KOMPAS.com - Diperkirakan kunjungan wisatawan mancanegara ( wisman) hingga akhir 2019 ini dapat mencapai 18 juta wisman dengan devisa jauh melampaui Crude Palm Oil (CPO), yaitu 7,6 miliar - 18 miliar dollar AS.
Hal tersebut disampaikan langsung oleh Menteri Pariwasata (Menpar), Arief Yahya usai melantik Pejabat Administrator, Pejabat Pengawas, Pejabat Fungsional, dan Pejabat Badan Pelaksana Otoritas di lingkup Kementerian Pariwasata (Kemenpar) di Balairung Soesilo Soedarman, Kantor Kementerian Pariwisata (Kemenpar), Selasa (14/5/2019).
“Saya sudah sampaikan angka ini kepada Presiden Joko Widodo ketika Presiden menanyakan proyeksi pariwisata tahun ini,” kata Arief seperti dalam keterangan tertulisnya.
Kendati angka proyeksi tersebut masih di bawah target yang ditetapkan yakni sebesar 20 juta, namun Arief optimistis. Sebab selama lima tahun ini, pariwisata Indonesia mampu menunjukkan pertumbuhan dua kali lipat atau rata-rata di atas 20 persen pertahun.
“Ketika pertama kali saya menjabat Menteri Pariwisata pada 2015, kunjungan wisman ketika itu sebesar 9 juta, kemudian dalam perjalanan lima tahun melonjak hingga 18 juta atau tumbuh dua kali lipat,” ungkap Menpar.
Bahkan, ditambahkan oleh Menpar, tahun lalu posisi devisa pariwisata pernah menyamai CPO yang selama ini merupakan penyumbang devisa terbesar di Indonesia.
Saat itu pariwisata menghasilkan devisa mencapai 16,1 miliar dolar AS dari kunjungan sebanyak 16,4 juta wisman. Sedangkan devisa dari batubara stabil berada di posisi ketiga.
“Kalau dahulu di era 1980-an ketika minyak dan gas (migas) berjaya, kita menyebut dua sumber terbesar devisa yaitu migas dan nonmigas, sekarang kita ubah sumber devisa pariwisata dan nonpariwisata,” tambahnya.
Luncurkan empat program realistis
Demi mewujudkan proyek Kemenpar tersebut, Menpar bersama stakeholder pariwisata akan menjalankan empat program realistis, yaitu border tourism, hot deal, tourism hub, dan Low Cost Carrier Terminal ( LCCT).
“Dari program border tourism kami proyeksikan akan mendapat 3,4 juta wisman. Bila tahun lalu sebesar 18 persen, diproyeksikan naik menjadi 20 persen dari target wisman tahun ini,” kata Menpar yakin.
Soal border tourism atau wisata perbatasan, Menpar yakin akan rencana tersebut. Sebab jika mengambil perbandingan (benchmark) seperti misalnya Malaysia, negara ini mampu menjaring wisman sebesar 60-70 persen dari kegiatan tersebut.
Sementara itu, Perancis dan Spanyol di atas 80 persen karena secara natural wisman Eropa yang berkunjung ke negeri itu adalah wisatawan overland.
Untuk program hot deal yang merupakan program diskon besar-besaran kunjungan wisman di saat low season. Pada tahun ini Menpar berharap dapat menghasilkan 2 juta hingga 2,5 juta wisman.
“Program hot deal tahun lalu mampu menjual 700.000 pax. Terbesar dari Kepulauan Riau (Kepri) mencapai 20 persen,” jelas Arief.
Sementara itu, untuk program tourism hub, nantinya akan dilakukan melalui Singapura dan Kuala Lumpur Malaysia.
“Program ini sebagai solusi terhadap ‘direct flight’ yang sulit dilakukan dan membutuhkan waktu relatif lama,” kata Arief Yahya.
Arief memberikan contoh untuk pasar India. Untuk menarik kunjungan wisman dari pasar India, direct flight disediakan dari Mumbai, India, ke Bali dan hanya melayani 3 kali perminggu.
Sedangkan penerbangan dari India ke Singapura atau Kuala Lumpur Malaysia sebanyak 70 kali per minggu.
“Kami fokus menggarap program tourism hub dari Singapura dan Kuala Lumpur,” kata Arief.
Terakhir, yang menentukan tercapainya target wisman tahun ini adalah LCCT.
Kemenpar mencatat kunjungan wisman tahun 2017 lebih dari 55 persen menggunakan Full Service Carrier (FSC) sisanya menggunakan Low Cost Carrier (LCC).
Namun, ternyata pertumbuhan FSC rata-rata hanya 12 persen di bawah LCC yang tumbuh rata-rata 21 persen.
“Untuk mendorong kunjungan wisman LCC kita harus memiliki terminal LCC dan program mulai terwujud. Per 1 Mei 2019, Terminal 2F Bandara Soekarno-Hatta resmi menjadi LCCT, jadi kita harapkan akan terjadi lonjakan 1 juta wisman,” pungkas Arief.